Langkah sengaja di lambat-lambatkan saat berada di depan ruang guru, Mima bahkan mengajak Shaka berhenti sejenak dan berpura-pura membenarkan tali sepatu, tapi yang ditunggu tidak juga muncul di hadapannya, sampai seorang siswa membawa tumpukan buku tugas menuju ruangan guru, Mima kenal benar sampul buku itu.
“Ehhh, eh .. bentar,” cegat Mima.
“Manga, Ni?” (Kenapa, Kak?) siswa itu tampak keberatan ditahan karena tumpukan bukunya cukup berat.
“Baru selesai jam Fiqih ya?”
“Tantu iyo, dek itu buku fiqih nan den bao ko ha. Alah lah, Ni, barek ko, den latak an ciek lu ke dalam dih!” (ya iyalah, makannya ini buku fiqih yang aku bawa, udah ya, berat ini, Kak. Aku letak ke dalam dulu,ya”
“Em, Pak Fauzi lai masuak ndak?” (Pak Fauzinya masuk nggak?)
“Indak do, Ni. Beliau kurang sihaik.” (Enggak, Kak. Beliau kurang sehat.)
“Shiit!” umpat Mima pelan menghentakkan kakinya.
“Mim kamu udah keterlaluan deh, Istighfar.” Shaka berdiri dan mengisyaratkan siswa itu untuk langsung masuk ke ruang guru.
“Ngga boleh seperti itu, Mim. Dia guru kamu!”
“Sayang, kamu di sini? Aku cariin dari tadi.” Melihat Dheo datang, kemarahan Mima berkurang, tanpa memperdulikan Shaka di belakangnya, dia menghampiri Dheo yang entah sejak kapan mengganti nama panggilannya untuk Mima.
“Manggil apa tadi?” tanya Mima iseng, juga untuk memastikan hatinya akan bergembira mendengar panggilan yang begitu dia inginkan.
“Sa-yang, hehe. Boleh kan aku panggil begitu? kita kan udah jadian, He."
Mima mengangguk, seingatnya dia belum menjawab ajakan Dheo, tapi apalah arti sebuah jawaban kalau ini memang hubungan yang dia inginkan.
"Nanti pulang sekolah kamu jadi ke kosan? kita bikin tugas.” Meski Mima sadar ajakan Dheo ini sembilan puluh persen adalah kemodusan tapi dia memang senang menghabiskan waktu bersama Dheo.
“Liat nanti aja deh, yuk ke kelas!” Mima sempat melihat ekspresi kesal Shaka sebelum memilih melangkah bersama Dheo.
Dheo ini sebenarnya lelaki seperti apa? apa yang dia inginkan dari Mima? Kenapa di masa depan namanya begitu membekas dalam hati gadis itu?
***
Lampu luar menyala terang, purnama bulan rajab tampak seolah hanya sejengkal dari pohon mangga di teras. Sabtu malam, Mima dan Shaka memilih untuk mengerjakan tugas sekolah.
Es sirup rosela mengembun di gelas masing-masing, sala lauak yang tadi hangat menjadi keras dan dingin, Sudah tiga puluh menit, hanya tumpukan buku bisu di tengah, keduanya sibuk dengan aktivitas sendiri. Shaka menulis buku catatannya, sesekali membaca dengan seksama daftar tulisan itu.
Mima yang bersandar di dinding rumah masih senyum-senyum sendiri di depan ponselnya, sesekali melirik mengamati Shaka yang tampak serius.
Gadis itu menyisir poni dengan jari-jarinya, memiringkan kepala dan tersenyum ke arah kamera depan ponselnya, flash menyala memotret senyumnya, memancing Shaka bertanya.
“Tumben-tumbenan selfie,” tegur Shaka sekilas, kemudian kembali ke catatannya.
Melihat Mima membidik beberapa kali, Shaka jadi penasaran.
“Eh, jadi pengen foto sama kamu, ikut dong!” Shaka menggeser tubuhnya ke sebelah Mima, Mima memalingkan wajah ke arah Shaka dan mencibir.
“Ini mau aku kirim ke seseorang, Sini pakai HP kamu aja!” Mima menyodorkan telapak tangan.
“Pakai HP kamu aja sih, mau kirim ke siapa emangnya? Dheo, ngga apa-apa biar Dheo tau kita lagi sama-sama?”
“Nggak usah kepo! HP kamu sini, jadi foto, ngga?”
Shaka mengalah dan menyerahkan ponselnya, ponsel yang lebih canggih dibanding milik Mima. Mima memulas layar ke atas, ada kolom permintaan password tertera.
“Passwordnya?” tanya Mima.
“Namamu,” jawab Shaka.
Mima mengernyit tidak suka, kenapa namanya harus jadi sandi ponsel Shaka? Namun begitu dia tetap mengetik satu persatu huruf menuliskan namanya.
“Ayumna.” Diketiknya begitu karena dengan nama itu Shaka biasa memanggilnya, ternyata salah.
Malas banyak bertanya, diketiknya dengan ejaan yang lain.
“Mima Ayumna Lenkara.”
Masih salah.
“Udah, Ay? Shaka menunggu sambil melanjutkan tulisannya.
“Nama panggilan atau nama panjang?” tanya Mima mulai kesal setelah dua kali gagal.
“Namamu, huruf besar semua.”
Sekali lagi Mima mencobanya, “MIMA AYUMNA LENKARA.” Masih gagal sehinga layar terkunci sementara karena sudah tiga kali salah sandi.
“Kamu mempermainkan aku? yang kelas kalau ngasi sandi! udah tiga kali ketik masih salah juga! Kenapa gak kamu aja yang buka? nih … nih nih!?” Suara Mima meninggi dan kesal, menyerahkan ponsel itu pada Shaka.
“Wei wei wei! kenapa? Kok marah-marah? Kamu ngetiknya gimana?”
“Ya namaku lah dengan huruf besar semua, MIMA AYUMNA LENKARA! Lagian gak ada kata-kata lain apa? pakai nama orang seenaknya buat dijadikan sandi,” omel Mima.
Shaka mulai tertawa terpingkal, sebelumnya tidak pernah terpikir sama sekali membuat Mima kesal apalagi malah marah seperti ini.
“Allah … makannya kalau orang ngomong didenger, jangan emosi duluan!” Rasanya ingin sekali menjitak kepala gadis ini biar isi dalamnya agak bergeser sedikit.
“NAMAMU, En A Em A Em U, huruf besar semua. Bukan nama Mima Ayumna Lenkara, Hahahaha.” Puas sekali Shaka tertawa melihat ekspresi kesal gadis di depannya.
“Dasar Kondektur Gak jelas, Kondektur Ghoib! Foto aja sendiri sana!” Bukan lagi kesal, sekarang dia malu setengah mati, bisa-bisanya dia se-GR itu?
“Sial … sial … sial!” umpatnya dalam hati, menghentakkan kaki dan masuk ke dalam.
“Hey, Ay … Ayumna, kok marah sih? tapi boleh juga tuh dipertimbangkan, aku ganti nih sandinya pake nama kamu beneran, jangan marah dong.” Sulit bagi Shaka untuk tidak tertawa, dia yakin Mima pasti sedang malu dan merasa harga dirinya telah tergadaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Heny Sri Wahyuti
gokiiilll ..
2022-09-30
0
Ira arif
buahahaha
2022-07-26
0
Nyimas Raudloh
🤣🤣🤣🤣
Makanya jangan ke GR an jd orang
2022-07-13
1