Kembali ke rumah

“Bukannya tadi aku udah bilang, tugasku adalah membersamaimu agar remedialnya bisa segera selesai. Saat ini logikamu yang pintar itu akan bekerja sedikit lamban, maka kamu butuh banyak keterangan. Kamu nggak mau remedialnya gak lulus-lulus sampai tahun depan, kan?” ungkap Shaka.

Mima kemudian melangkah pelan mendekati lelaki yang memang mengacaukan hampir separuh akal sehatnya itu.

“Boleh nanya?” Mima melangkah lambat mendekati wajah Shaka, Shaka tidak sedikitpun mundur malah mengangguk dan tersenyum melihat wajah kesal Mima dari jarak dekat.

“Lo dari bangsa jin ya?” ketus Mima.

“Enak aja,” protes Shaka menjauh dari wajah Mima. “Kalau aku jin berarti kamu istrinya jin!” tukasnya.

“Stop ngomongin hal konyol itu!”

“Engga konyol, Ay. Aku manusia biasa sama sepertimu, kita dari dimensi waktu yang sama, aku suamimu dari masa depan. Ya ... tidak lama setelah malam pengumuman itu lah."

“Ya kenapa engga pas masa depan aja datangnya? Kenapa musti sekarang? gue kan lagi banyak urusan nih, bikin pusing tau nggak?”

“Ay …” panggil Shaka.

“Jangan panggil Ay!”

“Ay untuk Ayumna, bukan Ayang. GR ya?” goda Shaka.

Mima hanya melengos tidak peduli. Bagi Shaka itu sangat manis. Meski gadis ini begitu misterius, tapi Shaka bisa dengan mudah membaca gadis yang sebenarnya sangat rapuh ini.

“Kamu adalah perempuan yang terlalu mengedepankan logika, semua hal kamu rasionalitaskan dengan akalmu yang Tuhan beri kelebihan, termasuk agama, kamu bahkan mencari-cari sumber eksistensi keberadaan Allah, kamu selalu mengkaji dari mana Zat Maha Abadi itu ‘kan? setelah lulus sebagai sarjana filsafat islam, kamu berambisi untuk memperdalam filsafat agama lain hanya demi mencari data dari penciptaan Sang Maha Pencipta,” papar Shaka panjang.

Mima tertegun, dari mana Shaka bisa tau.

“Lalu apa salahnya? Selama ada cabang ilmu yang mempelajarinya?”

“Bukan cabang ilmunya yang salah, tapi nafsumu, akalmu yang tidak pernah puas. Dan ambisimu yang tidak dibarengi dengan pengalaman ibadah. Kamu berpotensi sesat dan menyesatkan.”

“Terus?”

“Maka anggap saja perjalanan ini adalah ujian, tidak perlu banyak berpikir, nikmati dan perbaiki apa yang bisa kamu perbaiki.”

“Pusing!” ketus Mima.

“Ya, juga akan semakin pusing kalau kamu terus protes dan lama beradaptasi, Bismillah … kita jalani sama-sama, ya. Aku juga engga mau terlalu lama di sini, aku kan pengen cepat-cepat ketemu kamu di masa depan.”

Mima tidak tahan lagi menentang kenyataan yang sedang dihadapi, logikanya benar-benar dibuat cacat, dia khawatir dengan kesehatan mentalnya jika terus berdebat dengan lelaki ini, maka diraihnya kembali koper itu dan berjalan menunggu mobil travel untuk segera tiba di rumah.

Shaka dengan sigap mengangkat koper milik Mima dan memasukannya ke bagian belakang mobil, dibukanya pintu belakang untuk gadis itu, sedangkan dia duduk di sebelah supir.

“Pak, sempat nggak kalau mampir ke MAN Padusunan sebentar?” tanya Mima dengan bahasa minang.

“Kan hari ini tanggal merah, Dek!” jawab sopir juga berbahasa minang.

Shaka meraih sebuah kalender duduk di bagian depan mobil, diambilnya kalender harian yang sedang menunjukkan tanggal 6 Juni 2013.

“Sekarang lagi libur Isra’ Mi’raj, Ay!” Shaka menunjukkan kalender itu pada Mima, untuk semakin meyakinkan Mima bahwa mereka sungguh sedang berada pada tahun yang cukup jauh.  Mima hanya diam membuang pandangannya.

Sesekali Mima melirik ke depan karena mendengar Shaka berbicara menggunakan bahasa minang dengan lancar. Selebihnya Mima hanya diam sampai mereka tiba.

***

Mata Mima berkaca menatap bagian depan bangunan rumah bernuansa putih tulang, pondasinya lebih tinggi dari tanah, ada tangga kecil yang terhubung dengan teras yang luas, sebagaian bangunan sudah terbuat dari beton, sedangkan bagian atasnya masih dari papan. Halaman rumah yang luas ditumbuhi pohon bunga yang tersusun rapi posisinya.

Tidak jauh dari bangunan utama, berdiri pula sebuah rumah dengan atap khas sumatera barat bagian pesisir, kedua bangunan itu adalah milik Mima, harato pusako tinggi, harta yang dimiliki oleh keluarga dari pihak ibu atau perempuan. Dari harta tersebut, mereka diberi hak pengelolaan, bukan kepemilikan.

Selain karena simbol tradisi matrilineal, peninggalan itu menjadi milik Mima karena dia hanya satu-satunya cucu sang nenek, tidak hanya kedua bangunan klasik itu, beberapa petak sawah dan parak lado di bagian belakang dan samping rumahnya juga menjadi milik Mima yang hasilnya menopang biaya sekolah Mima sejak nenek tidak ada.

“Alhamdulillah,” Shaka berdiri disamping Mima setelah mengeluarkan koper hitam dari bagasi.

Tanpa memperdulikan Shaka, Mima berjalan masuk ke rumahnya, lelaki itu mengekori Mima sambil membawa koper masuk ke dalam.

Mima mengabsen satu persatu sisi rumah peninggalan nenek, di atas buffet antik tempat mug dan barang-barang kuno milik sang nenek, terdapat lipatan sisa kain kafan, alcohol dan kapur barus.

Kasur lantai masih melintang di ruang tengah, di atasnya ada kain jarik dan selendang yang dilipat.

“Ini hari ke tujuh kepergian Nenek,” ucap Shaka pelan.

Mima hanya diam, beralih ke beberapa bingkai foto di dinding, potret dirinya bersama sang nenek masih terpajang estetik.

Bau kapur barus menyengat indra penciuman, ruas kenangan Mima tiba-tiba kembali pada saat seorang guru memanggilnya saat berada di kelas untuk mengabarkan bahwa Neneknya meninggal dan dia harus pulang ke rumah.

“Kenapa kita nggak kembali di hari waktu masaih ada nenek?” tanya Mima pada Shaka.

Shaka menggeleng dan menaikkan kedua bahunya, kadang ada hal-hal yang memang Shaka tidak tau jawabannya.

Ketukan terdengar dari pintu depan, seorang perempuan memanggil nama Mima. Mima sudah tidak merasa asing maupun aneh lagi sejak tiba di rumah. Dia berjalan menuju arah suara.

“Tek Na?” ucap Mima melihat seorang wanita yang membawa rantang susun.

“Maaf ya, Etek agak lama. Ini rendang buat makan malam, ada ketan juga tadi Etek beli di simpang,” ucap Tek Na menyerahkan rantang.

“Makasih, Tek. Ndak masuk dulu?”

“Ndak usah, Mim. Etek mau ke ke surau, ada pengajian isra mi’raj.”

“Baik, Tek. Makasih dih,”

“Jadih, sama-sama, Sayang!”

Ratna, adalah nama asli dari perempuan yang Mima panggil Tek Na yang merupakan singkatan dari Etek Ratna, tetangga jauh yang masih  memperhatikan Mima sepeninggalan neneknya. Tek Na yang setiap hari mengantar masakan untuk Mima.

Mima membawa makanan itu ke dapur, sudut yang lagi-lagi masih berbau kenangan, sekilas bayangan nenek menjelma saat mengajarkan Mima memasak rendang sapi kesukaan Mima, nenek bilang saat memasak rendang tidak boleh banyak bertanya, maka sepanjang memasak Mima hanya memperhatikan dengan seksama.

“Em, Ay!” Shaka datang membuyarkan lamunan Mima.

“Boleh minta makanannya? Aku laper!” Shaka tergiur melihat rantang susun yang Mima bawa.

Tanpa menjawaba ucapan Shaka, Mima meletetakkan makanan di atas meja, Shaka duduk menunggu Mima menyajikan makanannya.

“Buka aja sendiri, Gue mau tidur, cape!”

Mima berbalik badan meninggalkan Shaka.

“Ay!” cegah Shaka.

“Panggil Mima aja bisa kan?”

“Nanti aku langsung ke rumah belakang, ya. Aku akan tinggal di sana selama kita di sini.”

“Loh, bukannya kita suami istri? Kenapa nggak tinggal serumah?” cibir Mima.

“Iya, kamu memang istriku di masa depan, makannya aku engga mau rusak semuanya sekarang,” ungkap Shaka santai sambil membuka satu persatu susunan rantang.

“Satu lagi, Ay. Jangan pake bahasa Lo Gue dong, kasar banget, nggak cocok sama wajahmu yang cantik dan anggun. Lagipula kita sedang di kampung, bukan di Jakarta.”

Mima tidak lagi memperdulikan ucapan lelaki itu dan berlalu ke kamarnya. Baginya Shaka atau apapun tugasnya, hanya omong kosong dan dia tidak mau memperdulikannya.

***

Mima mendorong jendela kayu kamarnya, seketika alam memamerkan hijaunya sawah, merahnya cabe bergantungan di pohonnya yang berbaris, juga birunya pegunungan dari bagian samping rumah. Kamar Mima berpas-pasan dengan jendela samping  rumah panggung kecil dengan pendopo luas yang dia sebut rumah kebun, biasanya nenek menggunakan rumah itu untuk memilah cabe atau tomat ceri yang baru dipetik.

Kamar Mima masih sama bersih dan rapi, dengan nuansa monokrom, sebagian besar barang Mima berwarna hitam, warna kesukaan Mima. Diantara banyak makna tentang hitam, Mima menyukai warna ini hanya karena hitam identik dengan kesunyian.

susunan barang-barangnya masih dia hafal. Mima menutup pintu dan mendapati baju sekolahnya bergantung di cantolan paku, diraihnya seragam panjang putih abu-abu lengkap dengan jilbab renda dan papan nama yang sudah terbordir di bagian dadanya.

Selanjutnya Mima menuju meja belajar yang masih sama kokohnya, di sana adalah sudut terbaik Mima mengulas semua materi dan pengetahuan untuk diserap otaknya.

Tidak hanya barisan buku teks, juga terdapat buku-buku Paul strathen dan fiksi-fiksi filsafat kegemarannya. Mima membereskan buku-buku yang tersusun di atas meja, dia akan menyimpannya dan mengganti dengan buku-buku teks fiqih, hanya ilmu itu yang ingin dia dalami saat ini.

“Wah,” Mima mendapati potongan foto yang dia jadikan pembatas buku, “Dheo!” ucapnya sambil tersenyum mengingat lelaki itu.

“Kalau aku kembali ke sekolah, berarti aku akan kembali bertemu …?” pikirnya, tiba-tiba dia kembali bersemangat.

“Sepertinya perjalanan ini tidak akan terlalu berat!” serunya sambil memegang foto itu.

“Selain remedial nilai Fiqih, barangkali aku bisa meremedial masa depan kita, Dhe,” gumamnya antusias.

Suara cukup keras tibat-tiba terdengar dari arah luar jendela, Mima menjengah ke asal suara, ternyata suara Shaka yang sedang membuka jendela samping rumah kebun.

Saat sadar Mima menjengahnya, lelaki itu langsung melambaikan tangan, memiringkan kepala dan mengedipkan sebelah mata.

Mima melewatkannya begitu saja dan menghempaskan diri ke atas kasur sambil memeluk foto Dheo di dadanya.

_______________________________________

Catatan Kaki

Matrilineal : Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.

Parak lado : Kebun Cabe

dih/jadih : Ya/Iya.

Terpopuler

Comments

Rosida maghrib

Rosida maghrib

ceritanya bagus kk...suka dehhh karakter Mima ni

2024-09-03

0

Siela Roslina

Siela Roslina

lanjut kak

2023-11-01

0

Yuli Fitria

Yuli Fitria

Boleh di ketawain kan ya Ayumna 😂

2022-08-11

0

lihat semua
Episodes
1 Ambisi Mima Ayumna Lenkara
2 SALAM
3 Surat Elektronik dan Tiket Kereta Api
4 Kondektur Hitam Manis
5 Kembali ke rumah
6 Kembali ke sekolah
7 Dheo dari Antartika
8 Lelaki di rumah kebun
9 Suami dari masa depan
10 Obat penurun panas
11 Wali Kelas
12 Ayo jadian!
13 Berkelana
14 Sandiku, Namamu
15 Terlukakah Tuan Putri?
16 Saturdate
17 Contreng Pertama
18 Satu Ramadhan
19 Sahur On The Road
20 TERTANGKAP
21 Filosofi Kereta Api
22 Contreng ke dua
23 Ingin Hidup Lama
24 Misi Contreng III
25 Kalamai
26 Nonton Bioskop
27 Terima Rapor
28 VITAMIN C
29 Ulat pada daun teh
30 Duduk Gembira
31 Gaun Putih Yang Ternoda
32 Malaikat Subuh
33 Halaman Rapor Terakhir
34 Pulang
35 Bukan Mimpi
36 Kereta Yang Sama
37 Istri Dari Masa Depan
38 Kenalan
39 Bandara dan pertemuan manis di dalamnya
40 Sampai Jumpa!
41 Follower baru
42 Unfollow
43 Hijab Biru Muda
44 Investasi Jangka Panjang
45 Bukan Update
46 Fitting
47 Musala
48 Farhana
49 Melepas tanpa pernah menggenggam
50 Terbunuh Ekspektasi
51 Jadilah bridesmaidku
52 Hari Baru Untuk Mima
53 Gerbong Rasa
54 Sesi Introgasi
55 Sandiku Namamu
56 Pecel Ayam
57 Mengembalikan Sepeda
58 Bersedia?
59 Kamu adalah kemeriahan
60 Selamat bertugas, Mas Kondektur!
61 Begini kah rasanya?
62 Sebaiknya kita bertengkar
63 Luka
64 Badai
65 Bunga Kemboja
66 PENUTUP.
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Ambisi Mima Ayumna Lenkara
2
SALAM
3
Surat Elektronik dan Tiket Kereta Api
4
Kondektur Hitam Manis
5
Kembali ke rumah
6
Kembali ke sekolah
7
Dheo dari Antartika
8
Lelaki di rumah kebun
9
Suami dari masa depan
10
Obat penurun panas
11
Wali Kelas
12
Ayo jadian!
13
Berkelana
14
Sandiku, Namamu
15
Terlukakah Tuan Putri?
16
Saturdate
17
Contreng Pertama
18
Satu Ramadhan
19
Sahur On The Road
20
TERTANGKAP
21
Filosofi Kereta Api
22
Contreng ke dua
23
Ingin Hidup Lama
24
Misi Contreng III
25
Kalamai
26
Nonton Bioskop
27
Terima Rapor
28
VITAMIN C
29
Ulat pada daun teh
30
Duduk Gembira
31
Gaun Putih Yang Ternoda
32
Malaikat Subuh
33
Halaman Rapor Terakhir
34
Pulang
35
Bukan Mimpi
36
Kereta Yang Sama
37
Istri Dari Masa Depan
38
Kenalan
39
Bandara dan pertemuan manis di dalamnya
40
Sampai Jumpa!
41
Follower baru
42
Unfollow
43
Hijab Biru Muda
44
Investasi Jangka Panjang
45
Bukan Update
46
Fitting
47
Musala
48
Farhana
49
Melepas tanpa pernah menggenggam
50
Terbunuh Ekspektasi
51
Jadilah bridesmaidku
52
Hari Baru Untuk Mima
53
Gerbong Rasa
54
Sesi Introgasi
55
Sandiku Namamu
56
Pecel Ayam
57
Mengembalikan Sepeda
58
Bersedia?
59
Kamu adalah kemeriahan
60
Selamat bertugas, Mas Kondektur!
61
Begini kah rasanya?
62
Sebaiknya kita bertengkar
63
Luka
64
Badai
65
Bunga Kemboja
66
PENUTUP.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!