Wali Kelas

“Aku mewakili sekolah untuk lomba cerdas cermat, lusa.” Dheo menoleh ke belakang saat sepeda  motor berhenti karena lampu lalu llintas, sementara mata Mima memeriksa kiri dan kanan takut tertangkap Pak Fauzi lagi.

“Oh-Oh ya? kamu akan menang!” jawab Mima, yang dia tau Dheo memang selalu memenangkan pertandingan, apalagi jika itu cabang bahasa Indonesia dan sastra.

“Eh kok gitu?”

“Iya kok, memang menang.”

“Aamiin, makasih doanya. Kalau aku menang, kita jadian yuk?” jawab Dheo spontan, tangannya sudah meraih telapak tangan Mima, kepalanya diputar ke belakang untuk mengamati raut wajah gadis itu.

“Ha?” jawab Mima dengan tatapan tak percaya.

Mereka cukup dekat selama satu pekan, Dheo sering mengirimnya pesan singkat untuk mengucapkan selamat pagi dan malam. Pernah satu kali Dheo mengirim pesan agak panjang, tapi di layar ponsel Mima hanya terbaca sebagian, di ujung teks muncul tulisan sebagian teks hilang.

Mima mengernyit atas ajakan Dheo.

Apa kamu baru  terpikir untuk sebuah momen jadian padahal selama satu pekan kita begitu bebas, memegang tangan, mengusap kepala, senderan, bahkan pernah mencuri satu ciuman di pipiku, kan? waktu kita menghabiskan waktu di pantai kata, sabtu lalu?

Bermesraan dengan kedok belajar bersama sampai lupa waktu, Mima bahkan pernah ketiduran saat menemani Dheo belajar di  kos-kosan.

Jadi selama ini?

“Iya, biar aku semangat lombanya,” ujar Dheo lagi.

Lampu berubah hijau, kuda besi legenda kembali berlomba dengan kendaraan yang melesat menuju tujuan masing-masing.

“Kalau engga menang kita temenan aja?” sarkas Mima.

“He, ya ngga juga, gimana kamunya aja nanti.”

Mima kecewa, secara tidak langsung Dheo mempertaruhkan kedekatan mereka ke depan, tapi bukan Mima namanya kalau mudah putus asa, apalagi dia tau Dheo memang akan menang.

***

Jam pelajaran kosong sebelum istirahat ke dua, ketua kelas mengabarkan ada rapat guru dadakan. Semua siswa bersorak gembira, sedangkan Mima memilih menyelesaikan tugas yang diberikan.

“Masih aja belajar kau itu, Mim. Happy aja sesekali kenapa?” ledek Farha—teman sebangku Mima yang  sedang menggeleng-geleng kepala mengikuti alunan musik dari blackkberry cina miliknya.

Farha menyodorkan sebelah headsetnya untuk Mima.

“Ha, nyanyi dulu lai kita sebentar, anggap aja relaksasi” ajak Farha.

Mima menempelkan penyambung suara itu, terdengarlah alunan lirik yang dinyanyikan anggota grup Tangga.

Cinta tak mungkin berganti, secepat saat aku jatuh hati.

Lagu yang cukup populer di zaman Mima SMA, dan juga sangat cocok dengan kehidupan percintaanya.

Mima melirik ke bangku belakang, ada yang kurang dari padangan mata karena tidak ada Shaka, tapi yang lebih meresahkan justru bangku di sebelah Shaka yang juga ikut kosong.

Dheo kemana?

Mima tau di mana Dheo, dia menyerahkan kembali headset itu kepada Farha dan berjalan keluar untuk memastikan apakah Dheo sungguh di tempat yang dia duga.

Mulai menyusuri koridor belakang kelas yang sempit, lorong itu cukup gelap tapi tidak pernah sepi, langkah Mima berhenti saat melihat sekumpulan siswa lelaki, terutama lelaki yang sedang memangku dan memetik gitar sambil bernyanyi.

Seseorang di sebelah lelaki itu menyikut bahu temannya sebagai isyarat untuk melihat ke arah Mima. Dheo tersenyum manis dan berdiri.

Masih dengan gitar di tangan, Dheo menghampiri Mima sambil memetik senar, memainkan intro sebuah lagu.

Cantik … ingin rasa hati berbisik

Tangannya dengan lihai memainkan kunci yang sudah dia hapal, matanya tak kalah  lihai menyelami manik hitam gadis di hadapan.

Untuk melepas keresahan dirimu, oh..

Cantik …

Seolah pujian itu memang untuk Mima seorang.

Mima menempelkan ke lima jarinya pada senar gitar agar Dheo berhenti membuatnya ke-Gr-an. Belum lagi gerombolan temannya itu sudah bersiul-sorak melihat tingkah Dheo yang tidak tau tempat.

“Malu, Dhe, rame orang,” geram Mima gemas.

“Merem aja biar ngga keliatan orang-orangnya,”

“Dih, kamu ya!” Mima memukul lengan Dheo, Dheo langsung saja menangkap tangan itu.

“Kamu ngga belajar? Bukannya besok mau lomba?”

“Kan kamu udah bilang aku bakalan menang, jadi udah gausah belajar,” kelakarnya.

“Ih mana ada ya seperti itu, mana mungkin bisa menang kalau nggak belajar.”

Dheo menyerahkan gitar pada salah satu temannya dan kembali ke hadapan Mima.

“Ke kelas, yuk!” ajak Dheo menggenggam tangan Mima, Mima mengangguk, mereka berpegangan tangan menyusuri lorong kecil itu, Dheo di depan menarik tangan Mima di belakangnya.

“Aku udah belajar, nanti malam belajar lagi. Kalau dipaksa nanti overload malah lupa semua,” jelas Dheo.

Mima mengangguk paham, Dheo memang tipe anak manusia yang tidak pernah tampak serius belajar tapi nyatanya dia juara di banyak mata pelajaran. Banyak piala yang sudah dia sumbangkan untuk sekolahnya, terutama di bidang bahasa Indonesia.

Mereka sudah di kelas, duduk di bangku masing-masing, Mima menghadap ke belakang, mereka saling bicara begitu dekat.

“Kalau besok menang, hadiahnya Blacckberry asli,Mim,” ungkap Dheo, untuknya hadiah itu sangatlah istimewa mengingat saat itu dia hanya mengandalkan ponsel nokkia Asha.

“Wah, keren lah!”

“Hem, bisa nulis di fbku, bisa akses blog tanpa perlu ke warnet, dan … bisa chatting sama minta kirim foto kamu.”

“Kok malah itu sih?” jawab Mima tersipu.

Mima ingat di masa-masa setelah kelulusan, blog milik Dheo adalah yang paling sering dia lihat. Dheo menulis banyak hal keren di sana, Mima suka, Mima jatuh cinta dengan setiap aksara yang Dheo rangkai.

“Pokoknya kalau aku menang kita jadian!”

Mima masih mencerna ajakan itu, semacam pertaruhan tapi dia senang. Itu artinya kesempatan meremedial masa depan juga bisa sekali jalan.

“Udah azan, shalat yuk!” ajak Dheo saat mendengar kumandang azan dari pengeras suara musala sekolah.

“Duluan aja!” jawab Mima sambil tersenyum sungkan.

“Oh, Oke.”

“Aku tunggu di samping musala, ya.”

“Ngga usah, Mim. Abis zuhur Pak Fauzi langsung masuk kelas biasanya,” cegah Dheo.

“Oh, Oke.”

***

Benar saja, usai shalat zuhur berjamaah Pak Fauzi -- wali kelas kelas 12 IPA Satu, masuk ke kelas. Guru mata pelajaran Fiqih itu memperhatikan satu persatu siswa yang tinggal di kelas, tentunya hanya murid perempuan yang punya alasan untuk tidak shalat.

Pak Fauzi punya kebiasaan memperhatikan ibadah siswanya di sekolah, baginya tidak ada gunanya mempelajari hukum-hukum ibadah jika tidak melaksanakannya.

Pak Fauzi merasa bertanggung jawab menanamkan pembiasaan ibadah pada seluruh siswa madrasah yang dia ajar, untuk itulah biasanya nilai akhir menjadi semacam reward sekaligus punishment jika ada siswa yang kedapatan menyepelekan urusan yang satu itu, tidak peduli seberapapun pintarnya. Begitu dia dikenal setiap kurun waktu berganti tahun.

“Mima,” panggilnya membuat Mima yang sedang membaca buku sontak terkejut, seperti dejavu, gadis itu sudah tau apa yang akan Pak Fauzi tanyakan.

“Kenapa kamu engga shalat, Mima?” tanya guru paruh baya itu, persis sama seperti yang barusan bergema dalam benak Mima.

Mima sedang memikirkan jawaban yang berbeda dari jawabannya beberapa tahun lalu.

“Em, Saya … itu … halangan, Pak,” jawab Mima gugup, tentu saja dia berbohong.

Mima tidak mau beribadah hanya karena takut dengan guru, menurut Mima dia hanya belum menemukan esensi kebutuhan beribadah, jika hanya sekedar karena takut dengan guru sama saja dia melawan nurani dan otaknya yang banyak tanya itu.

“Benar begitu? Pekan kemarin kamu juga berhalangan, berarti ini hari ke tujuh?” Pak Fauzi mencatat sesuatu di sebelah nama mima pada buku presensi kehadiran.

Astaga, dicatat?

Mima tidak menjawab lagi, setidaknya dia lepas dari penilaian buruk untuk hari ini.

Tidak lama setelah itu, siswa lain  masuk ke kelas dan siap menerima pelajaran dari guru yang paling mereka segani itu.

Kelas sunyi, Hanya suara serak dari Pak Fauzi yang sesekali terbatuk menggunakan saat terlalu lelah menggunakan metode ceramah menjelaskan materi hukum bernegara siang itu.

Dua jam mata pelajaran yang melelahkan bagi siswa, yang sebenarnya mereka takutkan bukanlah materi, tapi nasihat Pak Fauzi di setiap akhir jam tatap muka.

“Kalian yang sekolah di sini adalah anak madrasah, semestinya bukan di mata pelajaran Fiqih saja kalian bersikap seperti ini,” ucapnya memulai nasihat, mata-mata manusia yang tadinya mengantuk seketika terjaga, karena jika sudah seperti ini biasanya ada  yang sedang berperkara di kelas mereka.

“Tolong jaga diri kalian, kalian mungkin bisa bebas dari penilaian saya, tapi tidak dari Yang Maha Mengawasi. Saya bertanggungjawab karena saya guru kalian, saya tidak mau nama sekolah tercemar, terlebih nama kalian sendiri.”

“Iya, Pak …” ucap serentak siswa yang menunggu kapan bel akan berbunyi.

“Jangan iya … iya ..  aja.”

“Sebagai wali kelas, Saya tidak masalah kalian tidak bisa menjawab soal ujian, materi ini bisa didapat di manapun nanti, tapi saya kecewa kalau kelakuan kalian tidak berubah meski sudah tiga tahun belajar segala macam cabang ilmu agama di madrasah ini, maka hanya ada nila A atau C untuk kalian. Semoga ini bisa jadi cara saya menjaga moral anak didik saya dari pergaulan yang semakin mengerikan ini.”

“Terutama bagi siswa perempuan, jaga marwah kalian! Jangan lagi ada saya lihat anak madrasah pacaran boncengan di tengah jalan, pelukan di pinggang, dagu di tempel-tempelkan ke bahu lakinya, hish … malu sama tudung di kepala!”

Mima terkejut, badannya menegang, merinding seketika. Padahal tadi dia sudah merasa selamat dari sindiran karena sepertinya omelan Pak Fauzi tadi untuk semua siswa, ternyata kalimat terakhir itu tertuju untuknya.

Rasanya dia ingin menghilang saat itu juga.

Terpopuler

Comments

Rizkha Nelvida

Rizkha Nelvida

itu Nokia sebagian teks hilang klw kepanjangan SMS nya🤣🤣🤣

2022-04-22

1

nihayah

nihayah

hayolo.....ada yang baca gitu yaaa

2022-01-12

1

Neng Euis

Neng Euis

guru agama w lupaaa kyk gimnaaa

2021-11-01

1

lihat semua
Episodes
1 Ambisi Mima Ayumna Lenkara
2 SALAM
3 Surat Elektronik dan Tiket Kereta Api
4 Kondektur Hitam Manis
5 Kembali ke rumah
6 Kembali ke sekolah
7 Dheo dari Antartika
8 Lelaki di rumah kebun
9 Suami dari masa depan
10 Obat penurun panas
11 Wali Kelas
12 Ayo jadian!
13 Berkelana
14 Sandiku, Namamu
15 Terlukakah Tuan Putri?
16 Saturdate
17 Contreng Pertama
18 Satu Ramadhan
19 Sahur On The Road
20 TERTANGKAP
21 Filosofi Kereta Api
22 Contreng ke dua
23 Ingin Hidup Lama
24 Misi Contreng III
25 Kalamai
26 Nonton Bioskop
27 Terima Rapor
28 VITAMIN C
29 Ulat pada daun teh
30 Duduk Gembira
31 Gaun Putih Yang Ternoda
32 Malaikat Subuh
33 Halaman Rapor Terakhir
34 Pulang
35 Bukan Mimpi
36 Kereta Yang Sama
37 Istri Dari Masa Depan
38 Kenalan
39 Bandara dan pertemuan manis di dalamnya
40 Sampai Jumpa!
41 Follower baru
42 Unfollow
43 Hijab Biru Muda
44 Investasi Jangka Panjang
45 Bukan Update
46 Fitting
47 Musala
48 Farhana
49 Melepas tanpa pernah menggenggam
50 Terbunuh Ekspektasi
51 Jadilah bridesmaidku
52 Hari Baru Untuk Mima
53 Gerbong Rasa
54 Sesi Introgasi
55 Sandiku Namamu
56 Pecel Ayam
57 Mengembalikan Sepeda
58 Bersedia?
59 Kamu adalah kemeriahan
60 Selamat bertugas, Mas Kondektur!
61 Begini kah rasanya?
62 Sebaiknya kita bertengkar
63 Luka
64 Badai
65 Bunga Kemboja
66 PENUTUP.
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Ambisi Mima Ayumna Lenkara
2
SALAM
3
Surat Elektronik dan Tiket Kereta Api
4
Kondektur Hitam Manis
5
Kembali ke rumah
6
Kembali ke sekolah
7
Dheo dari Antartika
8
Lelaki di rumah kebun
9
Suami dari masa depan
10
Obat penurun panas
11
Wali Kelas
12
Ayo jadian!
13
Berkelana
14
Sandiku, Namamu
15
Terlukakah Tuan Putri?
16
Saturdate
17
Contreng Pertama
18
Satu Ramadhan
19
Sahur On The Road
20
TERTANGKAP
21
Filosofi Kereta Api
22
Contreng ke dua
23
Ingin Hidup Lama
24
Misi Contreng III
25
Kalamai
26
Nonton Bioskop
27
Terima Rapor
28
VITAMIN C
29
Ulat pada daun teh
30
Duduk Gembira
31
Gaun Putih Yang Ternoda
32
Malaikat Subuh
33
Halaman Rapor Terakhir
34
Pulang
35
Bukan Mimpi
36
Kereta Yang Sama
37
Istri Dari Masa Depan
38
Kenalan
39
Bandara dan pertemuan manis di dalamnya
40
Sampai Jumpa!
41
Follower baru
42
Unfollow
43
Hijab Biru Muda
44
Investasi Jangka Panjang
45
Bukan Update
46
Fitting
47
Musala
48
Farhana
49
Melepas tanpa pernah menggenggam
50
Terbunuh Ekspektasi
51
Jadilah bridesmaidku
52
Hari Baru Untuk Mima
53
Gerbong Rasa
54
Sesi Introgasi
55
Sandiku Namamu
56
Pecel Ayam
57
Mengembalikan Sepeda
58
Bersedia?
59
Kamu adalah kemeriahan
60
Selamat bertugas, Mas Kondektur!
61
Begini kah rasanya?
62
Sebaiknya kita bertengkar
63
Luka
64
Badai
65
Bunga Kemboja
66
PENUTUP.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!