Pariaman, sebuah kota di atas tanah Sumatera bagian barat, hanya sektiar lima puluhan kilo dari Kota Padang. Kota ini adalah pusat pengajaran Islam tertua di pantai barat Sumatra. Di negeri itu Mima dilahirkan, dibesarkan dan mengenyam pendidikan.
Mendiang Ibu Mima adalah guru agama, sedang ayahnya seorang salah seorang penghulu di KUA. Keluarga ini punya derajat yang cukup tinggi di mata masyarakat kampungnya, meski keduanya sudah meninggal dunia.
Mima juga tumbuh sebagai gadis yang pintar, meski tidak banyak bicara. Tidak sedikit yang memuji Mima mewarisi kecerdasan orang tuanya. Meski tanpa ekspresi sebenarnya Mima besar kepala setiap kali ada yang memuji.
Mima tumbuh menjadi pribadi yang sulit bersosial, kecenderungan menyendiri membuatnya susah berteman. Mima jarang tertarik dengan hal baru, namun jika dia sudah meletakkan perhatian lebih terhadap sesuatu atau seseorang, maka tidak mudah baginya untuk berpaling dari sana.
Entah dia beruntung atau sebaliknya saat rasa ketertarikan itu justru ada untuk Dheo. Lelaki pintar, terkenal dan pandai berkata-kata, baik dari tulisan maupun saat berinteraksi di hadapan banyak mata, meski secara fisik Dheo hanya punya kelebihan tinggi badan dan kulit kuning langsat, menurut Mima dia justri tidak ada manis-manisnya, tapi rasa percaya diri yang melekat seolah menjadi kharisma dan pemikat yang bisa membuat banyak wanita bisa terikat.
Senyum Dheo tidak manis, tapi ada energi magis. Karena cuma senyum itu yang bisa mengusik konsentrasi Mima.
Gadis itu menghentak kaki dengan keras saat melangkah menjauhi Shaka yang tampak tersenyum santai. Mima ingin menyusul langkah Dheo yang belum terlalu jauh.
Sayangnya Shaka lebih cepat dibanding gerakan Mima yang terbatas karena rok sempitnya, dengan sigap Shaka menarik ujung lengan baju Mima. Jika Mima memaksa melepaskan diri dan tangan Shaka terlepas, bisa saja dia akan terjerembanb di lantai.
“Kamu mau ke mana?” tanya Shaka sambil sekuat tenaga menahan agar kain yang dia pegang tidak terlucut dari tangan.
“Lepasin, Kondektur Ghoib!” bentak Mima sambil tetap menjaga keseimbangan.
“Kamu bisa jatuh, Ay. Ini aku cuma narik ujung lengan. Diam disitu atau aku peluk,” ancam Shaka, dia tidak mau Mima malu karena jatuh.
“Mim!” panggil Shaka saat Mima masih keras kepala dan hampir saja ambruk kalau Shaka tidak secepat kilat menahannya.
Sejenak dua pandangan bersobok begitu dekat, beruntung bunyi bel segera menyadarkan salah satu diantara mereka sebelum ada guru yang menyaksikan.
Shaka menagakkan kembali tubuh Mima, gadis itu jadi salah tingkah.
“Maaf ya,” sesal Shaka.
Mima menggeleng lemah dan berjalan ke kelas mendahului lelaki itu, Shaka berjalan pelan di belakang Mima tanpa berniat menyusulnya.
***
Shaka di kenalkan sebagai siswa baru di kelas Mima, siswi yang ada di kelas bersorak menggoda siswa hitam manis dari ibu kota, kecuali Mima tentunya.
“Kamu duduk di sebelah Dheo aja, ya,” ucap guru yang mengajar siang itu.
“Enggak masalah, Pak!”
Dheo menatap tidak suka saat Shaka menghampiri dan sekali lagi bersalaman dengannya. Mima juga tidak suka, karena itu artinya Shaka duduk tepat di belakang bangkunya.
“Oh ya, Shaka, saya juga dari pulau Jawa, di sini mengajar Matematika, anak-anak manggil saya Pak Selamet, tapi kalau di Inggris dipanggil Congratulation,” ucap guru dengan kaca mata yang selalu bertengger tidak pada tempatnya.
“Enggak lucu, Pak,” sahut salah satu anak sedangkan yang lain menahan tawa setelah melihat tatapan Pak Selamet dari kacamatanya yang melorot.
“Mim, Mima!” panggil Dheo sambil menusuk kecil bahu Mima dengan pulpennya.
Mima memutar tubuhnya ke belakang.
“Kamu pindah ke sebelah sini dong, biar Farhana yang di kanan,” pinta Dheo agar bisa duduk tepat di belakang Mima.
Farhana yang mendengar ucapan Dheo juga antusias jika harus duduk di depan Shaka.
“Mau, Mim … mau, Ambo mau, ayo tukeran bangku,” ucapnya girang.
Meski tampak diam, hati Mima jauh lebih girang. Dheo sendiri yang memintanya. Tanpa ekspresi Mima menerima tawaran Farhana dan membawa tasnya pindah, kini bangkunya di sebelah jendela dan ada Dheo tepat di belakangnya.
Farhana langsung menghadap ke belakang dan menyapa Shaka. Shaka membalas sapaan itu dengan ramah namun menunjuk ke depan agar gadis berkulit kuning cerah itu kembali mendengarkan guru yang sedang menjelaskan, padahal dia sendiri mewaspadai Dheo yang mulai mencurigakan.
“Ssut .. ssut!” desis Dheo, kali ini menepuk-nepuk pelan pundak Mima.
Mima tersenyum dalam hati, tapi ekspresi wajahnya tetap serius seolah meresapi rumus di atas papan tulis putih.
Saat dirinya menoleh ke belakang, Dheo mengulurkan secarik kertas yang dilipat. Mima mengambilnya dan sembunyi-sembunyi membaca di laci meja.
“Mima Ayumna!” teriak Pak Selamet dengan tatapan tajam, karena gerasa-gerusu sejak tadi tidak juga berhenti dari barisan meja Mima.
Mima terbelalak dan mematung, Pak Selamet menghampiri meja Mima dan mengambil paksa kertas yang sedang Mima pegang.
“Sini baca di depan kelas biar semuanya dengar!” perintah sang guru.
Mima takut, dia paling anti menjadi pusat perhatian, apalagi jika mempertontonkan hukuman.
“Maju, Mima!” ulang Guru itu.
“Itu surat dari saya, Pak. Biar saya aja yang maju,” sela Dheo sambil mendorong bangku kayunya dan berdiri untuk maju.
“Wah … wah, ada yang bela ternyata, sini maju berdua!”
Kejadian itu tentu saja membuat seisi kelas bersorak, Dheo tanpa ragu keluar dari bangkunya dan mampir ke bangku Mima.
“Yuk, nggak usah takut, ada aku!” ucapnya pelan.
Meski ragu, Mima akhirnya berdiri dan keluar dari bangkunya, mereka berdua berdiri bersisian berhadapan dengan tiga puluh lima manusia yang heboh bersorak.
“Apa yang tadi kamu baca, Mima?”
Mima diam dan menunjukkan secarik kertas pada gurunya.
“Dari siapa suratnya?”
Mima masih diam, hanya matanya yang menunjuk ke arah Dheo, Dheo tersenyum santai menikmati ekspresi Mima.
“Baca suratnya Dheo!” perintah sang guru.
Dheo mengambil kertas itu dari tangan Mima dan tidak malu membacakan dengan keras apa yang dia tulis di sana.
Mim, benua Antartika itu jauh kan? tapi Antarkita jangan, ya. Hehe. Makasih udah mau pindah duduknya. Nanti pulang bareng, yuk.
Dheo penuh percaya diri menatap Mima saat membacakan isi suratnya sendiri, Mima tersipu dan jadi salah tingkah, tapi dia tetap tidak suka menjadi bahan sorak oleh teman-temannya.
Pak Selamet geleng-geleng kepala, tapi anehnya kacamatanya tetap anteng bertengger di sana.
***
Selamat Membaca
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rosida maghrib
ngakak🤣😂
2024-09-03
0
Siela Roslina
lanjut kak
2023-11-01
0
Siela Roslina
karna yg manis cuma si kondektur😅
2023-11-01
0