Turkam Kampus

“Keindahan itu terasa nyata tanpa nafsi cukup produksi getir dalam sunyi."

💣💣💣

Dalam kelas, sebelum dosen masuk ngajar.

"Minggu depan katanya kita turkam, Vit." Kata Ika.

"Wajib kah?" Tanya gadis itu.

"Katanya sih iya."

"Saya mau kah!" Seru Avita.

"Ayo sudah. Anak-anak lainnya juga pasti mau ikut mo." Timpal Ika santai.

"Tapi, mamaku nanti tidak kasih ijin yah." Mendadak lirih dong.

Tapi .. "Saya saja nih belum tahu di kasih ijin kah tidak." Ika berusaha menyakinkan temannya itu.

Hoh. Melihat sikap dingin itu saja tidak menyakinkan diri untuk bisa sepenuhnya dapat kantong izin dari ibunda. Apalagi mengingat ayah lagi di waena, hanya bertiga saja di rumah. Kemungkinan dapat penolakan sih.

Pun, kata mereka itu salah satu syarat bisa dapat sertifikat ujian skripsi. Kalau tidak ikut turkam kampus, belum di perbolehkan masuk ruang ujian.

Sampai di rumah,

"Ma, minggu depan katanya mau turkam." Kata Avita.

"Apa itu turkam?" Beliau bingung.

"Turun Kampung, ma." Timpal gadis itu.

"Wajib kah? Pasti ndak wajib toh?" Lagi, ibunda bertanya.

"Eh, saya bilang kakak tingkatku juga sih. Katanya itu dari mahasiswa, mau ikut atau tidak. Karna itu yang buat mahasiswa tapi sudah dapat ijin juga dari pihak kampus." Urai Avita.

Tanpa menunggu lama, "ndak usah sudah ikut, ndak wajib juga mo." Langsung di tanggapi cepat, penolakan dari ibunda.

"Aih, katanya temanku wajib. Dapat sertifikat juga." Kok Avita merengek?

Jelas tahu ekspresi pun sikap keki teman sekelas, masih saja menginginkan kantong ijin ibunda.

Mendapati tawa kecil beliau, "ih? Tadi bilang ndak wajib, yang mana benar, Vit?" Bengongnya.

"Eh?" Justru ikut bingung.

Oh, "kalau tidak di kasih izin atau orangtua masih ragu, nanti pihak kampus kasih surat izin untuk turkam." Sempat Ika kasih penjelasan.

"Tapi, ma, katanya nanti kita di kasih surat izin dari kampus, untuk bisa ikut turkam." Seru Avita.

"Sudah..ndak usah pergi." Dan, tetap nihil, tidak dapat ijin.

"Tapi, ma, teman-temanku pada pergi." Ih, kenapa gadis ini masih ngotot sih?

Sudah jelas tahu sikap mereka tidak baik, apakah mau makan hati?!

"Semuanya kah ikut turkam?" Tanya beliau.

"Eng, nggak tahu juga sih, ma. Tidak semuanya deh." Timpal Avita.

Butuh menit-menit panjang dalam mendapati restu buat turkam.

Nihil.

Tapi, sebelum naik ke atas kamar.

"Berapa hari jadi turkamnya?" Kalimat tanya sempat bawa asa.

"Dusun ma." Juga di balas sangat sumringah.

Beliau merisaukan pun sama, tidak membuat dia bisa berpartisipasi dengan mereka.

Beberapa hari kemudian ..

Lah, kok berasa sunyi saat masuk kelas?

Tanpa pikir panjang, langsung nanya salah satu kakting di kampus, "kak yang tidak ikut turkam, kuliah kah?"

"Tidak, dek. Libur."

Hoh. Berasa orang terasingkan betul.

Pulang ke Sentani bertemu project di selesaikan secepat mungkin agar bisa sampaikan ke tangan bule london.

Sebelum mulai, menuliskan beberapa kata di sosmed tanpa tunggu panjang sudah ada beberapa JJS antusias ingin berpartisipasi ada juga sedih tidak pandai buat puisi.

Menulis itu ibaratkan curhat dek, anggap aja kertas itu Harris. Nah, ade curhat deh dalam bentuk tulisan.

Setelah merasa cukup dalam menerangkan untuk bangkitkan imajinasi, mendapati antusias JJS.

Senyum-senyum pun terbit.

Besok mengharuskan diri kuliah, walau sempat merasa kecewa, setidaknya dengan notifikasi dalam chatroom grup whatsapp, menjadi penawar.

Tak lepas dari diskusi seputar naskah.

Kak, bukunya nanti dalam versi apa?

Hm. Setitik ide muncul lalu dengan cepat membalas ..

Gini, kan Harris suka nge-prank fansnya. Gimana kalau giliran kita nge-prank balik? Kan ini hari ultahnya. Gpplah, buat bule itu sedikit pusing.

Langsung muncratkan tawa.

Sebagian terima masukan itu pun ada juga ..

Kak, aku mau kasih masuk saran nih, kan Harris gak terlalu pintar bahasa indonesia, takut nanti bukunya nggak ke baca. Gimana kalau di kasih ke bahasa inggris aja.

Menolak versi indonesia cukup ngundang keki dalam hati gadis itu sih.

Hanya satu orang selebihnya pada heboh dalam grup untuk tetap di terbitkan versi indonesia.

Walau senang mendominasi, saat lain pada pergi dengan egoisme, tidak ada kabar sama sekali.

Sisi lain sepi, tidak bisa ikut turkam.

Tidak tahu kapan mereka balik ke kampus.

🤎🤎🤎

Dua hari sebelum turun turkam,

"Bagaimana, Vit?" Ika bertanya.

Sudah mengharuskan kepastian mereka, beberapa yang ikut ke sana.

"Kayaknya saya tidak ikut deh." Timpal Avita, sangat bergetir.

"Kenapa? Padahal mereka ikut hampir semua baru, masa kamu tidak mau sih?" Ada sorot tersimpan kecewa.

Fine, gadis itu akui dalam menghargai teman sekampusnya terus perhatian menanyai nafsi jadi atau tidak, kalau dari orangtua ngelarang, bisa apa?

"Bukannya tidak mau, Ika. Hanya saja mamaku larang pergi."

"Yah..atau kamu minta surat izin di dosen sali sana, biar saya yang temani ambilkan. Supaya kamu dapat izim sama mamamu, Vit." Ika mengusulkan dengan cepat.

Ok. Tahu, lewat surat itu alternatif bisa pergi. Kan, sudah di jelaskan semuanya. Jadi hal cuma saja sih.

"It' okay, say. Dari kemarin juga saya bilang ke mama tapi itu sudah, tidak dapat kasih izin." Menimpali getir, menolak halus.

"Aih, padahal seru loh kalau kamu ikut. Saya saja memang awalnya tidak di kasih izin. Tapi saya bilang ke bapak-ku, bapak, masa teman-temanku ikut, saya tinggal saja tuh di rumah, kuliah sendiri lagi di kampus. Bapak-ku hanya tertawa kah, pas saya rengek gitu." Jelas Ika.

"Gitu eh?" Mendadak Avita tidak bersemangat, padahal sudah di kirim motivasi, "tapi, coba kalian datang semua ke rumahku, siapa tahu mamaku kasih izin kalau kalian yang datang?" Tapi tetiba dia mengusulkan ini.

Melihat teman kelasnya berpikir, "mau sih, tapi yang lainnya mau kah tidak ke Sentani?" Lalu beri intonasi meragukan.

"Ya sudah sih, it's okay, kalian pergi sudah. Saya tidak ikut." Fix Avita, menolak.

Setelah dua hari berlalu ..

Sebelum naik bus, ada kakting mencari Avita.

"Avita mana?" Ian bertanya ke mereka.

"Katanya sudah izin sama orangtuanya, tidak diperbolehkan pergi, kak." Ika menginfokan.

Hoh. Ian mengerti lalu menyuruh mereka angkat tas dan masuk dalam bus sembari menunggu teman lainnya belum pada datang.

Kalau mau di bilang, miris sekali tahu angkatan 2016 buat turkam tidak banyak yang tahu informasi ini.

Ian, selaku panitia berasa tak selaras, kekanakan. Padahal kalau mau di bilang Avita baik tidak punya masalah serius.

Apakah benar mengenai rumor itu?

Mereka cemburu lihat ipk tersebut, yang buat gadis itu di jauhi bahkan ada salah seorang perempuan menyebar hoax, supaya ikut membenci?

Sampai di dusun, panitia menginstruksi buat duduk rapi sembari menunggu kepala desa datang menyambut sekaligus berikan pengarahan selama turkam berjalan sekitar seminggu.

Bahkan .. Jauh sebelum melakukan aktifitas turkam, Alvian sudah merengek minta pulang lalu menelpon kakaknya jemput di dusun.

Sebagian protes. Tapi, tidak tahu kan selama berada di sana ada hal-hal menyenangkan sedang menanti.

Benar. Selama beberapa hari di sana, melukis kekeluargaan, jauh berbanding terbalik sekali saat berada di lingkup kampus.

Sisi lain, dalam kelas ..

Saat turkam sudah usai, mereka masih belum ke kampus, di berikan libur tambahan, tidak tahu berapa hari.

"Vit, waktu itu kamu ikut turkam kah?" Tanya Efraim.

"Tidak yah, kenapa jadi?" Di balas santai.

"Saya juga tidak, soalnya bapak-ku baru-baru ini meninggal jadi saya tidak tahu."

Avita menguatkan dengan kalimat, walau tahu tidak sepintar mereka yang bisa public speaking.

"Vit, kenapa tidak ikut turkam?" Yoji menegurnya.

"Tidak dapat izin sama orangtua, kalau kamu?"

"Saya tidak dapat info dari anak-anak." Kata Yoji.

Hoh. Seburuk itu kah mereka yang hanya mengandalkan circle tertentu? Parah sih, kekanakan sekali.

Ternyata melupakan kejadian tidak ikut turkam, masih belum ikhlas yak?

Padahal sudah lewat berapa minggu?

Sempat mengindahkan Nifa buat pulang sama-sama ke Sentani, singgah makan di KFC.

Tak mengelak kalau perempuan dramatis itu menceritakan keseruan tersebut selama turkam.

Bahkan tanpa sadar ada denyut getir, seperti menendang tak ikhlas.

Mereka bahagia sekali tanpa saya? Apalagi pas tahu ipk-ku sempat turun drastis. Pikir Avita sangat miris. []

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!