"Kenapa mengusik-ngusik ingin perulangan berada di dekat kaknis?"
💣💣💣
Nggak salah, bukan, kalau masih menyimpan rasa untuk orang sama?
Lantas dengan santai curhat mengenai letup cemburu itu di kakting, salah satu teman Andy. Persoalan belum move on cowok tersebut.
Kakak kasih tahu kah ke Kak Andy?
Hua..panik sekali kenapa bisa sih kakting bernama Eka itu terlalu bocor mulutnya?!
Avita merutuki kebodohannya. Huh, ternyata kakting cewek tersebut sangat cerewet tidak bisa nyimpan hal-hal sudah tersampaikan lewat SMS.
Membuang napas sangat gusar.
Vit, kata Andy besok mau ikut tidak, ke pasir dua, minum es kelapa muda?
Mendadak sangat meledak penuh bahagia dalam dada, kok bisa sih seorang Andy berikan luka lantas ada saja cara agar adiktingnya itu mengikuti strateginya?
Padahal sudah berulang kali di kasih nangis, masih saja tanpa dosa datang ngajak jalan. Fiuh.
Ada tawa-tawa menggelitik, sangat lucu kok bisa-bisanya melupa ajakan kaknis?
Tadi .. Sebelum curhat tercipta dengan Eka.
"Makan dulu kah, dek?" Andy bertanya saat sudah berada di parkiran mall jayapura.
"Filmnya jamber main kah?" Justru menanyai balik.
"Masih lama dek. Sekitar dua jam lebih."
Memutuskan untuk mengantongi dua tiket lalu di tangga eskalator, "kakak tahu, kalau ade belum makan nasi sama sekali." Uhum, tahu rutinitas gadis itu yak, makanya sengaja beli tiket bioskop dengan cepat.
Yang menimbulkan keterkejutan berbalut senang sih dari Avita.
"Dek, maaf yah?" Kata Andy.
Selalu saja terjadi seperti itu. Perulangan maaf tapi tak lepas dengan beri tangis tanpa di sadari.
"Dalam hal apa, kak?" Avita bertanya, pura-pura bodoh.
Sudah jelas seringkali di bohongi, masih saja mau diajak jalan begini.
"Semuanya."
Kenapa yak kalau berada di sekitar kaknis selalu menawari banyak simfoni menari-nari di pikir nafsi?
Mengelupas arti keterlukaan melulu di tawari.
Menguap begitu saja, ketika di berikan kalimat menenangkan jiwa telah di lukai.
"Besok jadi yah, dek?" Andy menginfokan lagi.
"Apanya?" Mendadak bingung.
"Di pasir dua."
"Oh," hanya itu tercetus dari Avita.
"Besok kakak tidak bisa jemput ade. Nanti kampusnya sama-sama Eka yah?" Intonasi berbalut tenang itulah selalu buat nafsi ingin berada terus-menerus di samping.
"Hm." Dibalas cuek.
"Kalau begitu, kita main dulu yuk di Amazone?" Tak memedulikan sikap ketas-ketus adiktingnya itu lebih memilih ngajak bermain.
Menerbitkan ruas ketakenakan berasal dari Avita, rupiah tak sedikit terus di keluarkan kaknis.
Bekal pertama dibuatin pun tak cukup menggantikan semua kebaikannya. Lantas hal apa agar bisa balas, supaya ada timbal balik.
Tidak mau di katai matre, walau tahu Andy ikhlas memberi tetap ngundang ketakenakan gadis itu sendiri.
Selalu mencari ide untuk ngebalas kebaikan tersebut, kena protes terus dari kaknis.
"Dek, kakak traktir ade itu ikhlas. Sudah, tidak usah pusingkan." Pernah Andy berkicau seperti itu.
"Dek, lempar!" Lamunan itu buyar.
Melongo sembari ngontrol ekspresi itu dan lanjut main lempar basket.
"Kak, sudah jamber?" Kata Avita.
Cukup ngundang letih, napas terdengar putus-putus.
"Sudah jam setengah empat sore, dek." Menimpali sambil lempar senyum.
"Haus.."
"Oh, ayo dek, kakak belikan sudah. Atau, kita ke bioskop saja, beli di sana." Andy mengusulkan.
Butir-butir ketakenakan trus terproduksi dalam batin Avita mengenai hari ini lihat kaknis mengeluarkan rupiah sangat tak terkontrol.
Antri membeli pop corn sekalian minuman.
"Ayo dek.." Andy menarik lengan gadis itu, ketika teater mereka di buka.
"Saya bisa sendiri, kak!" Menolak halus.
Avita sadar bahwa selama jalber dengan cowok itu batas menyenangkan rasa, bukan menginginkan diksi kita dalam hubungan nyata.
Fine. Dianggap sebagai adik kok. Tapi menyenangkan bukan?
Hoh. Dasar .. Hati perempuan mudah terperangkap dengan nyaman.
"Dek, pulang nanti langsung istirahat eh? Jangan jalan lagi." Andy berperasan, saat sudah duduk di kursi bioskop.
"Eh?" Tidak mendengar baik.
Justru memamerkan tawa khasnya. Cukup ngundang decak kesal dari Avita. Bukan tawa di minta tapi kalimat barusan tercetus.
🖤🖤🖤
Vit, sudah di mana? Lama sekali.
Mengerucutkan bibir, kenapa tidak bisa nunggu?! Gagal ngaret kan.
Tunggu kak. Baru pakai baju nih.
Avita yang sedari tadi buru-buru, tapi ada yang buat sabar itu tersulut emosi, ketika ..
Oh, kalau begitu saya mandi dulu, eh, Vit.
Dan, umpatan juga sumpah serapah keluar dari mulut gadis itu.
Mengalah paling mendominasi kena mental, dikira tidak bisa melawan kah?
Menyulut emosi sekali, menjadikan nafsi memperlambat gerakan mengenakan jilbab dan sudah mageran saja diatas kasur sambil main game favorit, candy crush.
Kalau jadi hari ini, bilang. Kakak ada di kampus.
"Ah, apa nih..ojeknya saja belum siap." Kesal Avita.
Bad day gegara Eka bodoh yang terlalu ngaret itu.
Selang beberapa detik, SMS lain masuk ..
Vit, Andy bilang sudah ada di kampus. Kamu sudah siap kah?
Mengerucutkan bibir dan menyindir SMS tersebut. Kalau belum ngapa-ngapain tidak mungkin kan memberitahui lebih awal ke Eka, hah?!
Daripada dalam kamar ngumpat tidak jelas langsung menelpon.
"Ok. Kalau begitu saya naik taksi sudah ke sana." Putus Avita akhirnya, ngalah lagi.
Tahu kakting labil itu sedang berurusan di bank, bayar spp kuliah jadi dia inisiatif ke sana. Karena masuk lorong rumahnya terbilang macet.
Sampainya di sana, melihat perempuan tersebut sibuk mengancing ranselnya.
"Kak Andy katanya masih tunggu bimbingan kak." Menginfokan.
"Iyo, tadi juga dia bilang saya. Naik sudah."
Hoh. Ngapain Avita melapor kalau sudah tahu?
"Kakak sudah urus kah?" Bingung gadis itu.
"Sudah."
Naik ke atas motor sambil melihat sekilas bank tersebut.
"Bisa bayar ternyata disini eh? Eh, maksudku ada banknya juga di sini. Saya pikir ada di abe saja kah."
"Yo..ngapain bayar jauh-jauh kalau ada yang dekat? Di sentani ada baru, Vit."
Hiya ini saja baru tahu kurang ajar..cibir gadis itu dalam batin.
"Vit?" Eka memanggil.
"Yah?"
"Nanti ajak Marthin juga eh?" Kata Eka.
"Boleh."
"Tapi, jangan bilang saya yang ajak."
"Kenapa?" Justru Avita bingung dong.
"Nanti dia tidak mau ikut."
Jadi bisa tersimpulkan kalau keduanya simpan rasa tapi teman seangkatannya hanya menanggapi sebagai kakak berbanding terbalik dengan perempuan itu.
Hoho paham betul, kalau nanti sampai di sana bakal menjadi obat nyamuk.
Sudah di mana dek?
Mendapati SMS dari Andy, ketika mereka telah sampai di depan gerbang kampus.
"Kak Eka, sudah dapat SMS nih." Avita menginfokan.
"Tidak usah balas, kita sudah mau masuk USTJ juga." Eka menimpali cuek.
Seorang dari tadi mencari keberadaan gadis itu pun langsung tersenyum, akhirnya sampai juga di kampus.
Tidak sendiri di indihome, ada Atri dan Danang.
"Itu sana Andy. Samperin sudah..bilang kita langsung saja ke sana. Oh yah Vit, jangan lupa bilang Marthin. Dia kampus kah?" Cerocos Eka.
"Kayaknya tidak ke kampus, biar nanti kita telfon saja sudah, kak." Ativa menimpali sangat cepat.
Kurang tahu jelas hubungan keduanya seperti apa. Kemungkinan batas menjadi pengagum rahasia dan sudah merebak luas di ruang sistem informasi.
Melihat Avita berjalan santai ke mereka, "bro..bro, titip laptopku di ko eh? Sa mau jalan dulu." Andy langsung tertawa.
Kebiasaannya yang tidak bisa terlepas.
"Ke mana? Bah, Andy begitu sekali tra ajak-ajak lagi." Danang melayangkan protes.
"Haha, biasa. Kalian di kampus saja." Kaknis itu tidak memberitahui destinasi ingin di tuju.
Syukur masih ada Atri yang tidak mau ke sana, tahu perjalanan terpaut aksa dan lebih memilih netap di kampus menunggu temannya kembali.
"Nanti sa balik ke kampus. Cepat-cepag saja." Andy langsung mengenakan sling bag kecil dan berlari pelan ke arah motornya.
"Sudah sana..naik ke motornya Andy." Eka mengusir secara halus, dibaluti canda.
Sebelum menyusuli kaknis, "cie..yang nanti di gonjeng sama uhuk.." Avita menggodanya.
Sangat jelas raut itu dihiasi semu-semu malu, salting.
"Kak, nanti kita jemput Marthin dulu." Avita berkata dengan cepat. Kala telah keluar dari dermaga kampus.
"Sudah telfon, dek?" Andy bertanya.
"Belum sih," justru di balas cengir.
Andy pun menghentikan motor itu, "telfon sudah, dek." Putusnya.
Tanpa menunggu panjang, akhirnya teman sekelas respon panggilan itu.
Sebentar, ada keraguan ketika ..
"Ada kak Eka kah tidak?" Marthin menanyai hal ini.
Cukup memproduksi bingung dari wajah gadis itu sendiri.
Kok terkesan ketaksukaan, bukannya saling suka?
Sambil melihat ke sorot mata kakting perempuan itu, dibaluti asa. Jujur, retak itu terasa kalau mendengar percakapannya.
"Tidak ada kah, mau ikut kah tidak?" Please..semoga Marthin mau pergi. Bisik Avita dalam batin.
"Ok, jemput sudah, biar sa yang jalan ke depan. Tunggu disamping gereja sudah."
Bernapas lega, tapi melihat ekspresi dari teman sendiri, berbalut kecewa pun amarah sedang di pendam.
"Sudah..ayo naik! Keburu siang nih." Desak Avita.
Jelas kok, kalau tadi mengumpat kecil yang tak dipedulikan gadis itu.
Dan Marthin berjalan tak minat ke arah motor kakting tersebut.
Sedangkan Eka mundur ke belakang, "mau pake helm?" Menawari.
"Ah, tidak kak. Saya pakai topi saja." Sambil membenarkan topi itu ke depan.
Selalu menggunakan kalimat formal jikalau bersitatap dengan kakting satu itu.
Avita sesekali memerhatikan dari belakang, cuek bebek diatas motor tapi akhirnya saling ngobrol asik.
Sori .. Sudah bikin ko kecewa, kasihan Kak Eka nantinya jadi obat nyamuk. Bisik Avita dalam batin.
Syukur kok bisa ngobrol dengan perempuan itu tanpa harus bungkam.
Berbanding terbalik dengan mereka, tertawa lepas diiringi obrolan.
Singgah di pom bensin dok V atas, "loh? Kalian tidak isi bensin juga kah?" Avita melongo.
"Eh? Kak Eka, mau isi juga kah?" Marthin ikutan bingung.
"Coba lihat, masih ada kah tidak bensinnya? Kalau kurang, isi sudah. Biar sa dan Avita tunggu di sini." Menimpali dengan santai sambil nunjuk ke jok motor menggunakan dagu.
Menyalakan kembali mesin motor, "sudah diatas garis merah nih, kak." Kata cowok itu.
"Oh, isi sudah sana." Sambil merogoh tas selempangnya lalu mengeluarkan selembar berwarna hijau.
Ngobrol ringan dengan Eka sambil menunggu kedua orang itu selesai isi bensin.
"Ayo naik dek." Ucap Andy, ketika sudah selesai lebih awal.
"Tunggu Marthi dulu kak. Dia masih isi bensin tuh.." Avita menunjuk ke arah antrian tersebut.
Hoh. Kaknis tak menyadari kalau masuk ke sana juga.
Terbilang lama, "lama apa yoo, kak Eka, ayo sudah naik ke sini, kita bonri ke pasir dua!" Yang buat Avita iseng menggoda kaktingnya itu.
"Sembarang saja." Walaupun sempat bingung, tetap bisa protes dong.
Sampai di pasir dua ..
Gadis itu duduk hilangkan penat diatas motor berjam-jam sedangkan dua cowok itu saling lempar pandang mau pesan apa begitulah isyarat tersebut.
"Di mana duduk?"
Andy menunjuk ke arah di mana adiktingnya duduk.
"Tidak panas kah di sana?" Eka tidak menyakinkan dengan pilihan temannya itu.
"Ke sana dulu sudah." Cowok itu pun berjalan pelan lalu menyimpan tas di atas meja.
"Bisa nih," langsung menyakinkan dengan senyum khasnya.
Fiuh. Kak Andy mengganggu konsentrasi gadis itu saja saat menenangkan pikir.
"Dek, foto yuk?!" Andy mengajaknya.
"Foto sudah, saya mau istirahat dulu." Avita menolak dengan ketus.
Jujur, masih terasa sakit di beri harapan palsu.
"Dek, pinjam kameranya kah?" Andy berkicau lagi lalu di berikan tanpa kata.
"Vit..Vit, foto yuk!" Kali ini Marthin yang mengajak.
"Kak, tidak mau ikut foto kah?" Dan Avita menawari ke kakting yang dari tadi hanya bisu di tempat.
Kasihan di kacangin sama teman sekelasnya gadis itu.
Eka menggeleng pelan sambil mangku kedua tangan di dada dan melihat pandangan ke bawah.
"Kalau begitu, kita pesan makanan dulu sudah eh?" Avita pun mengusulkan.
Uh, peka sekali, "ayo..pesannya di sana toh, dek?" Andy langsung menimpali dong.
Usai memesan di kasir, sedikit terjadi cekcok di sana.
"Sa yang bayar sudah," putus Avita cepat sebelum lihat kaknis keluarkan dompet.
"Kakak saja dek yang bayar." Potong Andy.
"Tidak usah! Sa saja yang bayar kak!" Lagi masih keuhkeuh.
Andy membuang napas panjang, "yasudah ade yang bayar. Kakak ngalah. Tapi, dek.." Menggantungi kalimat itu.
"Apa?!" Yang langsung di desak.
"Minumannya biar kakak yang bayar yah?" Pintah Andy.
"Hm.." Dibalas cuek.
Setidaknya ada lima puluh persen bayar makanan itu, tidak mengantongi ketakenakan hati lagi.
Masih berdiri depan kasir, lihat menu lain, "senyum dek.." Kata Andy lalu memotretnya.
"Bagus dek," kaknis memberikan pujian dari hasil jepretannya ke Avita.
"Vit, pinjam HP kah?" Kata Marthin.
"Kenapa pindah lagi?!" Memuncratkan protes dong.
"Katanya disitu tidak dapat pemandangannya, Vit. Makanya Marthin suruh kita pindah ke sini." Eka merespon dengan santai.
Sejak sampai di pasir dua, ngedate, kakting itu tidak banyak bicara. Tidak tahu kenapa.
"Kak, ayo foto." Marthin mengajaknya.
Merasa puas selfie berdua, kok .. "Vit, fotokan sa dengan kak Eka kah." Marthin mau minta jasa photo graper dadakan?
"Kak, senyum" Ucap Marthin
Setelah memotret mereka, "ah..masa kalian berdua saja yang di fotokan tuh. Foto sa juga dengan Kak Andy!" Avita pun protes sambil serahkan lagi HP itu ke temannya.
"Sudah nih,"
"Bagus," cetus Avita diam-diam tersipu tapi simpan tangis.
Hah. Daripada memikirkan hal yang ngundang luka lebih baik ..
"Eh, kita foto berempat ayo!" Seru gadis itu.
"Cepat, sebelum hujan nih." Andy menjawab sambil sibuk melap lensa kamera gadis itu yang terkena rintik-rintik yang jatuh dari langit.
"Beh, mendung. Tra asik sekali, padahal mau foto lagi baru." Avita memberengut kesal.
Ok. Tadi sempat selfie juga berdua kok, seperti sepasang kekasih realita.
Hah. Ngedate di pasir dua hanya sepasang orang terjebak oleh ketakseriusan menaruh dalam hati mereka.
Mengambil tempat di dalam kafe, "hm..ini sambelnya tidak enak yah," Avita mengeluh dengan mencium aroma tersebut.
"Kenapa jadi, dek?" Andy penasaran.
"Ini, mereka tidak tumis baik. Masih ada bawang putihnya, mentah." Gadis itu mengkritik.
"Sstt..suaranya ade di pelankan. Nanti mbaknya dengar, tidak enak, dek." Andy menegurnya dengan pelan tapi diiringi kekehan juga.
Sempat kaknis memuji cara mengkritik sambel tapi ditanggapi biasa saja sih.
Dan, ngedate di pasir dua di temani aroma dari hujan cukup ngundang luka tapi ada kesenangan tersendiri juga sih. []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments