Beberapa hari kemudian, di sebuah ruang kerja yang terlihat begitu elegan. Terdapat seorang pria tampan tengah mengerjakan beberapa berkas kerja sama yang dikirimkan ke agencynya. Wajahnya begitu serius hingga melupakan jika waktu sudah menunjukkan jam makan siang.
Galaksi, pria tampan itu seakan melupakan segalanya jika sudah bekerja. Dia akan berubah menjadi pria workholic, jika menyangkut pekerjaannya. Hingga tak ayal, jika dalam kurun waktu 6 tahun, agencynya begitu maju dan terus berkembang hingga di seluruh negara New York.
Tak lama, perhatian Galaksi terganggu saat mendengar suara ketukan pintu.
"Masuk!" perintahnya tanpa mengalihkan wajahnya dari berkas di tangannya.
Seorang pria dengan tubuh tegap berjalan memasuki ruangan. Dia menunduk hormat pada Galaksi yang begitu tak memedulikan kehadirannya.
"Maaf, Tuan. Saya kesini membawa berkas yang Anda minta." Seketika pandangan Galaksi mendongak. Dia meletakkan berkas bernilai milyaran tersebut hanya untuk mendengar informasi yang dibawakan Star, asistennya.
"Apa yang kau temukan?" tanya Galaksi dengan suara tegasnya.
Star menyerahkan berkas itu pada Galaksi dengan sebuah amplop coklat begitu tebal. "Semua yang Anda cari sudah ada di dalam sana, Tuan."
"Terima kasih," sahut Galaksi sambil mengambil berkas tersebut. "Kau boleh pergi!"
Sepeninggalan Star, Galaksi segera membuka berkas itu dengan tak sabaran. Jantungnya berdegup kencang dengan keringat dingin membasahi tangannya. Tanpa bertanya pada Star, Galaksi sudah bisa menebak berkas apa yang dia bawa.
Permintaannya beberapa hari yang lalu masih terngiang dalam pikirannya. Hal ini lah yang dia tunggu sampai tak bisa tertidur nyenyak. Bayang-bayang wajah Mars dan Venus tentu begitu berkelabat hingga membuat dirinya begitu penasaran.
Sobekan terakhir akhirnya membuat isi di dalamnya terlihat. Galaksi segera membuka lipatan kertas putih dan mulai membaca kata tiap kata yang tergores tinta di sana.
Ekspresi wajahnya berubah. Terkadang matanya begitu tajam, tapi tiba-tiba berubah mengerutkan kening. Seakan tak ada satu orang pun yang mampu membaca ekspresi wajah Galaksi saat ini. Hingga tatapan matanya terfokus dengan satu nama yang begitu tak dia duga. 'Antariksa' adalah nama orang tua si kembar.
Ya, berkas yang ada ditangan Galaksi adalah berkas akta kelahiran. Entah Star dapat dari mana foto copy berkas penting ini, yang pasti pekerjaan pria itu begitu mulus. Hingga membuat Galaksi selalu bangga dan puas dengan hasil jerih payah asistennya itu.
Bagaimana bisa dia adalah ayah dari mereka. Wajahnya saja tak ada kemiripan, batin Galaksi sambil menatap ke depan dengan pandangan kosong.
Pikirannya menerawang dan kembali ke pertemuan saat di Mall. Dia juga ingat betul bagaimana wajah Mars yang begitu mirip dengannya saat kecil. Hingga hal itulah yang membuat Galaksi merasa ragu dengan berkas ini. Pandangannya kembali beralih ke berkas dan membaca kelanjutan dari apa yang tertera di sana.
"Kenapa nama orang tua mereka hanya Antariksa. Bagaimana dengan ibu kandung si kembar?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Sungguh Galaksi semakin janggal dengan akta kelahiran ini, dan dirinya harus mencari tahu. Entah kenapa ia tak mempercayai berkas yang dibawa oleh Star. Pikirannya menganggap pasti ada kesalahan dengan berkas ini. Hingga tangan Galaksi meraih ponsel miliknya dan hendak menghubungi seseorang. Namun, saat dirinya siap menekan tombol panggil, suara pintu terbuka dengan diiringi perdebatan membuat pandangannya teralihkan.
"Maaf, Tuan. Inggrid memaksa masuk ke ruangan, Anda," ucap Star dengan menunduk.
"Memangnya kenapa? Kau seharusnya memanggilku Nyonya, karena sebentar lagi aku akan menikah dengan bosmu itu," seru Inggrid dengan angkuh.
Galaksi menghela nafas lelah. Dia memasukkan berkas milik kembar ke laci meja kerjanya lalu meminta Star keluar dari ruangannya.
"Bisakah kau tak membuat keributan, Inggrid?" tegur Galaksi hingga membuat Inggrid memasang wajah memelas.
Dia meletakkan tas jinjingnya pada kursi di depan meja Galaksi dan berjalan mendekat ke arahnya. Dilingkarkan tangannya pada leher Galaksi dan dia berdiri di belakangnya.
"Jangan seperti ini, Inggrid," ucap Galaksi melepas belitan tangan Inggrid.
Bukannya melepas, wanita itu semakin erat. Dia mendekatkan bibirnya dan mulai berbisik di telinga Galaksi. "Sebentar saja," rengeknya begitu manja.
"Aku kesini ingin minta maaf atas kejadian waktu itu," lanjutnya dengan meletakkan kepalanya di pundak Galaksi. "Aku merasa bersalah dan tak bisa tidur beberapa hari ini. Jadi tolong maafkan aku yah?"
Galaksi bukannya terfokus pada ucapan Inggrid, melainkan pada lilitan tangan di lehernya. Jujur ini adalah posisi yang membuatnya risih dan tertekan. Hingga ingin sekali rasanya dia marah pada wanita di belakangnya ini. Namun, lagi-lagi hatinya mengingat jika Inggrid sangat disayang oleh mamanya. Hingga mau tak mau, dirinya harus menahan diri agar tak mengeluarkan emosinya disini.
"Aku memaafkanmu, tapi tolong lepaskan tanganmu terlebih dahulu," pinta Galaksi sedikit memohon.
Perlahan belitan tangan itu terlepas walau Inggrid terlihat tak rela. Dia segera melangkahkan kakinya dan duduk di kursi yang ada di hadapan Galaksi.
"Kamu beneran maafin aku, 'kan?"
"Iya." Galaksi mengangguk malas. Lalu dia menatap berkas-berkas yang ada di mejanya. "Jika urusanmu sudah selesai. Kau bisa pergi. Aku masih ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan," usir Galaksi halus hingga membuat tangan Inggrid terkepal.
Namun, wajahnya masih tetap tersenyum. Dia mengangguk lalu segera beranjak berdiri. "Aku hampir lupa, Galak."
"Apa?"
"Nanti malam aku mengajakmu makan malam," ajak Inggrid dengan senyuman genitnya.
"Tapi, aku tak…"
"Kau tak boleh menolak. Ini merupakan syarat jika kau benar-benar memaafkanku," ucapnya dengan meninggalkan meja Galaksi. "Jadi selamat bertemu nanti malam."
Setelah itu, Inggrid menghilang di balik pintu. Meninggalkan Galaksi yang menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dengan mata terpejam. Begitulah Inggrid, karena mendapatkan dukungan sang Mama, membuat wanita itu sedikit lebih berani. Hingga hal itu, tentu membuatnya sedikit sulit untuk menolak dan menjinakkan Inggrid dalam genggamannya.
****
Sedangkan di tempat lain, lebih tepatnya di sebuah apartemen mewah hunian Galexia. Terlihat dua anak kembar sedang mengerjai seorang pria tampan dengan wajah yang dipenuhi bedak tabur. Hal konyol tersebut tentu membuat tawa bahagia terpancar jelas di wajah-wajah mereka.
"Ayo, Abang. Coret terus wajah Om Leo," celoteh Venus dengan tangan yang dipenuhi bedak.
Leo terkekeh. Walau wajahnya menjadi pelampiasan tapi pria itu tak marah sedikitpun. Bahkan, Leo terlihat begitu senang dan bersemangat untuk mengalahkan Mars dalam permainan rubik di tangan mereka.
Ya hari ini, dengan sengaja sahabat Galexia itu mampir ke apartemen si kembar. Dia bahkan membawa banyak makanan dan mainan untuk Mars dan Venus. Kedatangannya juga disambut baik oleh mereka, karena menurut keduanya, Leo merupakan sosok orang baik hingga membuat kembar begitu gampang akrab dengannya.
Galexia yang baru saja datang dari dapur dengan membawa nampan berisi gelas minuman menjadi terpusat pada ketiga sosok di ruang tamu. Wajah yang dipenuhi bedak dengan tawa saling bersahutan, tanpa sadar membuat Galexia tersenyum. Dia begitu bahagia melihat Mars dan Venus begitu menerima kehadiran Leo. Hingga tak butuh waktu lama, mereka saling akrab dan bisa sedekat ini.
"Ayo biarkan Om Leo minum dulu. Sepertinya dia sudah lelah karena dikerjai oleh kalian berdua," ucap Sia hingga membuat Mars dan Venus saling bertos ria.
"Om Leo kalah sama Abang, Ma. Masak iya kalah pandai sama Abang buat main lubik," adunya dengan menunjuk wajah abangnya yang lebih sedikit terdapat coretan bedak.
"Yayaya, Om mengaku kalah. Jadi kalian minta hadiah apa sama, Om?" tawar Leo hingga membuat Venus begitu bahagia.
Dia segera mendekati tubuh Leo dan berbisik ke arahnya. Hingga tak lama, wajah sahabat Sia itu begitu sumringah dengan diiringi tos ria antara Venus dan Leo.
"Venus berbisik apa, Leo?" tanya Sia setelah wajah Venus menjauh dari telinga Leo.
Leo memberikan kode pada sahabatnya jika semua masih aman terkendali. Lalu dia menatap wajah Venus yang begitu menaruh harapan kepadanya.
"Baiklah karena Om kalah. Nanti malam Om akan traktir kalian steak paling enak di New York," teriak Leo heboh hingga membuat Venus bertepuk tangan.
Ternyata permintaan anaknya itu membuat Sia begitu terharu. Sahabatnya ini begitu menyayangi kedua anaknya hingga selalu menuruti keinginan Mars dan Venus. Hingga tanpa sadar, di sudut hatinya yang terdalam dia membayangkan bagaimana jika posisi Leo digantikan oleh Galaksi.
Apakah kedua anaknya akan bahagia seperti ini? Atau kebahagiaan mereka akan semakin bertambah. Hingga lamunan Sia menjadi buyar karena suara tawa bahagia dari bibir Venus begitu terdengar.
"Holee, nanti malam kita makan di lual. Yey, makan enak, makan enak."
~Bersambung~
Hayoo sama-sama makan malam di luar. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Tembus 150 like lagi, aku update lagi ya guys. Jadi boleh lah tekan-tekan tombol like sebagai bentuk apresiasi support sama si kembar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
gah ara
ginini kalau laki-laki ngga punya tulang belakang..nurut mulu apa kata mama...ngga punya prinsip hidup. jangan sampai mamanya yg melarang galaksi menyentuh istrinya
2024-08-04
0
Lilisdayanti
ya makan di luar,, ketemu mantan,,🤔🤔
2023-11-20
2
Zaichik Rania
makan di luar versi aku itu bkn mkn steek tp mkn pecel ayam 😂😂😂😂
2023-05-09
0