The Billionaire Twin'S Baby
Galexia atau wanita yang sering dipanggil Sia itu tengah membersihkan taman miliknya. Kegiatan seperti ini tentu sudah menjadi kebiasaan dirinya semenjak menikah. Memilih menjadi seorang istri yang baik, membuatnya rela berhenti bekerja. Dia lebih memilih berdiam diri di rumah dan menunggu suaminya pulang dan melakukan pekerjaan ibu rumah tangga.
Namun, pagi ini adalah pagi yang berbeda untuk seorang Sia. Entah kenapa sejak tadi, dia sudah tak sabar menunggu suaminya pulang. Dirinya sangat bersemangat untuk memberitahu sebuah kabar gembira yang baru saja dia tahu. Suatu hal mengejutkan yang Allah berikan kepadanya.
Seorang calon bayi yang tengah hadir di dalam perutnya menjadi saksi buah cintanya dengan sang suami. Bayangan ketika malam panas itu tentu tanpa sadar membuat kedua pipi Sia merona. Dia menggelengkan kepala dan menepuk pipinya untuk menghilangkan pikiran mesum yang berkeliaran di kepalanya.
"Kita tunggu papa ya, Nak. Mama yakin papa juga senang dengan keberadaanmu," ucap Sia dengan mengelus perutnya dengan lembut.
Mengusir kebosanan akhirnya Sia kembali meneruskan pekerjaan yaitu merawat taman yang dibangun khusus untuknya oleh sang suami. Dia menyiram seluruh tanaman dengan bersenandung kecil. Galexia tak menyangka jika mengandung akan membuatnya sebahagia ini. Hingga tak lama setelah pekerjaan selesai dia kembali masuk ke dalam rumah.
Tanpa sengaja, saat Sia ingin menaiki tangga menuju kamarnya. Dia berpapasan dengan sang mertua yang selalu memandang tak suka pada dirinya. Menghela nafas berat, Sia melangkahkan kakinya ke arah sang mertua dan berniat menyapanya.
"Bagaimana kabar, Mama?" tanya Sia dengan tulus.
Pandora yang merupakan mertua Sia menatap sinis ke arah menantunya. Dia letakkan majalah yang dipegang lalu menatap wajah Sia dengan tajam.
"Sangat buruk. Bahkan melihat wajahmu selalu membuat mataku sakit," serunya dengan nada sinis.
Galexia menunduk. Sejak awal memang mertuanya ini tak memberikan restu karena dirinya hanyalah seorang anak yatim piatu yang lahir di panti asuhan. Namun, sang suami terus memohon dan mendesak sehingga membuat Pandora mengalah. Dia dengan terpaksa mengizinkan anaknya menikah dengan wanita yang begitu tak level dengan keluarganya.
"Maaf jika kehadiranku selalu membuat mama sakit," kata Sia dengan pasrah.
"Sampai bosan aku mendengar kata maafmu. Lebih baik kau pergi dan tinggalkan anakku agar dia bisa menikah dengan wanita pilihanku!" seru Pandora dengan santai tanpa merasa bersalah.
Degup jantung Galexia berdetak kencang. Dia menatap wajah mertuanya tak percaya. Hatinya berdenyut sakit tak menyangka bila mertuanya masih memendam rasa benci yang teramat sangat pada dirinya. Namun, kali ini Galexia tak selemah dulu. Sekarang dia memiliki malaikat kecil yang akan menjadi penguatnya dengan sang suami.
"Aku tak akan meninggalkan suamiku kecuali dia yang memintanya, Ma," kata Sia mantap lalu dia beranjak berdiri. "Sia ke kamar dulu." Pamitnya tanpa memberikan jeda untuk mertuanya menjawab.
Pandora menatap sinis ke arah menantunya. Dia tersenyum licik saat membayangkan apa yang dilihatnya tadi.
"Kita lihat saja nanti. Apa kau masih bisa bertahan ketika anakku sendiri yang akan mengusirmu."
****
Tepat pukul enam sore. Seorang pria tampan tengah memasuki rumah yang selalu mengingatkannya dengan sang istri. Matanya menatap sekeliling sampai suara lembut sang istri menyapa dirinya.
"Aku merindukanmu," katanya dengan mencium kening sang istri tanpa peduli raut wajah jengah sang mama yang berdiri tak jauh dari keduanya.
Galexia terkekeh pelan. Dia mencubit hidung sang suami dan segera mengambil alih tas kerjanya. "Gombal," ledek Sia membuat pria itu tertawa.
"Halo, Ma. Bagaimana kabar, Mama?" tanya pria itu lalu memeluk Pandora dengan erat.
"Mama baik-baik saja, Nak." Pandora mengelus kepala sang putra dan pelukan keduanya merenggang.
"Kakak mau mandi?" tanya Galexia sambil berjalan mendekat ke arah sang suami dan mertuanya.
Pria itu mengangguk. "Badanku sudah bau, Sayang. Pekerjaan di kantor juga padat."
"Ya udah. Sia siapin air hangat dulu yah?" Saat Sia hendak melangkahkan kakinya. Suara sang mertua membuatnya mau tak mau menoleh.
"Sia, apakah ini milikmu?" tanya Pandora dengan mengangkat salah satu tangannya yang memegang sebuah benda persegi panjang.
Jantung Sia berhenti berdetak. Bahkan matanya melebar ketika menyadari apa yang tengah dipegang mertuanya.
Bagaimana bisa benda itu ada pada, Mama, ucapnya dalam hati.
"Apa itu, Ma?" tanya pria itu lalu mengambil ahli benda itu.
Seketika raut wajah sang pria berubah. Dia tak bodoh dan tahu alat apa yang dipegang mamanya. Serta garis dua yang ada, membuatnya menatap sang istri dengan tatapan tak percaya.
"Siapa ayah dari anak itu!" tanyanya sambil memperlihatkan garis dua pada tespek di tangannya.
"Ini anakmu, Kak," ucap suara perempuan dengan tangisan hebat di kedua matanya.
"Jangan berbohong, Sia! Katakan! Anak siapa itu?" teriak sang pria dengan wajah memerah menahan kemarahan yang begitu besar.
"Ini benar anakmu, Kak. Ini anakmu!" teriak Galexia dengan mata memerah karena terlalu banyak menangis.
"Aku tak pernah menyentuhmu selama kita menikah! Cepat katakan sebelum kesabaranku habis, Sia!" ucapnya dengan amarah yang berkobar.
Jujur ini sangat menyakitkan untuk Sia. Di saat semua pasangan di luar sana merasa bahagia ketika mendapati istrinya hamil. Namun, tidak dengannya, justru suami yang dia cintai meragukan buah hati yang baru saja dia kandung.
"Dasar menantu tidak tahu diri. Anak haram siapa yang kau kandung itu, 'hah?" seru sang mertua dengan nada tinggi.
"Aku berani bertaruh, Ma. Ini anak suamiku," lirih Galexia dengan suara parau.
"Masih saja berbohong. Dasar penipu. Cepat katakan! Siapa ayah dari anak itu?"
"Hiks...aku berani bersumpah jika ini adalah anakmu, Kak," lirihnya dengan menatap wajah suaminya dengan lekat.
Memandang wajah suaminya tentu membuat Galexia mengingat bayangan ketika malam panas itu terjadi. Saat itu di luar rumah sedang turun hujan deras, hingga entah kenapa membuat Galexia merasa mengantuk. Dia menatap jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul sebelas malam.
Sudah selarut ini, tapi mama mertua dan suaminya belum pulang. Keduanya memang pamit keluar untuk menghadiri acara kolega mertuanya. Hingga dengan terpaksa, Galexia tak ikut acara tersebut.
Semakin lama kantuk itu menyerang hingga membuat Galexia tertidur. Terlalu lelah atau mungkin karena sudah mengantuk, ia tak menyadari jika pintu kamar terbuka dan masuklah seorang pria yang sedari tadi dia tunggu.
Perlahan Galexia merasakan sapuan hangat di wajahnya dan tak lama kecupan-kecupan ringan di wajah membuatnya terpaksa bangun. Matanya melebar saat mencium aroma alkohol dari tubuh suaminya. Dia segera duduk dan mendorong tubuh pria yang begitu dia cintai ini.
"Kakak minum yah?" tanya Galexia sambil menatap penampilan suaminya yang berantakan.
"Sedikit," sahutnya dengan kembali memajukan wajahnya di ceruk leher sang istri.
"Kak," lenguh Galexia saat merasakan lehernya dihisap kuat oleh sang suami.
Entah siapa yang memulai, akhirnya setelah hampir satu minggu menikah. Malam ini keduanya baru menghabiskan malam pertama yang begitu panas. Seakan dua tubuh itu saling mencari kenikmatan pada yang lain. Tak mau berhenti dan sikap liar sang suami tentu membuat Galexia tak bisa menolak.
Hingga pagi harinya, ketika Galexia membuka mata, dia hanya sendirian di dalam kamar dan dengan keadaan ranjang yang berantakan. Namun, ada hal yang janggal yang ia lihat. Dia tak menemukan keberadaan sang suami sekaligus pakaiannya yang berantakan.
"Kau!" tunjuk pria tampan itu lalu mendekat.
Suaranya yang kencang tentu menyadarkan Galexia dari lamunannya. Dia begitu ketakutan ketika melihat sosok yang berbeda dalam diri suaminya. Bahkan Sia bisa merasakan tubuhnya gemetaran ketika sang suami mendekatinya.
Pria itu mengapit kedua pipi Galexia dengan kuat hingga wajah keduanya saling berhadapan. Bisa Sia lihat, di mata sang suami tak ada lagi cinta kasih seperti biasanya, melainkan kemarahan dan keraguan yang begitu besar hingga membuat Sia tak merasakan sakit di tubuhnya. Semua seakan kalah dengan perasaan hancur di hatinya.
"Sampai kapanpun aku tak akan mengakui anak itu, ******!" Tangannya menghempaskan wajah Sia dengan kasar hingga meninggalkan bekas merah di kedua pipinya. "Aku talak kamu sekarang dan pergi dari rumahku!"
~Bersambung~
Selamat siang semua. Hy akhirnya aku bisa menyapa kembali dengan cerita baru di sini.
Semoga kalian terhibur dan tertarik untuk membaca karyaku yang aku ikutkan event Anak Genius.
Semoga bab satu gak bikin kalian gemes gemes kesel yah, hehehe.
Jangan lupa klik favorit biar kalian gak ketinggalan jadwal updatenya. Tinggalkan like dan komen untuk menjadi pendukung author. Vote juga untuk mengapresiasi karya ini yah.
Terima kasih~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Lilisdayanti
mampir ah 🤭
2023-11-20
2
Dea raisya
setuju baca ini
2023-11-14
1
Dea raisya
wawwww
2023-11-14
0