"Nona Sia," panggil supir hingga membuat Sia berbalik. "Ini kunci apartemen dari Tuan Riksa."
"Oh, thank you, Sir," ucap Sia begitu lancar berbahasa inggris.
"You are welcome." Setelah supir pamit undur diri dan meninggalkan mereka.
Sia segera mengajak Mars dan Venus memasuki gedung tinggi yang akan menjadi tempat tinggal mereka sementara. Ketiganya ingin segera istirahat karena merasa lelah setelah menghabiskan banyak waktu di pesawat. Sia segera menarik kopernya diikuti oleh kedua anaknya untuk mencari nomor apartemen mereka.
Akhirnya hanya butuh waktu lima menit mereka sudah berhasil menemukan nomor apartemen yang akan ditinggali. Ketiganya segera masuk dan dibuat takjub akan tatanannya yang begitu mewah. Mars dan Venus membawa koper kecil mereka ke sudut ruang tamu lalu segera mendudukkan dirinya di sofa yang terasa empuk.
Sia yang tersadar akan kekagumannya segera menyusul kedua anaknya. Matanya menatap kasihan ke arah mereka. Walau begitu, baik Mars maupun Venus tak pernah mengeluh sedikit pun.
"Mama siapkan air hangat untuk kalian mandi yah. Lalu segera istirahat. Nanti mama bangunkan jika makan malam selesai."
"Oke, Mama," jawab keduanya bersamaan.
Sia berjalan menuju ke salah satu pintu dan membukanya. Lalu dia mengajak putra putrinya serta membawa koper mereka memasuki kamar yang akan menjadi milik anak-anaknya. Dia membiarkan Mars dan Venus mengeksplor kamar yang akan mereka tinggali sedangkan dirinya mengisi bathup dengan air hangat.
"Airnya sudah siap," kata Sia yang baru keluar dari kamar mandi. "Jangan berebut, Oke?"
"Siap, Yang Mulia." Sia tersenyum lebar.
Rasa lelah pada dirinya seketika hilang melihat senyum dan tawa bahagia dari bibir mereka. Segera Sia meninggalkan kedua anaknya untuk membersihkan dirinya sendiri di kamar miliknya.
****
Tengah Malam.
"Sampai kapanpun aku tak akan mengakui anak itu, ******!" Tangannya menghempaskan wajah Sia dengan kasar hingga meninggalkan bekas merah di kedua pipinya. "Aku talak kamu sekarang dan pergi dari rumahku!"
"Jangan, Kak!"
"Jangan!"
"Ini anakmu...ini anakmu."
"Mama."
"Mama."
"Bangun!"
Spontan Sia terduduk. Nafasnya terengah dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Dadanya kembang kempis diiringi air mata yang mengalir di kedua matanya. Setelah tenang, Sia baru ingat jika dirinya tidur bersama kedua anaknya dan pasti membuat mereka terbangun.
"Maafkan Mama karena sudah membangunkan kalian," kata Sia setelah menghapus air matanya.
"Mama kenapa? Venus takut lihat Mama teliak-teliak?" tanya seorang anak perempuan kecil dengan pakaian piyama berwarna pink dan rambut berantakan.
"Tidak apa-apa, Sayang," ucap Sia dengan merapikan rambut putrinya.
Dia jatuhkan sebuah kecupan sayang di dahi Venus dan bergantian dengan putranya, Mars.
"Mama hanya sedang bermimpi buruk," sambung Sia dengan mengelus kepala kedua anaknya dengan sayang.
"Apa Mama lupa beldoa?" tanya Venus lugu dengan muka bantalnya.
Sia terkekeh. Dia tak menyangka putrinya begitu pandai dan menyudutkannya sesuai apa yang diajarkan olehnya.
"Ya, Mama lupa berdoa tadi," sahut Sia dengan memasang wajah menyesal. "Maafin Mama, 'yah?"
Mars dan Venus mengangguk. "Lain kali jangan lupa lagi, Ma. Mama halus beldoa dan minta sama Allah agal dijaga saat tidul."
Sia menatap penuh haru ke arah putrinya. Anak perempuannya ini memang paling banyak bicara dibandingkan kembarannya, Mars. Namun, keduanya sama-sama memiliki pemikiran yang cerdas.
Kehadiran mereka di kehidupannya bukanlah kesalahan. Mereka adalah anugerah yang harus disyukuri. Walaupun Sia harus mengikhlaskan segala hal yang terjadi padanya di masa lalu. Namun, dengan adanya dua buah hatinya ini, ia yakin akan meraih kebahagiaan bersama.
"Ayo kita tidur!" ajak Sia pada kedua buah hatinya. "Mars tidur di kanan, dan Venus…?"
"Tidul di kili," sahut bocah kecil itu dengan senyum terkembang.
Ketiga orang itu saling merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan lengan Sia menjadi bantalan putra putrinya. Tubuhnya pun menjadi guling untuk mereka hingga membuatnya selalu merasa nyaman dan aman ketika seperti ini.
Namun, jika boleh jujur. Disudut hatinya masih merasakan sakit yang sama. Sakit bertahun-tahun yang ia tutupi dari semua orang terutama kedua buah hatinya. Sia benar-benar mengubur kisah masa lalunya tanpa ingin membukanya lagi.
Entah apa yang akan terjadi di masa depan, bila dia berhadapan lagi dengan pria itu. Pria yang menjadi sumber dari segala kesakitan dirinya dan dua buah hatinya. Namun, biarkan untuk sekarang Sia tak akan memikirkannya dulu. Cukup kebahagiaan putra dan putrinya yang ia pikirkan saat ini.
Hingga tak lama rasa kantuk mulai menyerang dirinya dan membuat matanya perlahan terpejam diiringi suara dengkuran halus menandakan bahwa sang pemilik suara sudah tertidur lelap. Diam-diam, dua orang anak yang sejak tadi berpura-pura tidur mulai membuka matanya. Mereka saling memberi kode lewat tatapan mata untuk berbicara berdua.
Dengan lembut, dua tersangka utama melepaskan belitan tangan sang mama yang mulai mengendur dari tubuhnya. Mereka turun secara perlahan dan berjalan mengendap agar bisa keluar dari kamar.
"Abang tadi dengel Mama teliak, 'kan?" ucap Venus ketika dua anak kembar itu sudah berhasil keluar dari kamar dan duduk di sofa apartemen tempat tinggal mereka yang baru.
"Ya. Apa mama sedang belmimpi dengan Papa?" desak Venus lagi menatap Abangnya yang sedari tadi diam.
"Sepertinya. Mama saja mengatakan 'ini anakmu.' Itu berarti tentang kita berdua," kata Mars dengan pikiran melayang entah kemana.
"Abang gak kangen Papa?" tanya Venus tiba-tiba hingga membuat Mars spontan menoleh.
"Rindu, tapi…."
"Tapi apa?" tanya Venus menyerobot.
"Jika dulu Papa menyakiti Mama, maka kita harus membalas perbuatan Papa. 'Oke?"
Lihatlah bocah lima tahun ini. Hidup tanpa kasih sayang seorang Papa. Namun, mereka masih memikirkan perasaan dan kepentingan Mamanya. Menurut keduanya, Sia adalah sosok ibu dan malaikat tanpa sayap. Dua anak inilah yang melihat dan menyaksikan bagaimana perjuangan Sia serta bagaimana kehidupan mereka sampai harus ikut bekerja dalam usia yang masih dini.
"Oke, Abang. Venus akan dukung apa pun yang akan Abang lakuin."
****
Cahaya matahari mulai menerobos masuk ke celah-celah jendela. Kamar yang awalnya temaram mulai terlihat terang karena sinar matahari pagi.
Suasana apartemen yang begitu damai mulai terusik ketika si kecil Mars dan Venus terbangun. Dua bocah kecil itu berjalan menuju sang Mama yang sedang asyik memasak sarapan untuk mereka bertiga.
"Mama," panggil Mars setelah membantu Venus duduk di kursi makan.
"Ya, Sayang?" sahut Sia sedikit berteriak.
"Apa kita akan ikut Mama hari ini?"
"Tentu. Tidak mungkin Mama meninggalkan kalian berdua di tempat baru seperti ini," ungkap Sia dengan jujur.
"Jika Mars dan Venus ikut, kita bisa bertemu dengan Daddy Riksa, Ma?"
Sia berdiri mematung. Matanya terbelalak mendengar kata yang terucap dari bibir anaknya. Seakan ada sesuatu yang mengusik hati Sia, hingga membuatnya memilih meletakkan piring yang ia bawa dan menghampiri putranya, Mars. Seingat Sia kedua anaknya tak pernah bertemu Riksa karena pria itu tinggal di New York sebelum si kembar lahir. Namun, seketika pikirannya teringat akan panggilan yang tanpa sengaja diangkat oleh kedua anaknya beberapa hari lalu sebelum keberangkatan mereka di sini.
Tak mau semakin penasaran. Sia mendekat dan berjalan ke arah putra putrinya untuk memastikan sesuatu.
"Kenapa Mars mengatakan itu? Memang Mars tahu siapa Daddy Riksa?"
~Bersambung~
Dari sini udah bisa ketebak belum? Sia nikah sama Riksa apa nggak?
Jangan lupa klik like dan komen yah. Sebagai bentuk support karya author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Rina Rina Dadu
belum author
2024-07-07
1
Zaichik Rania
aku yakin blm othor.....
2023-05-09
1
ARA
Ya.. Mama Sia ko banguninnya "jika makan malam selesai"? Ga makan dong Mars n Venus😜
Kata Selesai enaknya diganti siap biar arti katanya ga ambigu thor😊👍
2023-01-13
0