Apakah dia papa kandungku dan Venus, batin Mars sambil mengingat wajah Galaksi yang masih melekat dalam matanya.
Lamunan Mars buyar ketika Riksa meraih tangannya dengan Venus lalu mengajak mereka pulang. Sepanjang perjalanan menuju parkiran mobil, Riksa mengajak Venus berbincang. Seakan pria itu ingin mengalihkan pemikiran bocah kecil itu dari kejadian yang baru saja terjadi.
Hingga tanpa terasa, ketiganya mulai memasuki parkiran mall dan mencari kendaraan milik Riksa. Setelah berada di dekat mobil, Riksa membantu membukakan pintu dan memasukkan Venus ke dudukan belakang. Sedangkan Mars, pria kecil itu duduk di kursi samping kemudi.
"Sudah siap?" ucap Riksa pada Mars dan Venus yang langsung diangguki oleh mereka berdua. "Kita pulang!"
"Let's Go!" teriak keduanya bersamaan dengan Riksa yang mulai melajukan mobilnya.
Perlahan kendaraan itu mulai keluar dari parkiran dan mulai berbaur dengan kendaraan-kendaraan lain. Sepanjang perjalanan, tak ada suara apapun dari mulut Mars. Pria kecil itu masih mengingat wajah Galaksi dengan banyak praduga di kepala kecilnya. Berbanding terbalik dengan si kecil Venus yang selalu ceria dalam keadaan apapun. Dia tetap berceloteh dengan sesekali Riksa menyahut. Entah kenapa, manager Sia itu begitu sayang pada si kembar. Seakan dia sudah merasakan keterikatan sejak keduanya ada di dalam perut.
Wajar bukan, jika Riksa seakan memiliki ikatan dan begitu menyayangi mereka berdua. Karena bagaimanapun, saat Sia hamil, Riksa lah yang menemani wanita itu. Menuruti dan memenuhi ngidam-ngidam yang begitu aneh. Hingga tanpa sadar menimbulkan percikan sayang yang tulus dari hatinya.
Saat mobil Riksa berhenti di lampu merah. Mars yang saat itu dipenuhi rasa penasaran akhirnya menatap Riksa. Hingga membuat pria tampan itu menatap Mars dengan bingung.
"Ada apa, Mars? Kenapa kamu diam?" tanya Riksa pelan sambil matanya sesekali menatap pada lampu lalu lintas.
"Bukannya Abang emang selalu diam, Om?" celetuk Venus hingga membuat Riksa pura-pura menepuk jidat.
"Hampir lupa Om, Sayang. Mars kan pendiam. Gak kayak kamu yang cerewet," goda Riksa yang membuat Venus mengerucutkan bibirnya.
"Venus gak celewet. Kata Mama, Venus itu anak yang aktif, Om," bela Venus dengan membusungkan dadanya pertanda bangga karena sang mama mengatakannya anak yang aktif.
"Ya ya ya." Riksa mengangguk. Lalu dia beralih menatap Mars yang masih menatapnya.
"Ada apa, hm?"
"Boleh Mars tanya sesuatu?" tanya Mars dengan wajah datarnya.
"Boleh," sahut Riksa sambil melajukan mobilnya lagi saat lampu merah sudah berubah warna hijau.
"Apa Om mengenal pria tadi?" tanya Mars hingga membuat Riksa spontan menoleh ke arahnya walau sebentar.
"Tuan Galaksi?" tanya balik Riksa mengingat nama pria yang baru dia lihat.
"Iya, Om." Mars mengangguk.
Riksa masih diam. Dia seperti memutar otaknya seakan mengingat wajah rupawan Galaksi. Sejak pertama kali dia melihat, seakan wajah itu sudah tak asing untuknya. Dirinya seperti pernah melihat walau sekilas.
"Sebentar, Om ingat-ingat dulu," jawab Riksa dengan pandangan masih terfokus di jalanan.
Hampir lima menit Riksa berpikir, tiba-tiba dia mengingat suatu hal. Tangannya menunjuk laci dashboard mobil depan dudukan Mars dan meminta bocah kecil itu membukanya.
"Ambil majalah berwarna hitam," perintahnya yang langsung dituruti oleh Mars.
Seketika pandangan Mars tertuju pada foto model di depan majalah tersebut. Wajah pria tampan yang baru saja bertemu dengannya seketika terpampang. Hingga membuat Mars dan Riksa bertatapan walau sebentar.
"Dia seorang model, Om?"
"Entahlah, tapi Om baru inget. Kalau Tuan Galaksi adalah pemilik Agency GG Entertainment," ucap Riksa yang baru sadar siapa sosok pria tadi.
Selama tinggal di New York. Tentu saja Mars begitu mengingat dan sering kali melihat wajah Galaksi. Pria itu sering kali wajahnya terpampang di majalah bisnis, entah sebagai model, atau sebagai pemilik agency yang begitu terkenal.
Mars hanya diam. Namun, tangan kecilnya terus memegang erat kertas majalah dengan mata terfokus pada kedua bola mata Galaksi yang warnanya sama dengannya. Di dalam pikirannya terus berputar banyak hal tentang Galaksi hingga membuatnya semakin dirundung rasa penasaran.
****
Sedangkan di mobil Galaksi. Tak henti-hentinya sejak tadi Inggrid mengomel. Wanita itu tak menyangka bila Galaksi lebih memilih dua anak kembar itu daripada dirinya. Seakan dia sudah mengenal mereka dan sangat melindunginya.
"Mereka itu nakal, Galak. Lihat dressku kotor karena ulah mereka," omel Inggrid dengan mengusap dressnya dengan tisu.
"Kalau kamu membela mereka, aku yakin dua anak nakal itu, akan terus seperti itu pada orang lain," lanjutnya dengan kesal. "Entahlah bagaimana orang tuanya mendidik, tapi dua anak itu sepertinya lepas kendali."
"Berhenti, Inggrid!" peringat Galaksi menatap tajam Inggrid. "Mereka hanya anak kecil dan belum tau apa-apa."
"Karena masih kecil itulah, kita harus tegas dan mendidiknya dengan benar," sahut Inggrid tak mau kalah.
Galaksi menghela nafas berat. Entahlah dia tak tahu harus mengatakan apa lagi. Bibirnya memilih diam dan segera dia mempercepat laju mobilnya untuk mengantar Inggrid ke apartemen.
"Apa kau ingin mampir?" tanya Inggrid saat mobil Galaksi sampai di depan gedung tempat tinggal.
"Tidak perlu." Galaksi masih duduk diam di dudukan kemudi tanpa menatap wajah Inggrid.
Inggrid menghela nafas pelan. Tapi dia merasa tak salah berbicara karena memang menurutnya apa yang ia katakan semua benar. Hingga tanpa tahu rasa malu, Inggrid dengan cepat mencium pipi Galaksi dan membuat pria tampan itu menoleh.
"Apa yang kau lakukan, Inggrid?" seru Galaksi dengan sorot mata tajam.
"Aku hanya ingin memberikan ucapan terima kasih," ucap Inggrid dengan senyuman dan lekas turun dari mobil.
Setelah itu dia segera melambaikan tangannya dan mengabaikan raut wajah Galaksi yang berubah. Tangannya mencengkram kuat setir mobil kemudian dengan keras Galaksi memukulnya.
Dengan kasar, dia menarik selembar tisu dan membersihkan bekas ciuman Inggrid. Sungguh baru pertama kali ini, dirinya dicium oleh seseorang. Selama 6 tahun, tak pernah sekalipun Galaksi dekat dan mau disentuh oleh perempuan lain. Hingga baru kali ini, ada wanita yang berani dan membuatnya begitu marah. Jika tak mengingat sosok mamanya, sudah bisa dipastikan ia akan membuang Inggrid dari Agencynya.
Setelah membuang bekas tisu itu, Galaksi segera mengendarai mobilnya ke rumah. Dia kembali terfokus dengan pikirannya dan ingin segera sampai untuk membuktikan ucapannya sejak tadi.
****
Sebuah langkah kaki berjalan dengan tergesa memasuki sebuah rumah. Rasa penasarannya yang tinggi sudah sangat mencapai batas maksimal hingga membuatnya tak memperdulikan suara panggilan dari sang mama.
Tujuannya kali ini hanya satu, kamar pribadinya yang selama 6 tahun terakhir ini menjadi tempatnya berbagi keluh kesah. Dibukanya kamar tersebut dan Galaksi segera menutupnya kembali. Setelah itu, matanya kembali mencari dengan pikiran mengingat dimana dia meletakkan benda itu ketika pertama kali pindah.
Dibukanya satu persatu laci di kamarnya. Dari dekat ranjang, hingga laci-laci yang ada di lemari hias di salah satu sudut kamarnya. Hingga tak lama, pikirannya mulai mengingat. Galaksi segera membuka lemari pakaiannya dan membuka laci yang berada paling bawah.
"Ketemu," ucapnya saat matanya menangkap sebuah album foto yang dia cari.
Segera Galaksi membawanya ke atas ranjang dan mulai membuka album tersebut. Degup jantung yang tak beraturan, keringat dingin membasahi tangannya dia rasakan. Matanya terus mencari sebuah foto yang ia anggap menjadi kunci dari rasa penasarannya.
Deg.
Matanya terpaku dengan sebuah potret dirinya. Dengan gemetaran, dia mengambil potret salah satu dirinya dengan mata memerah menahan tangis.
Bayangan Mars kembali berputar dan dia begitu ingat dengan garis wajah anak kecil itu. Lalu dia menatap potret dirinya sendiri yang berada di tangannya.
Sama dan tak ada bedanya.
Wajahnya benar-benar mirip Mars saat kecil.
"Bagaimana bisa?" ucapnya pada dirinya sendiri hingga tanpa sadar air mata menetes di ujung matanya.
Semua pertanyaan dan kejadian di masa lalu seakan berputar dalam pikirannya. Hingga membuat rasa sesak dan takut tiba-tiba muncul dalam hatinya. Tak ingin semakin dirundung rasa bersalah, Galaksi merogoh saku celananya dan mencari benda pipih miliknya.
Tangannya bergerak dengan lancar lalu segera dia menelfon seseorang.
"Tolong carikan identitas seseorang untukku!"
~Bersambung~
Hee Bang Galak, identitas siapa yang ente cari? Identitasnya masih aku sembunyiin loh. Ente gak bakal nemu, haha.
Mau update lagi gak?
Kalau mau yok like semua bab dan komen yah. Sebagai tanda support karya author.
Kalau boleh bantu share novel ini biar para tetangga, dan saudara-suadara kalian tau si kembar yang comel hehe.
Yang gak bisa vote koin, jangan berkecil hati yah. Kalian vote poin, vocher, like dan komen aja itu udah sangat berharga buat aku. Aku ngerasa dihargain sama kalian. Terima kasih banyak.
Aku mau ngetik lagi deh, bye semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Tinah Nufail
umpetin aj tor
2023-11-21
2
Lilisdayanti
penyesalan selalu di belakang bang 😂😂 karena kalau di depan mah namanya DP 😂😂😂😂😂😂
2023-11-20
0
Patrish
umpwtin saja thor... biar pusing dia...
2023-07-09
0