"Huaa.. Mama kak Darren jahat Ma,'' kata Tristan sambil berlari ke pangkuan Isyana. Tangisnya pecah tatkala mainan kapal drone yang dipegangnya direbut oleh Darren.
"Kenapa sayang?" tanya Isyana sambil mengelus kepala Tristan yang sudah ditelungkupkan di dadanya.
"Ya konser lagi kalau enggak nyanyi, ngomong ya nangis," gerutu Nathan dengan suara yang lirih sedangkan Tristan tidak menjawab perkataan mamanya.
"Nggak ada apa-apa Ma Itan aja yang cengeng cuma gara-gara mainannya direbut kak Darren dia malah nangis." Nathan yang menjawab sambil bersedekap kemudian mengambil Ipad-nya.
Semenjak akun mereka ada yang ngehack Nathan memutuskan untuk mempelajari ilmu hacker karena dia berpikir hidupnya seperti tidak akan terlepas dari yang namanya retas-meretas. Untunglah Annete mau mengantarkan Nathan ke orang yang memang memiliki keahlian sebagai hacker untuk belajar di sana.
"Biarin ucap Tristan ketus."
"Ya kan itu mainan kak Darren, ya kasih saja kalau kak Darren minta nggak usah rebutan gitu. Untung penyakit kak Darren tidak kambuh kalau sampai kambuh bisa-bisa nanti kamu dimarahi mommy sama daddy Edward," cerocos Nathan panjang lebar. Entah kenapa hari ini Nathan menjadi cerewet.
"Tapi kan Itan juga mau mainan itu," rengek Tristan.
"Ya udah kita minta aja daddy nanti beliin atau nyuruh aunty Annete yang beliin nggak usah cengeng gitu. Nggak asyik ah masak orang ganteng dan keren kayak kita nangis," protes Nathan.
"Sudah, sudah," kata Isyana menengahi perdebatan kedua putranya.
"Nanti mama beliin, makanya kalau pengen sesuatu bilang sama mama."
"Tapi mama kan sibuk," ucap Tristan.
"Nggak apa-apa nanti mama bisa atur waktu kalaupun sibuk mama kan bisa nyuruh pak sopir atau aunty Annette untuk mengantar kalian."
"Mama Itan mau nanya boleh?" Tatap Tristan wajah Isyana.
"Boleh. Nanti kalau mama bisa Jawab pasti mama jawab. Memangnya Itan mau nanya apa?"
"Ma, emangnya Itan sama Atan anak siapa sih? Kok kayaknya mama Syasa lebih sayang sama kami ketimbang mommy Lusy dan daddy Edward."
Deg.
Isyana terdiam mendengar pertanyaan putranya. Ingin rasanya dia menjelaskan kepada kedua anak tersebut bahwa dialah yang mengandung dan melahirkan mereka ke dunia namun ia takut mereka akan kecewa kalau sampai tahu bahwa ayah mereka tidak menginginkan kehadiran mereka. Bukan tidak mungkin setelah mengetahui kalau mereka adalah anak Isyana mereka akan menanyakan siapa dan dimana keberadaan ayah mereka. Tetapi Isyana pun tidak bisa berkata bohong kepada mereka. Sudah cukup mereka dibohongi selama ini.
"Memangnya Atan sama Itan tidak senang kalau mama Syasa menyayangi kalian?" tanya Isyana mengalihkan perhatian karena tidak mampu menjawab pertanyaan putra kecilnya itu.
"Ya senanglah Ma," jawab Nathan.
Tristan pun ikut mengangguk dan mengiyakan. "Iya Ma pastilah senang tapi kami hanya bingung mengapa daddy Edward seolah membedakan antara kami dan kak Darren."
Mendengar komplain anak-anaknya Isyana menarik nafas dan kemudian menghembuskan secara kasar.
"Mommy Lusy sama daddy Edward juga sayang sama kalian cuma kak Darren lebih membutuhkan perhatian mommy Lusy sama daddy Edward ketimbang kalian."
"Kok bisa Ma? Kak Darren kan sudah gede sedangkan kami masih kecil seharusnya kami yang lebih diperhatikan mommy sama daddy malah kami dibiarkan diurus sama mama Syasa." Tristan menyampaikan keluh kesahnya.
"Hei kamu tidak suka diurus mama?"
"Bukan gitu maksud Itan Ma."
Nathan yang sedang mengotak-atik Ipad-nya menoleh ke arah Tristan.
"Kak Darren kan sakit Itan," timpal Nathan.
"Emang kak Darren sakit apa sih Ma, kok dia nggak pernah mengeluh sakit?" tanya Tristan bingung karena orang-orang di sekitarnya mengatakan Darren sakit namun kenyataannya dia tidak pernah melihat Darren mengeluh bahwa tubuhnya sakit.
"Kak Darren itu penyakitnya bukan penyakit biasa sayang yang bisa dirasakan di tubuhnya. Kak Darren itu sakit bipolar."
"Hah apa itu penyakit bipolar Ma?" tanya Nathan penasaran.
"Itu semacam sakit mental sayang tapi ingat ya bukan gila! Itu penyakit yang menyerang psikologis seseorang. Biasanya orang yang mengidap penyakit bipolar suasana hatinya berubah-ubah. Kadang dia senang kadang dia marah-marah kadang dia depresi bahkan bisa saja bunuh diri.
Makanya mommy dan Daddy kalian lebih mementingkan Darren karena pasien bipolar itu butuh dukungan dari keluarga selain pasien bipolar harus rajin kontrol dan minum obat. Pasien penyandang bipolar harus lebih mendapat perhatian dari keluarganya termasuk menjaga suasana hatinya."
"Oh jadi begitu ya Ma, pantas saja ketika kak Darren nakal sama kita nggak pernah dimarahi sama daddy," ujar Tristan.
"Iya kalau sama kak Darren mommy Lusy selalu mendengarkan ucapannya dan tidak pernah protes," imbuh Nathan.
"Iya memang kalau sama pasien bipolar harus seperti itu sayang. Kita hanya bisa mendengarkan pendapatnya tanpa bisa memberi pendapat. Karena bisa saja ia marah dan tidak terima dengan pendapat kita jadi suasana hatinya bisa kacau."
"Terus kita harus bersikap bagaimana dengan kak Darren Ma? " tanya Nathan.
"Atan sama Itan harus bisa mengalah sama dia itu demi
kebaikannya kak Darren. Kalian bisa kan?"
"Iya Ma kami bisa," ucap Nathan disertai anggukan kepala dari Tristan.
"Tapi Ma...," Tristan tiba-tiba ingat sesuatu namun ragu untuk mengatakannya.
"Apalagi sayang?"
"Kenapa dulu yang nyusuin kami mama Syasa bukan mommy Lusy?" lanjutnya.
Nathan hanya mengangguk menandakan setuju dengan pertanyaan Tristan.
Isyana terperanjat dengan pertanyaan Tristan. Dia tidak pernah berpikir di usianya yang baru lima tahun mereka akan menanyakan itu dan bagaimana mereka mengingat bahwa Isyana lah yang dulu menyusui mereka bukan Lusyana.
"Oh itu...," jawab Isyana gugup.
"Itu karena asi mommy Lusy dulu tidak keluar makanya mama yang berinisiatif menyusui kalian karena mama Syasa kasihan kalau kalian hanya minum susu formula."
"Kok bisa Ma? Mommy Lusy yang lahiran kok malah mama Syasa yang asinya keluar.
Isyana terdiam ternyata ia lupa kalau kedua putranya adalah anak yang cerdas. Umur dan tubuh mereka saja yang masih kecil namun otak mereka melampaui orang dewasa walaupun sifat kanak-kanaknya masih ada mereka terkadang menangis hanya karena hal kecil.
"Mama Syasa kan minum jamu sayang."
"Mama tidak berbohong kan Ma?"
Pandangan Nathan seperti seorang polisi yang sedang mengintrogasi seorang tersangka. Sedangkan pandangan Tristan tampak memelas.
"Kenapa kalian bertanya seperti itu?" malah balik bertanya.
"Kata kak Darren kami bukan anak daddy kata dia kami anak haram."
Mendengar pernyataan kedua putranya Isyana menitikkan air mata namun dia masih berusaha tegar.
"Kak Darren nggak tahu apa-apa sayang dia tuh ngawur aja ngomongnya."
"Nggak Ma katanya kak Darren dikasih tahu grandmerenya."
Semakin deras saja air mata Isyana. Dia semakin terpojok. Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya?
"Mama tolong jujur sama kami sebenarnya kami anak siapa?" pinta Nathan.
" Sebenarnya kalian adalah anak...."
To Be Continue....
Terima kasih sudah membaca. Malam Senin Jangan Lupa Votenya ya! Likenya jangan lompat-lompat juga ya entar jatuh hehe..😄😄🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments
C2nunik987
udahlah sysa jujur ma si kembar biar ke dpn km lbh ringan di hdp klo mrk tau siapa Daddy mrk sbnrnya....memang itu bukan sesuatu yg mudah tapi ingat anak mu genius 🙈🙈🙈🙈
2024-05-26
0
Femmy Femmy
kan akhirnya tetap anaknya penasaran kenapa g dari tadi berterus terang saja🤦
2024-05-06
0
Femmy Femmy
😯
2024-05-06
0