POV. Isyana.
Sore cerah di langit Paris. Pancaran cahaya senja yang indah berkilau orange keemasan dan menimbulkan gradasi ungu violet yang unik. Aku menatap warna- warna indah itu dengan takjub karena sebenarnya dulu aku adalah salah seorang pengagum senja.
Entah sekarang apa yang harus aku katakan haruskah aku bersyukur ataukah meratapi nasib ketika melihat senja yang kini ku lihat begitu indah menghiasi langit Paris ini. Harus aku akui senja ini begitu menggugah hati kita akan keindahannya namun bagaimanapun senja selalu saja mengingatkanku pada masa kelam diriku dahulu. Masa ketika aku dipaksa untuk menyerahkan mahkotaku yang sebelumnya aku jaga dengan sekuat hati. Ada rasa perih di hati kala mengingat itu semua namun rasa sakit dan kecewa seakan terbayar kala aku memandang dua malaikat kecilku yang lucu dan tembem itu.
Seperti senja yang tak pernah lelah menunggu penghujung hari seperti itulah aku menunggu kebahagiaan hidup menghampiriku. Dari bahasa senja yang mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan dari situlah aku belajar menghadapi pahitnya hidup.
Senja tidak pernah salah hanya kenangan yang membuatku luka kala mengingatnya. Semoga saja seperti senja yang mengakhiri hari dengan indah hidupku pun kuharap begitu.
Aku menatap putraku Nathan yang anteng dalam pangkuanku. Aku bersyukur anak ini tidak pernah menyusahkan ku. Ku lihat anak ini tidak pernah rewel berbeda dengan Tristan yang terkadang tidak bisa aku tinggal. Ditinggal sedikit Tristan sudah menangis.
Aku menciumi wajah Nathan sambil terus bersyukur kala mengingat bahwa perjuanganku tidak sia-sia selama ini. Aku percaya bahwa dibalik setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Ya walaupun kejadian yang pernah menimpaku dulu sangat aku sesalkan namun aku tidak pernah menyesal Tuhan telah menitipkan dua malaikat kecil padaku walaupun melalui cara yang salah.
Aku terus saja menciumi pipi, hidung dan tangan anak ini. Rasanya aku tidak pernah puas. Aku sangat mencintai dan menyayanginya. Tanpa aku sadari air mataku menetes ketika mengingat dirinya nanti harus dibesarkan tanpa seorang ayah. Walaupun mas Edward akan memposisikan dirinya sebagai seorang ayah tapi pasti itu akan sangat terasa berbeda dengan ayahnya sendiri apalagi mas Edward dan kak Lusy sudah memiliki anak sendri.
"Dek ini si Tristan rewel nangis terus dari tadi," ujar kak Lusy dari dalam rumah yang kini berjalan mendekat.
Aku menoleh. Rupanya sedari tadi aku tidak menyadari bahwa Tristan sedang menangis. Aku hanya fokus pada Nathan yang ada dalam pangkuanku.
"Eh sebentar Kak aku mau naruh Nathan dulu ke kamar."
Aku berjalan cepat ke dalam kamar dan meletakkan Nathan di atas tempat tidur kemudian berlari ke luar untuk mengambil Tristan dari gendongan kak Lusy.
"Cup-cup, sayang!" kataku sambil mengulurkan tangan untuk mengambil Tristan dari gendongan kak Lusy.
Baru saja sampai dalam dekapanku tiba-tiba Tristan berhenti menangis. Mungkin dia tahu siapa ibunya yang sebenarnya. Memang benar kata orang-orang bahwa ikatan batin itu sangat kuat. Aku membawa Tristan ke sebuah sofa dan menyusuinya.
Kak Lusy menghampiri diriku yang tengah menyusui Tristan.
"Dek kamu jangan suka menangis di depan anak-anak takutnya berpengaruh sama batin mereka dan jangan sampai mereka malah jadi cengeng karena melihat mamanya sering menangis."
Aku mengangguk, rupanya kak Lusy sempat melihat aku menangis tadi.
"Sudahlah tidak usah diingat sesuatu yang telah berlalu. Perlu kamu ingat mereka membutuhkan seorang ibu yang kuat dan kakak yakin kamu mampu menjalani ini semua. Jangan khawatir kakak dan mas Edward akan selalu mendampingi mu."
"Terima kasih Kak." Hanya itu kata yang mampu aku ucapkan. Entah apa jadinya diri ini kalau saja kak Lusy tidak ada di sampingku. Selama ini dia yang selalu menyemangati diriku kala diri ini merasa lelah dan putus asa.
"Nathan kemana?" Kok kamu nggak ngasih ke kakak biar kakak yang gendong."
"Nathannya udah bobo Kak, udah aku taruh di keranjang bayi."
"Lho kok ditidurkan sih Dek, inikan masih sore! Kamu ingat nggak sih kata nenek dulu di kampung bahwa bayi nggak boleh ditidurkan pas mau maghrib gini bisa-bisa dia akan rewel karena diganggu makhluk lain."
"Ah itu kan cuma metos Kak, apakah Kakak percaya sama yang begituan?"
"Enggak tahu ya tapi yang kakak tahu juga bahwa kalau dari jam tiga sore sampai menjelang waktu Maghrib tidak disarankan untuk tidur katanya tidak baik untuk kesehatan."
"Iya sih Syasa juga pernah baca itu tapi mau gimana lagi Kak namanya juga bayi nggak mungkinkan bisa diatur jam tidurnya. Masak aku harus bangunin lagi Nathan yang udah bobo." Protesku.
"Bukan begitu maksud Kakak, kalau Nathan udah bobo sekarang ya udah biarin aja dia bobo nggak usah diganggu tidurnya tapi lain kali usahakan dia tidak tidur diwaktu menjelang Maghrib lagi."
"Iya Kak akan aku usahakan. Kak boleh aku minta sesuatu sesuatu?"
"Mau minta apa?"
"Aku mau minta bantuan Kakak. Aku mau kerja Kak, bisakah Kakak merawat si kembar selama aku kerja?"
"Emangnya kamu butuh uang? Biar nanti kakak kasih supaya kamu nggak harus kerja. Kasihan kan si kembar nanti kekurangan perhatian kamu."
"Bukan begitu Kak aku tuh malu sama mas Edward sudah numpang rumah malah juga kakak sering membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kami."
"Sudahlah aku dan mas Edward ikhlas kok ngelakuin semuanya lagipula si kembar kan ponakan aku."
Aku tahu kak Lusy dan mas Edward selama ini memang tulus membantu ku tapi aku seolah tidak enak memandang wajah ibu mertua kak Lusy yang selalu bersikap sinis padaku. Mungkin dia pikir semua kebutuhanku dan bayiku ditanggung seluruhnya oleh anak dan menantunya karena melihatku tidak bekerja padahal aku datang ke negara ini membawa uang dan kartu kredit ayah.
"Tapi kalo kamu maksa kamu boleh kerja di butik kakak jadi kasir. Kamu juga boleh bawa Nathan sama Tristan ke butik nanti kakak siapkan keranjang bayi di sana. Oh iya kakak minta maaf ya karena nggak bisa jagain Nathan ama Tristan soalnya kakak sering keluar untuk meninjau beberapa butik kakak yang lain. Apalagi sekarang Darren sering kumat penyakitnya jadi kakak juga harus fokus sama dia, tapi kamu jangan khawatir kalo ada waktu pasti kakak tengokin si kembar." Ucap kak Lusy panjang lebar.
"Iya Kak nggak apa-apa. Kakak udah ngasih kerjaan aja aku sudah bersyukur. Ngomong-ngomong Darren sakit apa Kak? Kok kakak nggak ngomong kalo Darren mengidap penyakit?"
"Hah." Kak Lusy menghela nafas.
"Dia sakit bipolar."
TBC.......
Terima Kasih sudah membaca, Jangan lupa tinggalkan jejak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments
C2nunik987
Darren bipolar smoga cpt sembuh....Tristan rewelll Krn ayahnya nyari mrk bertiga .....karma buat Zidane dulu menyakiti Isyana 🙈🙈🙈
2024-05-25
0
Femmy Femmy
Tristan yang merasa kalau Ayahnya selalu mencarinya keberadaan mereka
2024-05-06
0
Femmy Femmy
tolong Visualnya dong Author
2024-05-06
0