Paris.
Setelah menempuh penerbangan selama 17 jam lebih akhirnya Isyana kini tiba di Bandara Paris. Dengan menggunakan taksi bandara Isyana menuju ke hotel tempat beristirahat untuk sementara waktu sebelum dia menemukan tempat tinggal yang disewakan.
Sesampainya di hotel Isyana merebahkan tubuhnya di atas kasur. Seluruh tubuhnya terasa sangat lelah apalagi kepalanya sekarang pusing akibat jetlag.
Setelah dua hari Isyana mengistirahatkan tubuhnya kini Isyana ingin merefresh otak dan pikirannya yang selalu dipaksa bekerja keras selama ini. Mumpung sekarang dia ada di kota Paris dia ingin mengunjungi menara Eiffel dan sungai Seine yamg terkenal itu. Bagi Isyana dirinya belum bisa dikatakan pergi ke Paris kalau belum mengunjungi Menara Eiffel.
Pagi-pagi sekali Isyana sudah bersiap untuk berkunjung ke Menara Eiffel. Sesampainya di sekitar menara Eiffel dia memandang takjub dengan pemandangan menara itu dan di bawah menara tersebut dia mengabadikan momen dirinya yang berkunjung lewat kamera ponselnya.
Isyana naik ke atas dan makan di restoran Le Jules Verne. Itu adalah cita-citanya sewaktu kecil ketika melihat gambaran Menara Eiffel di televisi walaupun waktu itu dia mengkhayal di sana makan romantis dengan pasangannya tapi tak apalah sekarang dia makan berdua dengan calon baby yang ada dalam kandungannya.
Setelah menghabiskan makanannya dia naik ke lantai tiga menggunakan lift transparan. Dari sini Isyana melihat pemandangan seluruh kota yang indah, dan uniknya dari sini bangunan yang terlihat di dominasi warna putih walaupun ada yang berwarna lain juga. Makanya pada jaman dulu Paris di sebut Lutetia oleh Julius Caesar yang artinya Daerah Putih. Setelah puas Isyana kemudian memutuskan turun ke bawah.
Isyana melihat ada seorang anak sedang menjilati es krim dua rasa yaitu vanila dan cokelat dan hal itu sukses membuat air liur Isyana terpancing untuk keluar.
Karena takut anaknya ileran nanti dia memutuskan untuk membeli es krim tersebut. Namun sebelum membeli es krim dia menyempatkan membeli pajangan Eiffel yang dijajakan di sekitaran menara Eiffel sebagai kenang-kenangan nantinya.
Ketika menghampiri tukang jual es krim tiba-tiba saja dia melihat kakak perempuannya yaitu lusyana dengan suaminya Edward yang sedang menggendong anak dalam pangkuannya. Rupanya mereka juga sedang mengantri untuk membeli es krim untuk buah hatinya itu.
"Dek kamu di sini? Sama siapa ?" Tanya Lusy yang terkejut mendapati adiknya tiba-tiba saja berada di Paris.
"Aku sendiri aja Kak." Isyana pun tak kalah terkejutnya namun kemudian dia mengingat bahwa kakaknya itu memang tinggal di Paris mengikuti suaminya.
Selama memutuskan untuk tinggal di Paris Isyana benar-benar lupa bahwa kakaknya berada di negara tersebut. Maklum semenjak menikah Lusy tidak pernah pulang ke negaranya apalagi setelah mengetahui ayahnya menikah lagi dan sepertinya calonnya tidak cocok di hati Lusy, dia lalu memutuskan untuk tidak terlalu sering berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan Isyana pun dia jarang teleponan. Terakhir kali mereka video call an dua tahun yang lalu ketika Lusy masih dalam keadaan tengah hamil besar.
"Kakak dan mas Edward apa kabar? Duh ponakan aunty udah besar!" Isyana mencubit gemas pipi ponakannya yang tengah anteng dalam pangkuan sang Daddy.
"Kakak sama mas Edward baik-baik saja. Kamu sendiri?"
"Baik juga. Kakak kok nggak pernah nelpon sih kalau kakak udah lahiran, tiba-tiba aja udah gede kayak gini. Eh siapa namanya Kak?"
"Namanya Darren. Sorry waktu itu kakak nggak kepikiran lagipula waktu itu kakak lagi sibuk lagian aku kira kamu sudah lupa sama kakak abisnya nggak pernah nelpon kakak lagi."
"Ya nggak la Kak cuma waktu itu aku juga lagi sibuk tapi bukan sibuk kerja tapi sibuk menghadapi siksaan nenek lampir dan anaknya itu."
"Jadi benar mereka orang jahat? Benar dong kalau kakak dulu tidak merestui hubungan si nenek lampir dengan ayah!"
Itulah penyebab hubungan Lusy dengan sang ayah mulai renggang karena alasan ayahnya yang tetap ngotot ingin menikahi perempuan tersebut. Dan akhirnya Lusyana memilih untuk putus komunikasi dengan sang ayah.
"Eh ngomong-ngomong kamu kapan nikahnya? Kok nggak ngasih tahu kakak? Tiba-tiba udah buncit gitu."
"Emang kalo aku ngasih tahu Kakak bakalan hadir?"
"Ya iyalah asalkan tuh nenek lampir nggak hadir."
"Tuh kan? Udah deh masalah aku hamil nanti aku ceritain sama kakak tapi aku boleh minta tolong nggak cariin rumah kontrakan di kota ini yang murah?"
"Memang kamu mau menetap di sini?"
"Iya Kak untuk beberapa tahun aku akan tinggal di sini."
"Kamu yakin? Bagaimana dengan ayah?"
"Dia udah ngizinin kok."
Lusy mengangguk-anggukkan kepala.
"Udah kalo begitu kamu ikut kakak aja. Di samping rumah mas Edward ada rumah kecil mas Edward yang tidak terpakai, jadi kamu boleh menggunakannya jika mau. Iya kan Mas?"
Edward mengangguk setuju.
"Aku mau Kak. Tapi sewanya berapa?"
"Nggak usahlah sama adik sendiri juga. Yang penting kamu rawat aja tuh rumah kami udah senang."
"Baik Kak terima kasih."
"Yuk!" Lusy menarik tangan Isyana.
"Kemana Kak?"
"Pulang."
"Emangnya kakak udah jalan-jalannya?"
"Udah lah kakak kan udah dari pagi. Kakak udah capek keliling-keliling."
Akhirnya Isyana mengikuti Lusy dan Edward berjalan menuju mobil mereka. Biarlah rencana untuk mengunjungi sungai Seine ia tunda dulu yang penting sekarang dia punya tempat tinggal.
Kini mereka sudah sampai di kediaman Lusy dan Edward. Lusy mengantarkan Isyana ke rumah yang akan ditempatinya itu. Kebetulan rumah tersebut sudah dibersihkan oleh asisten rumah tangga Lusy jadi rumah tersebut sudah siap pakai.
Setelah meletakkan baju-bajunya ke dalam lemari kini Isyana dan Lusy tengah duduk di atas sebuah sofa di ruang tamu. Meskipun kata Lusy itu adalah rumah kecil namun kenyataannya bagi Isyana rumah tersebut besar. Ada tiga kamar dengan tiga kamar mandi yang sangat luas, dapur, ruang tamu, dan sebuah kamar yang dialihkan menjadi sebuah gudang.
"Sekarang ceritakan kapan kamu menikah dan kenapa kamu nggak bilang sama kakak!"
Setelah menarik nafas panjang akhirnya Isyana menceritakan kejadian yang menimpa dirinya itu. Kebetulan waktu itu Edward ikut nimbrung diantara mereka sehingga membuat Isyana sedikit gugup dalam bercerita.
Melihat pembicaraan antara Isyana dan Lusy yang sepertinya serius Edward ikut menimpali.Dia ikut geram ketika mendengar lelaki yang menghamili Isyana tidak mau bertanggung jawab.
"Kenapa kamu tidak lapor polisi saja atas kasus tersebut dengan tuduhan pemerkosan," ujar Edward.
"Tidak bisa Mas, aku tidak punya bukti lagipula siapa yang akan melawan orang kaya yang dengan uangnya pasti bisa melakukan apapun yang diinginkan."
"Terus rencanamu apa?" Tanya Lusy.
"Aku tidak memiliki rencana apapun. Aku hanya ingin hidup tenang dengan anakku, itu saja sudah cukup."
"Bagaimana kalau suatu saat dia datang dan mengambil anakmu? Bukankah seperti yang kau katakan orang kaya itu bisa melakukan apa saja."
Mendengar perkataan Edward muka Isyana memerah menahan amarah. Dengan menggebu-gebu Isyana bicara, "Itu tidak akan terjadi. Aku pastikan anakku tidak akan ikut dengannya!"
"Bagaimana kalau dia nanti menanyakan keberadaan ayahnya?" Tanya Edward.
"Jangan bilang kamu akan mengatakan kepada anakmu nanti bahwa ayahnya sudah meninggal seperti di tivi-tivi." Timpal Lusy.
Mendengar perkataan kedua suami istri di hadapannya Isyana menarik nafas berat. Dia tidak tahu apa yang akan dikatakan nanti kepada anaknya.
Tiba-tiba Lusy punya ide. "Bagaimana jika saat anak itu lahir kita masukkan saja ke dalam kartu keluarga kami. Ya dia akan menjadi anak kami dalam akta kelahirannya dan dalam kartu keluarga namun dalam kehidupan sehari-hari dia akan tetap menjadi anakmu. Bagaimana?"
Isyana diam dia tidak tahu harus berkata apa. Dia dilema. Dia ingin dalam kehidupan nyata dan dalam status pun anaknya nanti akan tetap menjadi anaknya namun kalau itu terjadi dia takut Zidane nanti merebutnya dan dia juga memikirkan bagaimana psikologis anaknya nanti kalau tahu dia tidak punya ayah. Isyana takut dia akan minder dalam pergaulannya. Dengan berat hati Isyana memutuskan.
"Baiklah aku setuju. Semoga itu jalan yang terbaik."
🌟🌟🌟🌟🌟
Enam bulan berlalu....
Hari ini Isyana tengah berbaring di ruang bersalin sebuah rumah sakit dengan Lusy di sampingnya yang tampak gelisah.
"Kakak kok mondar-mandir sih. Aku yang mau melahirkan kok kakak yang gelisah." Isyana tidak tahu saja lebih baik melahirkan sendiri daripada menjaga orang yang melahirkan karena kekhawatiran orang yang menjaga dua kali lipat dibanding orang yang mau melahirkan.
"Aduh sakit!"
Setelah beberapa kali konstraksi akhirnya Isyana merasakan seperti ingin buang air besar.
"Itu tandanya kamu sudah siap melahirkan," ujar dokter yang menanganinya. Karena setelah di cek tadi sebenarnya dia sudah pembukaan sembilan.
"Aduh...sakit Kak." Ucap Isyana kepada Lusy.
Lusy kemudian duduk di dekat kepala adiknya dan mengelus kepala sang adik. "Kamu harus semangat ya mengejannya!"
Karena pembukaan sudah sempurna dan Isyana merasakan perutnya yang sakit luar biasa dokter menyuruh Isyana untuk mengejan.
"Sekarang Ibu boleh mengejan."
Isyana menarik nafas lalu buang nafas, begitu selama tiga kali kemudian, "Aaaahhhh!" dengan sekuat tenaga Isyana mengejan sambil mencengkram pergelangan tangan sang kakak.
Kemudian. "Oeek-oeek." Seorang anak laki-laki berhasil ke luar dari jalan lahir Isyana.
"Selamat ya Bu bayinya laki-laki!" Ucap dokter Grace.
Air mata menetes di pelupuk mata Isyana dan Lusy yang merasa terharu.
"Aduh Dok sakit lagi."
Dokter memeriksa perut Isyana. "Sepertinya bayinya kembar. Apakah ibu tidak tahu?"
Isyana menggeleng. Memang selama ini dia tidak pernah melakukan USG.
"Aduh...sakit sekali Dok!"
"Ayo Ibu kembali ke posisi semula dan mengejan lagi!" perintah dokter Grace.
Dan benar saja setelah beberapa menit mengejan akhirnya bayi kedua berhasil menyusul bayi pertama.
"Oeek-oeek-oeek." Sepertinya suara bayi kedua ini lebih nyaring dari suara bayi pertama.
Setelah selesai di bersihkan kedua bayi tersebut diletakkan di atas perut Isyana untuk dibiarkan mencari ****** susu ibunya. Ternyata bayi kedua yang berhasil mendapatkan ****** susu Isyana terlebih dahulu dan mengemutnya disusul kemudian bayi pertama.
Setelah mendapatkan ASI pertamanya Isyana lalu memberi nama kedua anak kembarnya sambil mengelus-elus rambut mereka yang agak pirang.
"Kamu mama kasih nama Nathan, Nathan Alberto." Ucap Isyana pada anak pertamanya.
"Dan kamu Tristan, Tristan Alberto." Pada anak keduanya.
"Kok Alberto sih?" protes Lusy. Pasalnya nama itu adalah nama belakang Zidane orang yang telah menghamili Isyana namun tidak mau bertanggung jawab.
"Iya Kak dia sudah tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya biarlah dia mendapatkan warisan nama dari ayahnya." Isyana berkata sambil menitikkan air mata lalu menciumi pipi kedua anaknya secara bergantian.
Lusy mengelus punggung adiknya. "Terserah kamu saja. Semoga nama itu tidak akan jadi masalah di kemudian hari."
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments
C2nunik987
Lusy walau dia ga setuju ayah nya nikah hrsx tetap pantau ayah dan adik kandung nya .. kasian Isyana nikmati perlakuan ibu tirinya sendiri 😡😡😡
2024-05-25
0
mahda ilvi
kok ada gitu saudara kandung saling melupakan sih thor
2023-09-14
0
Ida Lailamajenun
baby twins dua" nya cwok ya Welcome to the world baby twins Alberto..
2023-06-01
1