Berhari-hari Isyana dipaksa melakukan tugas rumah tangga. Entah kemana perginya bi Darmi asisten rumah tangga sekaligus pengasuhnya dulu yang pasti setelah kembali ke rumah beberapa hari yang lalu Isyana sudah tidak menemukan keberadaannya di rumah itu.
Awalnya Isyana selalu melawan ketika diseret ibunya ke dapur untuk setiap pagi karena dia harus berangkat bekerja namun mereka mengancam akan mencelakakan ayahnya kalau dia tidak menuruti keinginan mereka. Jadilah Isyana berinisiatif bangun lebih pagi untuk mengerjakan tugas rumah tangga yang seharusnya menjadi tugas bi Darmi itu karena setelah itu dia harus pergi ke kantor.
Suatu malam Rumana menyeret paksa tangan Isyana ke dalam suatu kamar yang fungsinya sudah dialihkan menjadi gudang penyimpanan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Saat itu Atmaja belum pulang dari toko.
Ketika mereka sudah berada di dalam gudang tersebut Zamila ikut masuk ke dalam dan mengunci pintu gudang tersebut.
"Ini tanda tangani!" perintah Rumana sambil menyodorkan sebuah kertas dan sebuah bolpoint.
"Ini apa Bu?" Tanya Isyana karena dia tidak bisa membacanya saat itu karena cahaya dalam gudang itu redup.
"Sudah jangan banyak tanya, kalau disuruh tanda tangan ya tanda tangan!" timpal Zamila.
Isyana tidak menjawab, matanya mencoba menerawang tulisan di bawah temaramnya sinar lampu.
'Surat pernyataan?' Dengan susah payah Isyana mencoba membaca tulisan di kertas itu. Ternyata itu adalah surat pernyataan pengalihan warisan dari tangan Isyana ke tangan Rumana.
'Ayah belum meninggal saja dia sudah berani berbuat seperti ini.'
"Kalau aku tidak mau kalian mau apa?"
"Ada banyak yang bisa aku lakukan. Pertama aku bisa mencelakakan ayah kamu, kedua aku bisa membunuh bayi dalam kandungan kamu dan ketiga aku bisa menjual bayimu nanti kepada ayahnya sendiri. Bukankah ayah dari bayi itu adalah orang kaya? Berapa milyar kah yang bisa aku dapatkan nanti? Senyum di wajah Rumana menyeringai membayangkan uang milyaran ada di tangannya.
"Aku tidak mau!"
Mendengar pernyataan Isyana Rumana menjambak rambut Isyana dengan kasar kemudian kedua orang tersebut menyeret tubuh Isyana ke sebuah kursi dan mendudukkan tubuh Isyana di kursi tersebut dengan kasar.
"Auw." Isyana mengaduh kesakitan.
"Kalau kamu tetap tidak mau maka aku pastikan hidupmu dan bayimu akan berakhir di tempat ini, dan tenang saja aku akan pastikan orang-orang menyangka kalau kau bunuh diri karena hamil diluar nikah dan laki-laki yang menghamili mu tidak mau bertanggung jawab."
Rumana menakuti Isyana sambil menunjukkan sebuah tali. "Ayo Zamila ikat dia!"
Zamila mendekati Isyana dan mencoba untuk mengikatnya.
"Tunggu!"
Tiba-tiba Isyana mendapatkan ide.
"Baiklah aku akan tanda tangan."
"Bagus. Zamila berikan kertasnya!"
Isyana meraih kertas tersebut dari tangan Zamila namun sebelum menandatanganinya dia mengajukan sarat.
"Aku mau menandatangani surat ini asalkan kalian bisa menjamin keselamatan ayah tetapi kalau sampai ayah kenapa-kenapa saya pastikan kalian akan masuk penjara."
"Baiklah kami setuju, lagipula buat apa kami menjahati ayah kamu kalau kami sudah dapat yang kami mau."
Mana pulpennya?"
Zamila menyodorkan sebuah pulpen. Isyana meraih pulpen tersebut dan menandatangani kertas tersebut.
Dalam hati Isyana tertawa.
'Rasain! Kalian tidak akan pernah tahu bahwa tanda tangan itu palsu.'
Keesokan hari Isyana tetap melakukan tugasnya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Kebetulan hari ini dia libur kantor dan ayahnya pun tidak pergi ke toko.
Ketika Isyana sedang membersihkan ruang tamu. Rumana dan Zamila menghampiri Atmaja yang sedang membaca laporan keuangan toko.
"Ayah kayaknya ibu ngidam sesuatu deh!"
Atmaja mengerutkan kening. "Ngidam? Memangnya ibu kamu hamil?"
"Bukan ibu yang hamil Ayah tapi Isyana namun yang ngidam ibu malah Isyana baik- baik aja."
Atmaja menggeleng-gelengkan kepala.
'Mulai deh mereka.' ucap Isyana dalam hati.
"Memang ibu kamu ngidam apa?" tanya Atmaja.
"Ibu pengen beli emas katanya. Benar kan Bu?"
Rumana mengannguk.
Atmaja sebenarnya mengerti bahwa kedua prang tersebut membohonginya namun dia tetap saja memberikan mereka uang.
Setelah Rumana dan Zamila pergi Isyana mendekati Atmaja.
"Yah, Syasa mau bicara sama ayah."
"Mau bicara apa?"
"Ayah percaya nggak sama Syasa?"
"Kapan sih ayah nggak percaya sama Syasa? Kalau untuk yang waktu itu maaf bukannya ayah..."
"Yah, Ayah percaya nggak bahwa selama ini ibu dan Zamila suka jahat sama Syasa?"
Atmaja mengangguk. Selama dia sakit dia sering memergoki Rumana dan Zamila yang bersikap kasar pada Isyana.
"Kalau di sini terus aku takut membahayakan janin ini. Ayah tahu kan ibu dan Zamila suka memaksakan kehendak mereka sama Syasa. Syasa takut suatu saat Syasa tidak kuat menghadapi mereka."
"Maaf ayah tidak bisa melindungi mu selama ini karena ketika di depan ayah mereka pura-pura baik."
"Iya Yah tidak apa-apa. Oh iya Yah aku minta izin untuk pergi dari negara ini."
"Mau pergi? Kemana?"
"Aku ingin mengasingkan diri ke luar negeri Yah. Kalau aku tetap di sini aku takut orang-orang akan terus menanyakan siapa ayah dari anak ini dan itu akan berpengaruh pada psikologis anak ini nantinya. Kalau di luar negeri kan lebih bebas orang-orang tidak akan mempermasalahkan status anak ini."
"Tapi kemanakah kamu akan pergi dan dengan siapa kamu akan tinggal?"
"Kalau untuk ke negara mana aku belum memutuskan tapi kalau dengan siapa aku akan tinggal sendiri. Syasa ingin mandiri Yah."
"Bagaimana kalau ke Prancis?" Tiba-tiba Atmaja teringat dengan salah satu karyawannya yang katanya akan pergi ke Prancis malam ini namun nyatanya gagal."
"Prancis Yah?"
"Iya. Kalau kamu mau nanti aku ambilkan tiket atau paspor milik Rosa. Dia gagal berangkat malam ini karena suaminya sakit."
"Malam ini? Ayah yakin?"
"Itu mah terserah kamu. Kalau kamu yakin mau berangkat sekarang nanti ayah ambilkan tiketnya tetapi kalau kamu masih ragu kamu bisa berangkat kapan-kapan saja."
"Emang boleh ya Yah aku pakai paspor orang lain. Nggak akan jadi masalah ya?"
"Kalau itu kamu tidak usah pikirkan nanti ayah minta Rosa untuk mengurus semuanya. Kebetulan dia punya teman-teman yang bisa dimintai tolong untuk ini. Jadi kamu terima beres saja nanti."
"Baiklah lah Yah kalau begitu, tetapi aku mengkhawatirkan keadaan ayah. Memangnya ayah sudah benar-benar sembuh? Siapa yang akan merawat ayah kalau nanti ayah sakit lagi?"
"Ayah baik-baik saja kok. Ayah sudah sehat, tapi kamu janji ya sampai di sana kamu jangan lupa sering- sering hubungi ayah!"
"Pasti Yah tapi kita teleponnya pas tidak ada ibu dan kak Zamila aja ya! Terus aku minta sama ayah supaya merahasiakan kepergian ku dari siapapun, juga merahasiakan keberadaan ku di sana termasuk dari ayah bayi ini kalau suatu saat dia mencari ku."
"Iya ayah janji. Sudah kalau begitu ayah pergi dulu ke rumah Rosa untuk mengambil tiket sebelum ibu dan kakak tirimu datang."
Setelah Atmaja pergi segera Isyana mengepak bajunya ke dalam koper. Setelah mengingat dia tidak punya cukup banyak uang dia memutuskan menggadaikan kalung milik bundanya.
"Bunda aku pinjam dulu kalung bunda untuk di gadai. Syasa janji nanti kalau sudah punya uang akan menebusnya!" Bicara sendiri sambil menciumi kalung bundanya.
Isyana mendatangi toko perhiasan milik Kenan, salah satu sahabatnya di waktu kecil.
"Ken aku mau menggadaikan kalung ini." Sambil menyodorkan kalung berlian ke tangan Kenan.
Kenan mengambil kalung itu. "Bukankah kalung ini kalung bundamu? Untuk apa kamu menggadaikannya?"
"Aku butuh uang Ken untuk pergi ke luar negeri."
"Ke luar negeri? Kamu mau ke luar negeri?"
"Iya Ken."
"Eh kamu sudah hamil? Kamu nikah kok nggak ngundang aku sih!" protes Kenan ketika mendapati perut Isyana yang mulai buncit.
"Aku nikah acaranya kecil-kecilan kok jadi nggak banyak ngundang orang." Isyana berbohong.
"Oh. Terus suami kamu mana?"
"Dia di luar negeri makanya aku mau nyusul sekarang."
"Wah. Suami kamu bule ya? Biasanya kalau bule tuh kaya-kaya. Kenapa kamu nggak minta kiriman uang aja kenapa malah mau menggadaikan kalung bunda?"
"Dia lagi tidak punya uang. Usahanya sedang bangkrut makanya aku mau menggadaikan kalung ini di toko kamu supaya kalau nanti jatuh tempo bisa ditangguhkan agar tidak di lelang begitu. Soalnya aku tidak tahu berapa lama aku akan berada di sana. Nanti kalau aku sudah punya uang dan akan sudah kembali ke negara ini pasti aku tebus."
"Kalau itu mah beres aku pasti akan menunggu sampai kalung ini dijemput pemiliknya. Ngomong-ngomong berapa uang yang kamu butuhkan?"
"Lima puluh juta Ken."
"Sebentar aku ambil uang dulu!"
"Transfer aja Ken ke rekening aku!"
"Oke."
Kenan membuka aplikasi banking di ponselnya dan mengirimkan uang ke ATM Isyana."
"Sudah." Katanya sambil menunjukkan transaksi di ponselnya yang sudah tertulis kata berhasil.
Dan malam itu Isyana pergi ke Bandara ditemani sang ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments
C2nunik987
smoga di luar negeri Isyana bisa hdp tenang tanpa gangguan netizen yg kdg kdg julidnya diluar nalar 😅😅😅
2024-05-25
0
Femmy Femmy
aku kesal kalau baca novel ibu tiri dan saudara tiri jahat sekali seperti iblis😠
2024-05-06
0
Ida Lailamajenun
emg lebih baik pergi jauh biar duo belatung tuh gak resek lagi
2023-06-01
0