Sesampainya di rumah dan mengucapkan kan terimakasih pada pak Haris, Wulan langsung menuju kamarnya, namun saat sampai di ruang tengah ia melihat Bibi sedang menonton Televisi, Wulan pun menghentikan langkahnya.
"Bibi," sapa nya dengan lembut.
Bi Fatma menoleh dan tersenyum
"Hay, kau sudah pulang nak? Ya ampun saking asyiknya nonton drama Bibi sampai tidak tahu kalau kamu sudah pulang." Bibi mengecilkan volume Televisinya.
"Apa kau pulang bersama Damar?"
Wulan terkejut mendengar pertanyaan Bibinya, Ia berfikir cepat untuk mencari alasan
"Damar tidak bisa mengantar Wulan, Bi. Dia sedang ada meeting, jadi Wulan naik angkutan umum tadi.
Maaf , Bi, lagi lagi harus berbohong, semoga Damar tidak cerita pada Bibi.
"Oh ya sudah kamu istirahat dulu sana, kelihatannya kamu lelah sekali, jangan lupa nanti makan malam," perintah Bi Fatma lalu kembali mengalihkan pandangannya pada drama dari negri ginseng yang sangat di gemari nya.
"Baik, Bi." Wulan pun kembali melanjutkan langkahnya.
Di dalam kamarnya Wulan langsung merebahkan badannya di atas tempat tidur. Tidak ada yang ingin di lakukan nya saat ini selain menenangkan diri. pikirannya
sangat kacau saat ini.
Cukup lama Wulan melamun dan terhanyut pada pikirannya sendiri, sampai waktu makan malam tiba Wulan masih saja termenung, gadis itu syok sekali menyadari kenyataan yang bahkan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bayu Samudra, pria yang sangat di cintai nya ternyata dia, "Akkh." Wulan mengacak rambutnya frustasi.
"Apa yang harus ku lakukan?" gumamnya pelan.
"Apa aku harus menjauhinya seperti saran pak Haris? tapi aku mencintainya, aku bahkan baru beberapa saat merasakan bahagia bersamanya, apa secepat ini harus berakhir?"
Wulan terus saja bermonolog, hatinya bimbang dalam menentukan sikap, di satu sisi dia sangat mencintai Bayu, namun di sisi lainnya dia--- Di tengah kebimbangannya itu Bibinya mengetuk pintu, membuyarkan lamunannya.
Wulan, apa kau sudah tidur nak?" tanya Bi fatma, biasanya saat jam makan malam Wulan akan keluar dari kamarnya untuk menikmati santap malam bersama Bibinya. Lagipula Bibi juga sudah mengingatkan tadi, tapi setelah di tunggu beberapa saat Wulan belum juga keluar, membuat Bibi akhirnya menjemput ke kamarnya.
"Wulaan," Bibi mengulang panggilannya, namun tetap tidak ada jawaban dari Wulan. Akhirnya Bibi memberanikan diri membuka pintu kamar Wulan dan mendapati keponakan nya tengah tertidur pulas.
"Kau sudah tidur rupanya nak, sepertinya kau sangat lelah sekali." Bibi mengusap kening Wulan lalu menaikan selimut di ujung kaki Wulan sampai menutup perutnya.
"Istirahatlah nak, Bibi tidak akan mengganggumu," ucap Bibi pelan lalu beranjak keluar dari kamar Wulan.
Setelah memastikan Bibi sudah benar benar keluar, Wulan membuka matanya.
Maaf , bi, Wulan tidak lapar, saat ini Wulan hanya ingin sendiri.
Wulan yakin jika bibinya tahu apa yang sedang terjadi padanya Bibinya pasti akan sangat khawatir.
Untung saja Wulan Belum mengenalkan Bayu pada bibinya, dan gadis itu sangat berharap pak Haris tidak menceritakan kejadian itu pada istrinya ataupun bibi, sebab jika Mbok mirah tahu, bukan tidak mungkin bi fatma juga pasti akan segera mengetahuinya.
Wulan menarik nafasnya dalam dalam lalu menghembuskan nya perlahan, berusaha menenangkan diri dari pikiran yang saat ini sangat mengganggunya. Ia memejamkan matanya mencoba terlelap dan membuang jauh jauh bayangan Bayu dari pikirannya, namun sosok Bayu justru semakin jelas menari nari dalam pikirnya.
Tanpa sadar ingatan Wulan justru kembali pada saat saat pertama kali berjumpa Bayu, memori otaknya me reka ulang semua peristiwa yang pernah dia lalui bersama Bayu. Kejadian kejadian aneh yang sering ia alami dengan pria itu, mulai dari Bayu yang Sering muncul tiba tiba, Bayu yang tidak pernah mau makan ataupun minum, Bayu yang kebal terhadap senjata tajam, dan masih banyak lagi keanehan lainnya.
Sebenarnya selama ini Wulan bukannya tidak merasakan segala keanehan itu, hanya saja gadis itu menutup mata dan berusaha memakluminya, tapi kejadian sore tadi benar benar telah membuka matanya akan sosok Bayu yang sesungguhnya, meski dia belum benar benar berani menyimpulkan, dia masih berharap Bahwa mungkin Bayu itu adalah manusia biasa namun mempunyai kelebihan, meski kemungkinan itu sangat lah kecil.
Wulan kembali membuka matanya. Menarawang memandang langit langit kamar.
"Bayu, kenapa jadi seperti ini, siapa kau sebenarnya," ratapnya lirih, Wulan merasakan sesuatu yang hangat mengalir di ujung matanya.
Entah berapa lama Wulan terhanyut dalam pikirannya sampai ia benar benar bisa terlelap. Saat gadis itu benar benar telah berada di alam mimpi, satu sosok yang sejak tadi mengganggu pikirannya sudah berdiri di samping ranjang. Entah kapan dia datang, benar kata Wulan, dia memang sering muncul tiba tiba.
Bayu memperhatikan wajah Wulan, tangannya terulur hendak menyentuh pipinya, tapi urung dilakukannya, Bayu tidak ingin Wulan terbangun dan mengetahui keberadaannya, itu akan membuat keadaan menjadi semakin kacau.
"Kamu cantik sekali Wulan, aku sangat mencintaimu, maafkan aku, ku harap kita masih tetap bisa bertemu. Tolong jangan membenciku." Bayu bergumam pelan, sangat pelan. Ia tersenyum getir sambil tetap memandangi wajah Wulan, dan seolah sadar ada yang sedang memperhatikan, Wulan menggerakkan badannya membuat Bayu terkejut lalu secepat kilat melesat dari tempat itu.
***
Pagi ini meskipun malas Wulan tetap bekerja. Dia tidak ingin terus menerus terhanyut dalam pikirannya sendiri, meskipun sebenarnya dia ingin segera bertemu Bayu dan meminta penjelasan atas semua yang sudah terjadi, namun gadis itu tetap memilih berangkat ke hotel dan berharap kesibukannya di hotel bisa membuatnya sejenak melupakan masalahnya dengan Bayu.
Wulan melangkah pelan memasuki lobi hotel, namun berulang kali langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang, dia merasa sejak keluar dari rumah tadi ada yang sedang memperhatikannya, namun setelah di cek ke belakang ternyata tidak ada siapa siapa.
Bayu, kau kah itu.
Wulan kembali melanjutkan langkahnya, namun baru beberapa langkah ia kembali berhenti, tapi kali ini bukan karna ada yang mengikutinya, melainkan karna ada yang memanggilnya.
"Wulaan."
Wulan menoleh ke belakang "Pak Damar" Gumamnya pelan.
Semoga dia tidak bertanya soal kemarin, bathin Wulan sambil mengangguk dan sedikit tersenyum.
"Ya pak, ada apa?"
"Tidak ada, aku hanya ingin jalan dengan mu,"
jawab Damar santai, membuat Wulan merasa lega karna tidak harus membahas masalah kemarin saat dia harus meninggalkan Damar dan pergi dengan Bayu.
"Oh, mari pak." Entah kenapa sikap Wulan kali ini lebih santai di banding biasanya yang sangat kaku.
Damar mengangguk dan tersenyum lalu mereka melangkah bersama memasuki lobi hotel. Tapi tentu saja langkah mereka di iringi pandangan heran orang orang yang melihatnya, khususnya karyawan hotel yang memang mengetahui siapa Damar dan siapa Wulan, bahkan ada yang sampai berbisik tidak jelas, namun sepertinya Damar tidak ambil pusing dengan hal itu, berbeda dengan Wulan, kalau tadi dia bisa bersikap sedikit santai tapi kali ini dia merasa risih orang orang memperhatikannya seperti itu, untung saja Wulan sudah sampai di meja kerjanya jadi dia punya alasan yang kuat untuk menghindar dari Damar dan pandangan aneh orang orang.
"Saya sudah sampai pak, mari," pamitnya tetap berusaha sopan karna walau bagaimanapun Damar adalah atasannya.
"Oh iya, silahkan," jawab Damar tak kalah sopan dan di bumbui dengan senyum manis.
Wulan tidak mengetahui kalau Bayu melihatnya dengan tatapan luka, sejak tadi pria itu memang mengikuti Wulan, namun setiap kali Wulan menoleh, dia langsung melesat pergi sehingga Wulan tidak sempat melihatnya.
"Kita harus bicara Wulan, aku tidak bisa terus menerus seperti ini," ucapnya pelan.
Di meja kerjanya Wulan langsung di sambut Maya dengan berbagai pertanyaan.
"Hay, Wulan, kau berangkat dengan Pak Damar, kau ini bagaimana, kemarin kau pergi bersama Bayu, tapi sekarang kau bersama Pak Damar, sebenarnya kau memilih siapa Wulan? jangan bilang dua duanya ya?" ketus Maya dengan ekspresi kesal yang di buat buat membuat Wulan tak bisa menahan tawanya.
"Terimakasih sudah menghiburku, May." Sahut Wulan di sela sela tawanya.
"Apa menghibur? memang kau sedang sedih ya, ada masalah apa, ayo ceritakan padaku."
Wulan tertegun mendengar pertanyaan Maya, sepertinya Wulan sudah salah bicara tadi, dia merasa terjebak dengan ucapannya sendiri.
"Tidak ada, bukan masalah yang berarti, lupakan!" ucap Wulan sambil mengibaskan tangan kanannya.
"Oh ya, tadi kau bertanya soal pak Damar kan?" Berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Iya." Maya mengangguk
"Aku tidak berangkat bersamanya, May. Aku hanya kebetulan bertemu tadi di depan, lalu kami jalan bersama.
"Ooh, Maya manggut-manggut.
"Oh ya tentang Bayu, kau masih berhutang penjelasan padaku kan? ayo ceritakan." Antusias Maya
"Oh soal itu." Wulan terlihat bingung. Sebenarnya saat ini dia tidak ingin membicarakan soal Bayu, tapi dia sudah terlanjur berjanji pada Maya.
"Aku bertemu Bayu di pantai." Wulan memulai cerita nya, lalu terdiam sejenak.
"Lalu?" tanya Maya, sepertinya gadis itu begitu penasaran.
"Ya itu, kami sering bertemu lalu akhirnya Bayu menyatakan cintanya dan aku menerimanya." Wulan mempersingkat ceritanya.
"Secepat itu?" Maya mengernyitkan keningnya.
"Kalau sudah saling cinta kenapa harus menunggu lama."
"Maksudku apa kau sudah benar benar mengenal Bayu, dia itu siapa, apa pekerjaannya, tinggalnya di mana, dan lain lainnya." Maya memperjelas maksud ucapannya. "Kau kan harus mengenalnya lebih dalam sebelum menerimanya."
"kalau soal itu a-aku." Wulan tidak tahu harus menjawab apa, namun dalam hati dia membenarkan ucapan Maya, seharusnya dia mengenali Bayu lebih dalam lagi baru menerimanya.
Sayang nya obrolan seru mereka harus terhenti karna ada tamu hotel yang mendekati meja mereka, dan tentu saja itu menguntungkan bagi Wulan karna dia tidak harus melanjutkan ceritanya tentang Bayu.
***
Jam makan siang tiba, Wulan bersiap hendak mengisi perutnya ia merasa sangat lapar, sejak tadi malam dia belum makan, tadi pagi pun hanya minum jus buah saja karna dia kehilangan selera makannya, namun siang ini cacing di perutnya seperti berdemo meminta jatah mereka.
Baru hendak melangkah meninggalkan meja tiba tiba ponselnya berbunyi, sepertinya ada pesan.
"Wulan, apa kau mau makan siang bersamaku?" Sebuah pesan dari Damar terbaca setelah Wulan menyalakan ponselnya.
"Maaf, pak, kali ini tidak bisa, mungkin lain kali." Sebenarnya Wulan menjawab itu hanya untuk menolak secara halus supaya tidak terlihat lancang, namun di artikan lain oleh pak Damar, dia menganggapnya sebagai sebuah janji.
"Baiklah, lain kali aku akan mengajakmu makan siang di luar, dan kau harus mau." Pesan kembali masuk di sertai emoticon senyum.
"Baiklah." Dengan terpaksa Wulan membalas itu, lalu kemudian menutup ponselnya dan berlari kecil menuju kantin karna perutnya sudah sangat lapar.
Di kantin Maya sudah menunggunya. Maya bahkan sudah memesan makanan terlebih dahulu.
"Kau lama sekali," protes Maya begitu Wulan mendudukkan badannya di depan Maya.
"Maaf." Hanya itu yang Wulan ucapkan, Ia tidak ingin menceritakan soal pesan Damar tadi.
"Baiklah Ayo kita makan, aku sudah sangat lapar." Maya memegang perutnya.
"Ayo, aku juga lapar," jawab Wulan lalu memulai suapan pertamanya.
Selesai makan Wulan berniat ke kamar kecil untuk buang air, namun sebelum sampai ke tempat yang di maksud langkah Wulan di hadang oleh Bayu.
"Bayu, apa yang kau lakukan di sini?"
"Wulan, kita perlu bicara, aku ingin menjelaskan semuanya padamu," ucap Bayu dengan wajah memelas.
Wulan menoleh kesana kemari, takut takut ada yang melihatnya dengan aneh karena menganggap Wulan sedang bicara sendiri.
"Apa hanya aku yang bisa melihatmu?" tanya Wulan dengan sedikit ketus.
"Tidak, kali ini semua orang bisa melihatku.
"Ayo kita bicara." Bayu berusaha memegang tangan Wulan namun langsung di tepis oleh Wulan.
"Tidak sekarang, Bayu, aku sedang bekerja."
"Sebentar saja Wulan, aku mohon ... " Mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Hem begini saja." Wulan mengambil keputusan. "Aku akan menemui mu sore nanti, tunggu aku di pantai. Sekarang aku harus kembali bekerja, jam istirahatku sudah habis, sekarang pergilah, aku mau ke toilet."
"Apa kau mengusirku?" Suara Bayu terdengar sendu, tak menyangka Wulan akan bersikap sedingin itu.
"Bayu mengertilah." Wulan mulai mengeraskan suaranya. Sebenarnya dia tidak ingin bersikap seperti ini, tapi hatinya masih kesal pada Bayu, dia merasa di bohongi.
"Bayu mengangguk tanpa suara lalu pergi meninggalkan Wulan dengan perasaan kecewa.
Bersambung.
Ternyata makhluk seperti Bayu bisa kecewa dan terluka juga ya..?
Sekali lagi ini hanya fiktif ya readers, dan mutlak hanya kehaluan Author saja.
Oh iya bagi yang sudah singgah ke cerita ini, pliss tinggalin jejaknya, biar Author merasa sedikit di hargai. Hehe, trimakasih semua😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ranny
namanya juga sdh cinta pasti segala cara akan di hadapinya
2024-02-16
0
🇮🇩💯Diajeng Sekar Ayuni💖💕
klo dah cinta buanget mau bagaimana.walaupun dia mahkluk astral sekali pun klo dah cinta tak masalh
2022-01-27
0
Rose Kanam
bagus ceritax thor
2020-09-02
1