"Apa maksud mu?" tanya Wulan mencoba menguasai diri saat Bayu mengatakan ingin selalu menjaga nya, namun Bayu justru tersenyum mendengar pertanyaaan Wulan.
"Aku-aku." Sedikit terbata bata mencoba mengucap kan sesuatu, tapi belum sempat melanjutkan kalimatnya Wulan sudah memotongnya terlebih dahulu.
"Maaf Bayu aku harus segera pulang, sudah hampir gelap." Wulan membalikan badan nya dan segera melangkah meninggal kan Bayu, ia bahkan tak memandang Wajah Bayu saat berpamitan. Wulan tidak ingin Bayu melihat air muka nya yang mendadak panik, sedang kan Bayu hanya melongo memandang punggung Wulan yang semakin menjauh.
"Hati Hati." ucap nya kemudian yang entah di dengar entah tidak oleh Wulan.
Apa itu tadi, apa dia benar benar akan mengungkapkan perasaannya padaku. Apa itu tidak terlalu cepat, aku bahkan hanya baru beberapa kali bertemu dengannya. Untung saja aku langsung pamit tadi, kalau tidak aku pasti tidak tahu harus menjawab apa. Eh, tapi memangnya benar dia akan mengungkapkan perasaannya tadi, siapa tahu dia hanya ingin bicara lain. Ya ampun, kenapa aku jadi GR begini ya.
Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak Wulan sepanjang perjalanan nya pulang, bahkan sampai tiba di rumah dan terlelap dalam tidurnya, wajah dan ucapan Bayu masih saja menyelimuti pikirannya.
***
Tok tok tok. Wulan mengerjapkan matanya saat mendengar pintu kamar nya di ketuk.
"Wulan, kamu sudah bangun Nak? sudah siang, apa kamu tidak kerja?" Bi Fatma berada di balik pintu.
Wulan menggeliat kan badannya kemudian menjawab.
"Iya Bi sebentar." Bangun dari tidurnya lalu membuka pintu.
"Kamu tidak kerja nak?" Bi Fatma mengulang pertanyaan nya saat pintu kamar Wulan terbuka.
"Wulan masuk shift siang Bi." Sambil menggosok gosok mata nya yang sebenarnya masih sulit terbuka.
"Oh ya sudah, sekarang kamu mandi terus kita sarapan, Bibi sudah buat kan sup untuk mu."
"Bibi masak sendiri?"
"Iya sayang, Mbok Mirah belum datang, katanya ada sedikit urusan jadi dia datang terlambat ... Ya sudah kamu lekas mandi ya, Bibi tunggu di meja makan, sebentar lagi Bibi juga akan ke Butik," perintah Bi Fatma lagi
"Baik Bi," jawab Wulan sambil menutup pintu kamar nya saat Bibi nya sudah berlalu, namun tiba tiba dia teringat sesuatu dan urung menutup pintu.
"Oh ya Bi, apa Ibu atau Ayah ada menanyakan kabar Wulan?" entah mengapa tiba tiba Wulan menanyakan soal itu meskipun sebenarnya dia tahu jawaban yang akan Ia dengar pasti tidak sesuai dengan keinginan nya.
Bi Fatma menghentikan langkahnya lalu kembali mendekati Wulan.
"Belum pernah sayang, mungkin mereka sibuk, kamu tenang saja yaa, kan ada Bibi di sini." Mengacak acak rambut Wulan berusaha memberi kekuatan pada keponakannya itu. gadis malang yang tidak di sukai oleh keluarganya sendiri.
"Terima kasih Bi." Wulan berusaha tersenyum meski hati nya terasa getir, sudah hampir dua bulan dia pindah ke tempat Bibi nya, tapi orang tua atau pun adik nya belum pernah sekalipun menanyakan kabar nya. Mereka bahkan sulit di hubungi atau sekedar menjawab pesan Wulan. Miris sekali.
Wulan berjalan menuju meja makan setelah selesai membersihkan badan.Bibinya sudah menunggu di sana. Sup daging, sambal ayam, kerupuk ikan dan tak lupa buah buahan dan jus buah segar juga sudah terhidang di meja.
"Mari makan nak, kamu mau makan pakai apa? sup daging, atau sambal ayam, atau dua dua nya?" tawar Bibi sambil menyendok nasi ke piring Wulan.
"Boleh Bi, seperti nya dua-duanya enak."
"Baik lah, Bibi ambil kan ya?" ucap Bi fatma lagi.
"Nah ini dia, makan lah." Menyodorkan piring yang sudah terisi nasi dan lauk pauk.
"Terima kasih Bi." Wulan merasa sangat bahagia dengan segala kebaikan dan kasih sayang Bibi nya.
"Sama sama." Tersenyum lalu memulai suapan pertamanya.
"Oh ya Wulan, bagai mana pekerjaan mu, apa semuanya berjalan lancar?"
"Iya Bi, semuanya baik baik saja."
"Bagus lah, apa kamu sudah punya banyak teman, atau kekasih barang kali?"
Pertanyaan Bi Fatma membuat Wulan tersipu malu.
"Kalau teman sudah ada Bi, tapi kalau kekasih belum." Malu malu menjawab.
"Mau Bibi bantu mencari? teman teman Bibi banyak yang punya anak laki laki, siapa tahu ada yang cocok sama kamu."
Wulan semakin Kikuk mendengar tawaran Bibinya.
"Bibi ada ada saja ... tidak perlu Bi, Wulan bisa cari sendiri, tapi walau bagai mana pun terima kasih Bibi sudah sangat peduli pada Wulan. "Wulan bahkan tidak pernah merasa sedekat ini dengan orang tua Wulan, apa lagi sampai bicara masalah seperti ini." Wulan tidak bisa menutupi rasa harunya, air matanya bahkan sampai menetes.
Bi Fatma pun menjadi ikut sedih mendengar penuturan keponakan nya itu, ia segera berdiri dan memeluk Wulan.
"Kamu itu anak Bibi, anggap Bibi ini orang tua mu nak," ucap Bi Fatma yang membuat Wulan tak mampu lagi menahan tangisnya, ia terisak dalam pelukan Bibinya.
"Terima kasih, Bi." Lagi lagi hanya itu yang mampu ia ucapkan.
selesai sarapan Wulan duduk bersantai di teras depan sambil menikmati udara pagi yang sejuk dan sinar matahari yang hangat. Berharap pagi yang damai ini bisa mengusir sesak di dadanya karena mengingat sikap keluarga nya yang selalu memusuhinya. Beruntung Ia punya Bibi yang selalu menyayanginya.
Wulan memalingkan mukanya tersadar dari lamunan nya mendengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya.
Mbok Mirah di antar oleh sorang pria tua memakai sepeda motor yang juga tua, mungkin sekitar keluaran tahun 90 an.
Wulan memperhatikan dengan seksama pria tua yang mengantar si Mbok, dia merasa pernah melihat pria itu. "Di mana yaa?" gumamnya sambil mengingat ingat.
"Oh iya, itukan Bapak yang pernah ku lihat di pantai." Wulan tersenyum setelah berhasil menemukan ingatan nya tentang Bapak tua itu. Ia segera bergegas membuka pintu gerbang menghampiri Mbok Mirah.
"Pagi Non? kenapa repot repot membuka kan pintu untuk saya, saya kan bisa buka sendiri." Si Mbok merasa tidak enak karena di bukakan pintu oleh Nona nya, meskipun sebenarnya tujuan Wulan membuka gerbang bukan utuk Mbok Mirah, tapi karna gadis itu ingin tahu siapa yang mengantar si Mbok.
"Tidak masalah Mbok, sekali kali. Oh ya ini suami Mbok?" tersenyum melihat sepasang pasutri itu bergantian.
"Iya non," jawab Mbok Mirah. "Ini suami saya namanya pak Haris."
"Bapak ingat saya tidak " Wulan menatap Bapak tua itu yang terlihat mulai berfikir mendengar pertanyaan Wulan. Alis nya terangkat menciptakan beberapa kerutan di dahinya.
"Non yang sering ke pantai sendirian kan?" akhir nya setelah sekian menit berfikir Bapak tua itu menjawab.
Wulan mengangguk pasti.
"Betul pak."
"Non tinggal di sini, Non siapa nya Bu Fatma?"
"Ini Non Wulan pak, keponakan nya Ibu, dia baru beberapa bulan pindah ke sini." Mbok Mirah mewakili Wulan menjawab pertanyaan pak Haris.
"Ooh." Pak Haris mengangguk angguk"
"Memang nya Bapak kenal sama Non Wulan?"
"Bapak pernah ketemu Nona ini beberapa kali
di laut Bu, iya kan Non?" Meminta pembenaran dari Wulan.
"Iya betul."
"Oh ya pak, Bapak kenal Bayu tidak, saya sering bertemu dia di laut, katanya dia tinggal di sekitar sini juga." Tiba tiba Wulan mendapat ide untuk mencari tahu tentang Bayu pada pak Haris. Dia kan penduduk sini juga.
"Bayu siapa ya Non,sepertinya saya tidak kenal, yang datang ke laut kan banyak, mungkin kalau bertemu orangnya baru saya tahu Non," jelas pak Haris
Betul juga kata Pak Haris, yang datang kelaut kan banyak, mana mungkin dia mengenalnya satu persatu. Bathin Wulan
"Baik lah pak, lain kali kalau kebetulan saya bertemu dengan Bapak dan Bayu secara bersamaan akan saya kenal kan Bayu pada pak Haris.Ya sudah, saya masuk dulu ya pak?" ucap nya kemudian sambil mengajak Mbok Mirah untuk ikut masuk karna sejak tadi Mbok Mirah hanya diam tidak mengerti dengan arah pembicaraan Wulan dan suaminya itu.
"Baik Non, saya juga mau permisi pulang."
"Bapak pulang dulu ya Bu?" pamit pak Haris yang di balas dengan senyuman dan pesan 'hati hati' dari istrinya.
***
Sementara itu di Hotel tempat Wulan bekerja Pak Damar tampak sedang memperhatikan meja resepsionis saat melewatinya pagi ini. Raut muka nya terlihat kecewa saat seseorang yang ingin di lihatnya tidak berada di balik meja itu.
Mungkin dia masuk sift siang. Hmm mau sampai kapan ya, aku hanya memperhatikan dia begini. Bathin pak Damar mempertanyakan sendiri keberanian nya untuk mulai mendekati gadis yang di sukai nya itu. Gadis dengan senyumnya yang amat menawan yang membuatnya terkagum kagum setiap kali gadis itu menyapa dan tersenyum kepadanya.
Aku harus mulai memperjuangkannya, aku sudah tidak tahan kalau hanya memperhatikannya dalam diam. Aku juga tidak mau kalau sampai ada yang mendahuluiku. Mudah mudahan belum terlambat.
Senyum Damar mengembang mengiringi suara hati dan pikirannya yang terus saja membayangkan Nawang wulan.
Damar bahkan tidak menyadari orang orang yang berpapasan dengannya memperhatikan dengan heran karna melihat pria itu senyum senyum sendiri.
"Ada apa dengannya?"
"Kenapa dia senyum senyum sendiri begitu ya?"
"Apa dia sedang jatuh cinta ya, orang yang senyum senyum sendiri kalau bukan karna tidak waras pasti karna sedang jatuh cinta."
Begitu lah kira kira pikiran pikiran yang muncul di benak orang orang yang melihat nya.
Bersambung..
Nawang wulan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
wulannya sungguh cantik jelita, dari manusia smpai dunia lain kepincut sma dia😃
2024-02-25
0
Ranny
wau Nawang Wulan sungguh menawan 👍😇
2024-02-16
0
Lisa Sasmiati
Dil raba 😍😍 cantik kali😊😊
2021-12-12
1