Wulan dan Bayu sudah sampai di hotel. Setelah mengambil kendaraannya, Wulan langsung melaju menuju tempat makan malamnya dengan bibi.
Sementara Bayu mengikuti Wulan dari belakang menggunakan motornya. Pria itu mengantarkan Wulan sampai di depan tempat yang di tuju. Ke sebuah resort mewah di pusat kota.
Setelah sampai Wulan segera memarkirkan kendaraannya dan menemui Bayu yang berhenti di tepi jalan. Persis di depan pelataran resort.
"Terimakasih sudah mengantarku. Apa kau mau ikut masuk? biar ku kenalkan pada bibiku?"
Bayu menggeleng cepat
"Tidak sekarang, Wulan. Aku belum siap. Lagipula penampilan ku seperti ini. Celana ku basah," tolak Bayu secara halus
"Ya sudah kalau begitu, kau pulanglah. Aku akan segera menemui bibi."
"Baiklah, aku jalan dulu," Bayu mulai melajukan motornya dan Wulan mengangguk sambil melambaikan tangannya.
Di dalam resort Bi Fatma sudah menunggu. Perempuan paruh baya itu memilih salah satu meja di sudut ruangan.
"Malam, Bi." sapa Wulan begitu sampai di hadapan Bibinya.
"Hey, Wulan. Kau sudah datang?"
"Iya, Bi. Apa Bibi sudah dari tadi?" Menarik salah satu kursi lalu duduk di atasnya.
" Tidak, Bibi juga baru datang," jawab Bibi sambil menengok ke arah pintu masuk.
"Apa Bibi sudah pesan makanan?" tanya Wulan yang melihat meja bibinya masih kosong.
"Belum, Bibi masih menunggu sesoerang, atau lebih tepatnya dua orang."
"Siapa?" tanya Wulan heran karena dia pikir dia hanya akan makan berdua dengan bibi.
"Nanti kau juga tahu sendiri. Bibi yakin kau sudah mengenalnya." Bibi tersenyum penuh arti membuat Wulan makin penasaran
Sekitar lima menit menunggu orang yang di nanti akhirnya datang.
"Nah ini dia tamu kita sudah datang," Bi Fatma segera beranjak dari duduknya.
Wulan yang duduk di depan Bibinya segera menoleh dan cukup terkejut mengetahui siapa tamu Bibinya.
"Pak Damar?"
"Wulan?"
Keduanya sama-sama terkejut.
"Tuh kan betul kata, Bibi. Kau pasti sudah kenal siapa tamunya," ujar Bibi sambil tersenyum senang karena berhasil membuat Wulan terkejut.
"Mari, mari silahkan duduk," perintah Bibi pada Damar dan ibunya.
Keduanya lalu duduk berseberangan. Damar di samping Wulan. Dan ibunya di samping Bi Fatma.
"Bibi kenal Pak Damar?" tanya Wulan masih dengan rasa herannya.
"Tentu saja, Damar itukan anak teman Bibi."
"Iya, Wulan. Bibi mu itu teman Bibi," Ibu Damar membenarkan ucapan Bi Fatma.
"Bibi mu bilang kau bekerja di hotel milik keluarga kami, jadi kami berniat mengajak kalian makan bersama. Supaya kami jadi makin akrab. Selain itu Bibi juga ingin bertemu denganmu. Bibi mu bilang kau sangat cantik. Dan ternyata benar, kau memang sangat cantik," celoteh ibunda Damar panjang lebar.
"Terimakasih, Bi. Bibi bisa saja," Wulan mengangguk dengan rasa canggung.
"Sebenarnya sejak pertama kali Bibi tahu kau bekerja di hotel itu, Bibi ingin memberitahu mu kalau pemilik hotel itu adalah teman Bibi. Tapi Bibi menunggu waktu yang tepat untuk bisa mengatakannya, sekaligus Bibi ingin mengenalkan mu dengan ibunya Damar," tutur Bi Fatma melengkapi ucapan ibunda Damar
Wulan hanya mengangguk-angguk mendengar penuturan bibinya. Ia tak tahu harus menjawab apa. Gadis itu merasa sangat canggung.
"Jadi Wulan itu keponakan Bibi?" Damar yang sedari tadi diam dalam keterkejutannya kali ini ikut angkat bicara.
"Iya, Damar. Dia baru beberapa bulan tinggal disini."
'Baguslah, itu berarti aku akan lebih mudah mendekati Wulan' Bathin Damar merasa cukup senang
"Oh ya bagaimana kinerja Wulan di hotel mu? tidak mengecewakan kan?"
"Tidak, Bi. Tenang saja. Wulan itu pekerja yang baik." Menjawab sambil menatap Wulan, sedangkan yang di tatap buru-buru mengalihkan pandangan.
"Oh, baguslah. Semoga dia nyaman bekerja di hotel mu," jawab Bi Fatma yang di tanggapi dengan anggukan dan senyuman dari Damar dan ibunya.
"Kau sendiri, Wulan? bagaimana Damar menurutmu? apa dia termasuk atasan yang galak?"
Cukup gugup Wulan mendengar pertanyaan ibu Damar. Namun dia berusaha tetap menjawab.
"Oh, tidak, Bi. Pak Damar tidak galak. Dia cukup baik dan ramah."
'Ya ampun, acara apa ini, kenapa basa-basi sekali?' Wulan mengomel dalam hati sembari berusaha tersenyum.
"Jangan memanggilku Pak, Wulan. Kita kan tidak sedang bekerja. Panggil Damar saja. Biar lebih akrab." Damar memprotes panggilan Wulan untuknya.
"Benar, Wulan. Tidak perlu memanggil Pak kalau di luar jam kerja," imbuh sang ibu.
" Baiklah," Hanya itu yang keluar dari mulut Wulan. Tidak ingin memperpanjang obrolan.
Makan malam kali ini terasa nikmat dan juga hangat bagi Bi Fatma, Damar dan juga ibunya. Namun tidak bagi Wulan. Ia merasa sangat canggung dan juga jengah. Ingin cepat-cepat mengakhiri acara ini.
"Senang sekali bisa makan malam bersama kalian," ucap Ibu Damar setelah selesai menikmati santap malamnya.
"Kami juga senang, ya kan Wulan?" Bi Fatma meminta pendapat Wulan.
"Oh iya, Bi." Wulan menyahut sambil memaksakan diri untuk tersenyum.
"Hmm bagaimana kalau lain waktu kalian makan malam di tempat kami. Kami akan mengundang kalian secara khusus."
"Wah ide bagus itu, Bu. Aku sangat setuju," Damar memuji usulan ibunya sambil lagi-lagi menatap Wulan.
"Ya. Kenapa tidak. Kami pasti akan memenuhi undangan kalian. Atur saja waktunya," jawab Bi Fatma tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Wulan. Sedangkan Wulan hanya mampu terdiam pasrah. Berusaha bersikap nyaman meski rasanya sudah sangat tidak nyaman.
Untung saja tak berselang lama, Kedua keluarga tersebut sepakat untuk menyudahi acara makan malam mereka. Dan tentu saja itu membuat Wulan merasa sangat senang.
'Akh akhirnya,' ucapnya senang, namun ia hanya berani mengucapkan itu di dalam hati.
***
Setelah kembali ke rumah, Bi Fatma langsung menuju ke kamarnya intuk beristirahat. Nawang Wulan pun demikian. Keduanya sama-sama lelah setelah beraktifitas seharian.
Sementara di lain tempat. Damar dan ibunya masih dalam perjalanan menuju rumah mereka. Damar terlihat masih fokus mengemudi sedangkan di sampingnya sang ibu terlihat menyandarkan kepalanya di kursi mobil sambil memejamkan mata.
Damar mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang dan cukup tenang. Namun tiba-tiba ia menghentikan mobilnya secara mendadak karena ada seseorang yang menghadangnya.
Orang itu atau pria itu memakai jaket berwarna gelap. Pandangannya sangat tajam seolah mengandung kebencian yang teramat besar.
Damar terkejut bukan main. Dan yang membuatnya semakin terkejut adalah mata pria itu yang merah menyala seperti lava gunung Merapi yang seolah hendak membakarnya hidup-hidup. Mengerikan sekali.
Ibu Damar yang berada di sampingnya pun terkejut karena Damar berhenti mendadak. Ia bahkan terlonjak saking terkejutnya.
"Ada apa, Damar? kenapa berhenti mendadak begitu?" tanya Ibu heran.
"Itu, Bu. Tadi ada---"
Damar tak melanjutkan kalimatnya karena orang yang baru saja menghadangnya ternyata sudah tidak ada. Padahal hanya sepersekian detik saat ia menoleh pada ibu lalu kembali menatap ke depan.
'Kemana dia? kenapa cepat sekali perginya?' Bathinnya heran sambil melihat ke sekeliling.
"Ada apa?" Ibu mengulang pertanyaan nya karena melihat Damar yang justru terdiam.
"Tidak ada, Bu. Tadi ada kucing lewat makanya Damar berhenti mendadak," Damar tidak mengatakan yang sebenarnya karena tidak ingin membuat ibunya khawatir.
"Oh, ya sudah ayo lanjut lagi. Ibu sudah sangat lelah dan ingin segera istirahat."
"Baik, Bu."
Damar melajukan kembali mobilnya sembari memegang tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin sambil bergidik ngeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
🇮🇩💯Diajeng Sekar Ayuni💖💕
ngeri2 sedepp😁😁😁, cerita nya horor.si bayu udah posesif dgn si wulan
2022-01-27
0
Rose Kanam
waduhhhh,cemburu ni
2020-09-02
1
zhangvivi
setia menunggu up darimu thorr..klo perlu up gila2an 😍😍
2020-04-22
0