Bukan Kisah Siti Nurbaya
Bel istirahat telah berdentang hampir sepuluh menit berlalu. Syifa masih duduk termangu di dalam kelas yang sudah kosong. Nadya, teman satu bangkunya pun sudah melenggang pergi ke kantin sekolah, setelah sebelumnya berulang kali mengajaknya serta. Bukan karena ia belum lapar. Melainkan nafsu makannya yang sedang terganggu sudah seminggu belakangan ini. Selain itu ia sedang berusaha menghindari seseorang. Jadi, ia mencoba untuk sementara menahan diri untuk tidak melihat batang hidungnya sampai hatinya sudah siap menerima kenyataan.
Kehampaan kini benar – benar mengisi ruang kosong kelas XII IPS 2. Kesedihan kini merayap lalu menggelayuti hati Syifa seolah enggan bergeming. Walaupun semua masalah dan unek – unek yang tertimbun di dalam hatinya, sudah ditumpahkan pada sahabat satu – satunya, Nadya. Namun, tidak kunjung jua membuatnya bahagia.
Air mata Syifa ingin segera meluncur dari pelupuk matanya bak pemain ski yang sedang meluncur dari gunung es. Namun gadis yang akrab disapa Cipa itu, segera menyekanya ketika ada dua orang murid masuk ke dalam kelasnya.
“Kenapa lo, Fa?” todong Sari, murid berkepang itu saat melihat raut wajah Syifa yang murung. Sorot matanya tajam penuh selidik.
Syifa tidak bisa menjawab, hanya mengulum bibirnya dalam kebisuan.
“Paling dia masih baper,” sahut Alana, murid yang lainnya sinis dengan seringai mengejek. “maklum, masih patah hati gara – gara diputusin Angga.”
Rasanya Syifa ingin menangis meraung-raung mendengar nama Angga disebut olehnya. Cowok yang sudah membuatnya jatuh cinta.
“O iya, kok gue jadi mendadak pikun sih?”
“Makanya, kita sebagai cewek harus sadar diri, jangan pecicilan. Baru diakrabin sedikit udah kepedean. Dan sekarang jadi baper sendiri deh.” hardiknya tertawa sinis.
Apa gue seburuk itu? Gue enggak salah. Anggak yang nembak gue duluan.
Syifa hanya terdiam membisu mendengar olok – olokan mereka. Wajahnya tertunduk malu.
Setelah selesai mengolok Syifa dan mengambil sesuatu dari tas salah satu murid itu. Sari dan Alana langsung pergi meninggalkan kelas.
“Ya ampun Syifa … ternyata elo bodoh banget sih?” hardiknya pada dirinya sendiri sambil menghentakkan kaki ke lantai gemas. “seharusnya elo enggak boleh langsung terima waktu pertama kali Angga nembak elo,” air mata gadis berwajah bulat itu jatuh menitik dari pelupuk matanya. “tapi … mau gimana lagi? Gue enggak punya pilihan. Cinta gue udah terlanjur menggunung buat Angga. Makanya waktu dia nembak, gue langsung terima dia dengan suka cita. Gue pikir ... gue akan menjadi satu – satunya cewek yang paling beruntung di muka bumi ini. Berhasil menjadi pacar dari cowok paling popular di sekolah. Gue merasa cewek yang paling bahagia karena udah berhasil bikin baper cewek – cewek satu sekolah.”
"Kita putus!" Begitu ucap Angga saat mengkhiri hubungannya dengan Syifa.
"Kenapa? Apa salah gue?" Syifa sangat terpukul. "bukannya hubungan kita selama ini baik-baik aja. Terus sekarang elo mendadak ..."
"Sori. Gue enggak cinta sama elo."
Syifa tercengang. Matanya terlihat basah. "Tapi ... waktu itu elo bilang cinta sama gue, iya kan?"
"Iya. Karena waktu itu gue pikir begitu. Tapi seiring berjalannya waktu, gue baru menyadari ternyata cinta gue bukan buat elo."
Mata Syifa terbeliak kaget. Rima datang langsung memeluk lengan Angga begitu hangat dan mesra.
"Dan, dialah cinta gue. Kebodohan terbesar elo adalah menjadi cewek yang terlalu naif Syifa,” hardik Angga. “Lagian … gue rasa enggak ada cowok ganteng sekelas gue, yang mau backstreet sama cewek mengenaskan kayak elo.”
Syifa tertegun mendengar kata demi kata yang meluncur dari mulut Angga.
“Tapi gue benar – benar suka sama elo, Ngga …” sahutnya lirih.
“Cih! Sebaiknya hapus rasa suka yang elo punya dari hati lo. Abis itu, elo lupain hubungan yang pernah ada di antara kita. Karena cinta dan suka gue cuma teruntuk Rima tersayang, pacar gue. Jelas?”
“Udah deh, sayang. Enggak usah diperpanjang. Malu banyak orang yang mulai memperhatikan kita,” sergah Rima manja seraya menggoyangkan lengan Angga yang kokoh. Beranjak pergi meninggalkan gadis malang itu sendiri.
Hari itu adalah hari yang paling paling menyakitkan bagi Syifa. Sakit karena telah dibohongi oleh orang yang selama ini dicintainya. Rasa sakit itu lebih parah dari teriris sembilu. Tidak ada satu pun obat di dunia ini yang mampu membalut luka hatinya. Masih adakah pemuda yang mau mempersunting hatinya dengan tulus?
Air mata gadis itu jatuh berderai menganak sungai. Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Beberapa pasang mata melihatnya sinis. Seringai mengejek tersungging di bibir mereka. Syifa berlalri ke toilet sekolah mencuci wajahnya agar tidak ada lagi air mata. Walaupun pada akhirnya sia-sia, karena air matanya tidak lantas berhenti begitu saja. Kedua tangannya mencengkram erat sisi westafel dengan wajah tertunduk dalam di depan cermin. Isak tangis yang tidak lagi bisa disembunyikan menggema memecah keheningan.
Dua rongga dada Syifa mendadak nyeri dan terasa sesak mengingat semua yang telah terjadi. Isak yang sedaritadi ditahannya kini pecah. Air matanya jatuh menitik di pipi. Ditutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kemudian membenamkannya di atas meja.
Lima bulan bukan waktu sebentar untuk Syifa menikmati masa – masa indah bersama Angga, setelah hampir tiga tahun berusaha mendekati Angga. Ia sangar sadar dengan konsekwensi yang didapatnya bila memacari Angga. Pasalnya sang Arjuna selalu di kelilingi cewek – cewek cantik. Sakit hati sudah pasti akan dihadapinya. Tetapi ia berusaha sekuat tenaga menjadi yang terbaik di mata pujaan hatinya.
Cinta yang dianggapnya gayung bersambut. Ternyata hanya bertepuk sebelah tangan. Sakit, pedih, perih dan perih menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh. Bagai racikan rempah-rempah yang dijadikan jamu. Begitulah perasaan yang sedang dirasakan gadis itu. Mungkin untuk jamu walau terasa pahit dilidah, tetapi menyehatkan tubuh. Berbeda dengan derita hati yang dirasakannya. Awalnya manis namun pahit getir diakhirnya.
Cinta semu yang diberikan Angga selama ini cukup membuatnya terbuai dalam mimpi indah. Karena cinta sejatinya sudah tercurah semua pada Rima sejak lama. Selain satu kelas dengan Angga, ternyata tempat tinggal mereka berdekatan. Tak aneh bila setiap hari keduanya selalu pulang dan pergi bersama.
Syifa tidak menampik jika selama ini kedua orang tuanya sangat protektif dan selektif akan teman sekolah maupun teman di rumahnya. Setiap orang tua yang memiliki anak perawan di zaman milenial seperti saat ini, pasti selalu dirundung rasa kekhawatiran dan kegelisahan yang teramat besar. Jika nanti sang anak terjerumus ke jalan kesesatan. Atau salah memilih teman dalam pergaulan. Itulah sebabnya Syifa tidak pernah diizinkan punya teman lelaki, terlebih lagi pacar. Meskipun agak lebay, tapi bagi orang tuanya sah-sah saja.
Sejak duduk di bangku SMP Syifa tidak pernah memiliki teman lelaki yang akrab dengannya. Ia pun tidak berusaha dekat dengan teman lawan jenisnya. Tetapi ketika masuk SMA. Pesona Angga mampu menggetarkan jiwa jomblonya hingga meronta–ronta. Hal itulah yang membuat Syifa memberanikan diri membuka pintu hatinya. Gayung pun bersambut di pertengahan semester satu kemarin. Angga berhasil memacari Syifa. Walau pada akhirnya sad ending.
Syifa melihat Angga yang baru saja memparkir sepeda motor metik besarnya. Dalam hati ia berharap pagi ini bisa kembali cerah seperti pagi–pagi kemarin sebelum mereka putus. Dengan senyum mengembang Syifa menyambut kedatangan Angga. Mendadak senyumnya pupus, tatkala Rima yang sedari tadi berdiri tak jauh dari tempat Angga memparkirkan sepeda motornya langsung menggandeng lengan cowok berhidung mancung itu. Kemudian berlalu melewati gadis malang tanpa menoleh sedikit pun padanya. Syifa hanya mampu terdiam menatap punggung mantan pacar yang masih dicintainya.
Nadya memeluk bahu Syifa memberi semangat.
Syifa menoleh dengan senyum getir. Matanya basah.
"Udah, cowok begitu enggak usah dipikirin. Masih banyak cowok di dunia ini yang lebih ganteng dan keren dari dia. Bahkan mungkin lebih baik dari si cecurut itu. Ingat Pa, gugur satu tumbuh seribu. Patah tumbuh, hilang berganti." tersenyum sambil menepuk pelan bahu Syifa.
Syifa mengangguk mengerti. Menghapus air mata yang hampir turun membasahi pipinya.
Nadya mengajaknya masuk ke dalam kelas.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-07-28
0
Christy Oeki
sehat selalu
2022-07-06
0
Penjaga Hati
seruuu
hai kk aku mampir 👍 ⭐⭐⭐⭐⭐ ♥️
semangat up yah
mampir juga di karyaku
-Aku mencintai doaenku
-Cinta Maya
2020-07-15
2