Move On

Hari Minggu adalah hari dimana untuk Syifa berleyeh-leyeh ria. Walaupun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Segudang pekerjaan rumah telah menantinya. Mulai dari merapikan tempat tidur, padahal setiap hari dilakukannya, hanya drama saja agar terkesan sibuk. Membantu Bunda menyapu lantai dan halaman, mengepel setiap sudut rumah, sampai membantu Bunda memasak di dapur, walau hanya membantu membersihkan sayur, atau belanja ke warung membeli bumbu dapur yang kurang.

Bunda telah menyiapkan sarapan pagi di atas meja makan. Menu sarapan pagi ini nasi goreng spesial buatan Bunda yang selalu bikin nagih.

Ayah, Bunda, dan Ade, adik lelaki Syifa yang baru berusia tujuh tahun. Mereka semua telah duduk di kursi masing-masing. Hanya Syifa yang belum terlihat batang hidungnya.

"Bun, dimana Teteh?" tanya Ayah menggunakan panggilan kesayangan untuk Syifa.

"Paling masih bobo kali, Yah," sahut Ade dengan suara imutnya. "Kan kalo setiap hari Minggu, Teteh malas bangun pagi."

Ayah mengelus rambut Ade lembut seraya menyunggingkan senyum lebar.

"Ih, siapa bilang begitu?" tiba-tiba Syifa muncul, lalu duduk di kursi yang berada di depan Ade seraya menjulurkan lidah meledek adik bungsunya.

Ade merengut sambil mengerucutkan bibir imutnya.

"Sudah-sudah, enggak usah pada ribut," sergah Bunda melerai keributan. "Ayo, dimakan sarapannya!"

Syifa dan Ade tidak menjawab, tapi mereka hanya melakukan yang Bunda suruh seakan mengiyakan. Diam-diam mereka berbalas menjulurkan lidah sebagai ungkapan saling meledek antara satu dengan lainnya.

"Oya, gimana tentang kencan kemarin?" tegur Bunda mengalihkan semua perhatian anggota keluarga.

Syifa mendadak terbatuk karena tersedak nasi goreng yang sedang dikunyahnya. Buru-buru ia meneguk air yang menghabiskan setengah gelas.

"Jadi, mereka beneran ketemuan Bun?" Ayah tampak sangat antusias.

Ya ampun. gimana ini? Ayah sama Bunda mulai membahas kencan kemarin. Gue harus jawab apa kalo mereka tanya-tanya cowok itu. Bisa gawat kalo sampai ketahuan. Kalo ternyata cowok yang gue temuin kemarin bukan calon suami gue.

Syifa mulai merasa gusar.

"Benar, Yah." Bunda sangat semringah.

"Berita bagus."

Berita bagus kan cuma buat Ayah. Tetap aja berita buruk buat Teteh.

"Lalu gimana respon Mbak Mai sama Kang Surya, Bun? Mereka sudah kirim kabar ke Bunda belum?"

"Kalo ngomong langsung sih belum, Yah. Tapi Mbak Mai sudah kirim Bunda pesan via WA doang sih, Yah."

Aaaa ... Gawat! Gawat!

Wajah Syifa menegang dan gugup. Degup jantungnya berdetak tak beraturan.

"Lalu gimana respon pemuda itu, Bun?" selidik Ayah penasaran.

"Sepertinya pemuda itu suka sama anak kita, Yah," sahut Bunda berbinar.

"Benar begitu?"

Bunda menganggukkan kepala yakin.

Syifa mengela nafas pendek dan pelan. Dahinya mengernyit hingga berkerut. Kepalanya mendadak terasa pening.

"Ayah, Bunda, lagi omongin apa sih? Ade enggak ngerti," sela bocah itu polos.

Ayah dan Bunda terkesiap mendengar pertanyaan polos anak bungsunya. Mereka baru menyadari bahwa obrolan mereka didengar oleh anak di bawah umur. Pembicaraan orang dewasa seharusnya tidak diobrolkan di hadapan anak kecil seperti Ade.

"Ade ... sayangnya Bunda dan Ayah. Makannya sudah selesai belum?" Bunda mengalihkan pembicaraan.

Ade menggelengkan kepala.

"Sudah."

"Kalo sudah, Ade pergi nonton tv dulu ya, ada kartun Doraemon, seru lho," titahnya tanpa membuat putra bungsunya terusir.

"Doremon? Hore ... Ade suka ..." sorak Ade sangat senang. Ade turun dari kursinya, beranjak pergi ke ruang tengah.

Syifa buru-buru mencari aman agar tidak kena cecar kedua orang tuanya perihal kencannya semalam. Mengangkat semua piring kotor, mencuci piring dengan cepat di tempat cuci piring. Menyusunnya di rak, lalu kabuuurr!!!

"Teteh," seru Bunda menghentikan langkahnya.

Dug! degup jantung Syifa seakan berhenti sesaat. Dengan ragu seraya menyungginkan senyum kaku gadis itu menoleh.

"Iya, Bunda."

"Teteh mau kemana?"

"Ehh ... mau nemenin Ade sebentar nonton film Doraemon, abis itu bersih-bersih deh," sahutnya ringan.

"Oh, ya sudah."

Syifa menghela nafas lega.

Asyik! Gue selamat.

*

Pukul delapan malam.

Syifa menyandarkan bahunya di kepala tempat tidurnya setelah selesai mengerjakan semua tugas sekolahnya. Tak ada kegiatan yang bisa dilakukannya saat ini. Dulu, sebelum putus dari Angga, pada jam-jam seperti ini ia selalu habiskan untuk menelepon atau menunggu telepon darinya. Perasaan gusar karena terlalu lama menunggu, hingga akhirnya bahagia setelah mendengar suara merdunya cowok paling keren di sekolah. Tapi semuanya kini sudah menjadi masa lalu. Tak indah bila terus dikenang. Pasalnya dia sudah bahagia bersama Rima.

Ough! Sebel!

Sebuah notifikasi muncul di layar ponsel Syifa. Tiba-tiba dahinya mengernyit.

Hai, aku mau ketemu kamu. Kira-kira kapan kamu ada waktu?

Begitulah bunyi pesan singkat dari calon suaminya. Kalimat ajakan yang terlalu to the poin.

Gak tahu. Sori gue lagi sibuk.

Penolakan tanpa basa-basi, Syifa rasa cukup untuk membalas isi pesan darinya. Kemudian tanpa ingin menunggu balasan dari pemuda itu, ia langsung me-non aktifkan ponselnya.

"Rasain Lo emang enak gue tolak." ujarnya seakan sedang berbicara di hadapan pemuda itu di depan ponselnya yang telah off. semburat kepuasan terpancar di wajahnya.

Syifa merubah posisi duduknya. Mendadak teringat pertemuannya dengan seorang pemuda ketika di kafe kemarin. Ia mendengus pelan.

Seandainya calon suami gue itu dia, mungkin ceritanya berbeda.

Syifa tiba-tiba merasa risih sendiri mengingat semua yang telah terjadi. Ia bergidik geli.

"Enggak-enggak, gue enggak boleh mikir macam-macam. Kalo sampai orang tua gue tahu bisa berabe," tuturnya mengingatkan diri sendiri.

Syifa berbaring sembari menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut bermotif hello Kitty. Diliriknya jam dinding yang menempel di dinding kamar. Sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit. Namun matanya masih terasa segar untuk segera tertidur.

Sepasang manik matanya menatap plafon kamar. Bayangan wajah pemuda itu kembali mengusik ketenangan jiwanya. Tapi ia tidak mau larut dalam kenangan, apalagi berhubungan dengan Angga. Ia harus tutup buku. Berharap esok ia bisa mengukir kenangan di lembaran baru buku kehidupan, hingga menjadi hari yang menyenangkan baginya.

Udara pagi hari ini terasa sangat sejuk. Berhembus pelan menerpa wajah Syifa yang polos tanpa riasan make up. Langkah kakinya begitu ringan, seringan senyum kecil yang tersungging di bibir merah delimanya, menelusuri koridor sekolah menuju ruang kelasnya di lantai dua.

Tiba-tiba langkah Syifa terhenti. Mata hitam pekatnya melihat bayangan Angga tengah duduk bersama ketiga sahabatnya, Boncu, Awenk, dan Sonik, di kursi panjang depan kelas mereka. Senyumnya pun mereka. Namun segera lenyap saat Rima datang mendekati mereka. Angga menyambut kedatangan gadis cantik itu hangat. Terjalin kemesraan di antara keduanya tanpa malu-malu di hadapan sahabat-sahabatnya.

Air mata Syifa meluncur tajam tanpa kompromi. Luka hati yang belum sembuh, berdarah kembali. Nadya langsung mengalungkan lengannya ke leher Syifa, menggereknya masuk ke dalam kelas.

Syifa terkesiap, kontan menepis tangan Nadya dengan cepat.

"Apa-apaan sih Lo, Nad?"

Nadya mendengus.

"Enggak lucu, tahu?"

"Elo yang apa-apaan?"

Syifa mentautkan alis hingga nyaris menyatu.

"Ngapain lo lihatin mereka? Lo mau nangis Bombay di depan mereka?" selidik Nadya geram. "Lo mau dicengin mereka kayak tempo hari?"

"Elo ngomong apaan sih? Pagi-pagi udah ngelantur aja," kilahnya menyeka air mata.

"Cip, gue cuma peduli sama elo, karena elo sahabat gue. Gue enggak mau elo nangis lagi meratapi cinta elo yang ternyata cuma dijadiin pelarian sama si cecunguk Angga itu."

"Siapa yang nangis?"

Nadya mendengus lagi.

"Cip, gue enggak buta, sampai enggak lihat air mata lo yang jatuh bercucuran di pipi Lo itu," Nadya menunjuk dengan mengangkat dagunya.

Syifa terdiam.

"Mulai dari sekarang elo harus move on. Lupain dia, kalo perlu elo cari penggantinya." tukas Nadya.

"Ehem!" terdengar suara orang berdehem.

Sontak Syifa dan Nadya menoleh ke sumber suara. Terlihat Aini sedang menatap mereka sinis.

"Dasar norak, enggak bermutu," hardiknya lalu membuang muka. Bergerak pergi menuju mejanya.

Syifa dan Nadya saling beradu pandang. Mereka mengangkat bahu tidak mengerti apa maksud arah perkataan salah satu teman sekelas mereka. Entah sejak kapan Aini sering bersikap sinis seperti itu. Terutama kepada Syifa. Padahal mereka tidak pernah terlihat cekcok atau pun terlibat masalah serius. Tetapi sikap tidak suka Aini selalu ditampakkan di depan Syifa.

Tanpa komando Syifa dan Nadya bergerak menuju meja mereka yang terletak bersebelahan. Menunggu dentang bel masuk sekolah. Tak lama berselang, guru bidang studi pun masuk ke dalam kelas mereka.

*

"Hari ini kayanya ada yang pagi-pagi nangis di sekolah ya?" seloroh Boncu dengan suara lantang saat jam istirahat pertama di kantin sekolah. "Kayanya sih masih sayang, tapi malang cinta bertepuk sebelah tangan."

Semua murid yang ada di dalam kantin langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah Boncu, karena suaranya yang terdengar sangat mengusik ketenangan jam istirahat mereka.

"Masak sih, siapa?" timpal Awenk melirik tempat duduk Syifa dan Nadya tak jauh dari tempat duduk mereka.

"Siapa lagi kalo bukan MTGMO," sahut Boncu antusias.

"MTGMO? Apaan sih lo, sotoy banget," Awenk mengerutkan keningnya tidak mengerti maksud ucapan sahabatnya.

"Itu tuh, Mantan Terindah Gagal Move On!"

Mereka tertawa puas. Termasuk Angga dan Rima yang juga ikut bergabung bersama mereka.

Syifa tertunduk dalam. Tidak mampu menyembunyikan rasa malunya. Air mata yang selalu datang tanpa diundang telah memenuhi pelupuk matanya.

Tangan Nadya mengepalkan erat. Geram dengan celotehan Boncu and the genks. Memukul meja dengan kepalan tanganya. Dia beranjak berdiri hendak menyatroni mereka, dan memaki dengan kata-kata yang bisa menohok agar mulut mereka menutup dengan tertib. Tetapi semuanya urut tatkala Syifa menghentikannya. Ia tidak ingin menambah panjang urusan dengan mereka.

"Plis. Gue mohon Nad, jangan ..." ucap Syifa setengah berisik. Suaranya terdengar lirih.

Terenyuh Nadya mendengarnya. Tak tega melihat air mata sahabatnya. Dia tahu betapa sulitnya sang sahabat bertahan dalam keterpurukan. Menderita karena dipermainkan oleh lelaki yang sangat dicintai, serta terpaksa menerima perjodohan dengan lelaki yang tidak dicintai.

Ya ampun Cipa, gue ngenes banget sama elo.

Akhirnya Nadya kembali duduk. Sepasang matanya menatap sendu wajah sahabatnya yang terlihat bagai langit yang dipenuhi awan mendung. Awan yang banyak mengandung air. Tapi bukan lagi air banjir, melainkan air bah yang siap meluluh-lantakkan segala benda yang berada di sekitarnya.

*

Malas rasanya bila harus berpapasan dengan Boncu and the genks selepas jam pulang sekolah. Biasanya kami selalu bertemu saat ingin menuruni anak tangga. Selain ogah mendengar nyinyiran, lihat muka mereka jadi buat sepat mata. Kalo Nadya bilang, muka mereka cuma buat mata belekan. Hahaha ... hehmm. Gue sangat bersyukur punya sahabat seperti Nadya. Dia sahabat sejati yang selalu ada dalam suka dan duka, serta pandai menghibur.

Mata Nadya langsung mendelik ketika Boncu and the genks ingin berulah kepada Syifa. Sedikit gertakan mereka segera tutup mulut.

Nadya dan Syifa menunggu angkot di depan gerbang sekolah bersama beberapa murid lain dari kelas yang berbeda. Begitu pula dengan Aini. Gadis itu juga nampak sedang menunggu, entah angkot yang sama dengan mereka atau seseorang akan menjemputnya. Dia berdiri menyendiri agak jauh dari tempat mereka berada.

Beberapa menit kemudian. Sepeda motor metik besar berwarna merah berhenti tepat di depan Aini. Kontan mereka yang masih setia menunggu angkot, mengalihkan pandangan kepada sepasang muda-mudi yang sangat serasi layaknya sepasang kekasih. Tak ayal Nadya pun ikut terkesimak. Rasa iri mengoyak jiwa jomblo akutnya.

"Ya ampyun. Ganteng banget ... iya kan Pa," Nadya menyenggol pinggang Syifa dengan siku.

"Apaan sih, Nad?" Syifa yang sedang sibuk dengan ponselnya terpaksa mengalihkan pandangannya. Tetapi ia melihat pada arah sebaliknya. "Mata udah lo katarak, ya? Masak Pak Narim yang udah tuwir dibilang ganteng. Jangan-jangan elo naksir sama dia? Ya ampun Nad, amit-amit cabang baby deh."

Nadya mendengus keras saat melihat sahabatnya salah arah pandangan. Buru-buru dia menuntun arah pandangan yang benar.

"Bukan ke situ arahnya. Tapi ke sana," menunjuk Aini bersama lelaki muda pengendara sepeda motor. "ganteng kan?"

Syifa hanya menuruti petunjuk Nadya. Kemudian dengan ringannya Syifa membulatkan bibir hingga membentuk huruf O.

Eh. Cowok itu kayak pernah gue lihat. Tapi dimana ya?

"Beruntung banget ya si Aini bisa punya cowok seganteng dia," imbuh Nadya. "terus, mereka berdua mesra banget bikin gue iri. Sampai jiwa jomblo gue meronta-ronta."

Syifa terkesiap setelah berhasil mengingat kejadian malam Minggu kemarin saat bersama seorang pemuda. Ternyata pemuda itu adalah dia. Pemuda yang sedang bersama Aini.

Je-je-jadi, cowok itu pacarnya Aini. ****** gue!

Sepeda motor yang ditumpangi Aini melesat pergi lewat di depan mereka. Sekilas wajah pemuda itu menoleh ke arah Syifa. Senyum kecilnya menyungging ramah.

Syifa hanya diam seraya menatap kepergiannya. Sejenak debaran jantungnya tiba-tiba kehilangan harmonisasinya. Ia menghela nafas pendek. Dahinya berkerut hingga kedua alisnya bertaut.

 

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Christy Oeki

Christy Oeki

dilancarkan rejekinya

2022-07-06

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Perjodohan
3 Kencan Buta (Part 1)
4 Kencan Buta (Part 2)
5 Mendadak Biduan
6 Mau Jujur enggak, Ya?
7 Move On
8 Dear My Diary
9 Eh, Ketemu Lagi ...
10 Bukan Dia, Tapi Aku (Part 1)
11 Bukan Dia, Tapi Aku (Part 2)
12 Bukan Dia, Tapi Aku (Part 3)
13 Bukan Siti Nurbaya
14 Zikra
15 Mengembalikan Baju Kak Vindy
16 Uwa Sakit
17 Sebuah Harapan
18 Duka Di Hari Pernikahan
19 Kembali Ke Sekolah (Part 1)
20 Kembali Ke Sekolah (Part 2)
21 Suami
22 Doa Yang (Tak) Terkabul
23 Satu Atap
24 Fitnah
25 Ibu PKK
26 Jadi Mahasiswa
27 Truth Or Dare
28 Dia Yang Datang Dari Masa Lalu (Part 1)
29 Dia Yang Datang Dari Masa Lalu (Part 2)
30 Hadiah Istimewa
31 Risau
32 Daftar Misi Cinta
33 Misi Cinta (Part 1)
34 Misi Cinta Ke-1 (Kencan Romantis)
35 Misi Cinta (Part 2)
36 Me Vs Pelakor
37 Cemburu
38 Kado Ulang Tahun
39 Ungkapan Cinta (Part 1)
40 Ungkapan Cinta (Part 2)
41 Ungkapan Cinta (Part 3)
42 Kejutan
43 Patah Hati
44 Serpihan Hati Yang Luka
45 Mengertilah Sayang ...
46 Gara-Gara Aini
47 Jujurlah Padaku ...
48 Jembatan Cinta
49 Aku Ingin Selalu Bersamamu
50 Cinta Kita
51 Isrtiku ...
52 Kubahagia ...
53 Bersamamu
54 Untukmu
55 Aku Ingin Punya Anak
56 Bete
57 Aku Sedih
58 Dia Istriku
59 Harapan
60 Pacar Untuk Nadya
61 Rindu Yang Menggantung
62 Reuni Ala Kita
63 Dimana kamu...
64 Makan Malam (Part 1)
65 Makan Malam (Part 2)
66 Obrolan Malam (Part 1)
67 Obrolan Malam (Part 2)
68 Menjenguk Bapak Mertua
69 Negosiasi
70 Mimpi Buruk
71 Terror
72 Tragedi
73 Duka
74 Hidupku Tanpamu
75 Secercah Cahaya Harapan (Part 1)
76 Secercah Cahaya Harapan (Part 2)
77 Cahaya Hidup Baru
78 Jebakan Batman
79 Akhirnya Aku Menemukanmu...
80 Jangan Takut...
81 Terima Kasih Ambu...
82 Aku Pulang
83 Pertemuan Mengharukan
84 Curhat Author
85 Extra Part 1 - Menyapa Anakku
86 Extra 2 (Last) - Malaikat Kecilku
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Prolog
2
Perjodohan
3
Kencan Buta (Part 1)
4
Kencan Buta (Part 2)
5
Mendadak Biduan
6
Mau Jujur enggak, Ya?
7
Move On
8
Dear My Diary
9
Eh, Ketemu Lagi ...
10
Bukan Dia, Tapi Aku (Part 1)
11
Bukan Dia, Tapi Aku (Part 2)
12
Bukan Dia, Tapi Aku (Part 3)
13
Bukan Siti Nurbaya
14
Zikra
15
Mengembalikan Baju Kak Vindy
16
Uwa Sakit
17
Sebuah Harapan
18
Duka Di Hari Pernikahan
19
Kembali Ke Sekolah (Part 1)
20
Kembali Ke Sekolah (Part 2)
21
Suami
22
Doa Yang (Tak) Terkabul
23
Satu Atap
24
Fitnah
25
Ibu PKK
26
Jadi Mahasiswa
27
Truth Or Dare
28
Dia Yang Datang Dari Masa Lalu (Part 1)
29
Dia Yang Datang Dari Masa Lalu (Part 2)
30
Hadiah Istimewa
31
Risau
32
Daftar Misi Cinta
33
Misi Cinta (Part 1)
34
Misi Cinta Ke-1 (Kencan Romantis)
35
Misi Cinta (Part 2)
36
Me Vs Pelakor
37
Cemburu
38
Kado Ulang Tahun
39
Ungkapan Cinta (Part 1)
40
Ungkapan Cinta (Part 2)
41
Ungkapan Cinta (Part 3)
42
Kejutan
43
Patah Hati
44
Serpihan Hati Yang Luka
45
Mengertilah Sayang ...
46
Gara-Gara Aini
47
Jujurlah Padaku ...
48
Jembatan Cinta
49
Aku Ingin Selalu Bersamamu
50
Cinta Kita
51
Isrtiku ...
52
Kubahagia ...
53
Bersamamu
54
Untukmu
55
Aku Ingin Punya Anak
56
Bete
57
Aku Sedih
58
Dia Istriku
59
Harapan
60
Pacar Untuk Nadya
61
Rindu Yang Menggantung
62
Reuni Ala Kita
63
Dimana kamu...
64
Makan Malam (Part 1)
65
Makan Malam (Part 2)
66
Obrolan Malam (Part 1)
67
Obrolan Malam (Part 2)
68
Menjenguk Bapak Mertua
69
Negosiasi
70
Mimpi Buruk
71
Terror
72
Tragedi
73
Duka
74
Hidupku Tanpamu
75
Secercah Cahaya Harapan (Part 1)
76
Secercah Cahaya Harapan (Part 2)
77
Cahaya Hidup Baru
78
Jebakan Batman
79
Akhirnya Aku Menemukanmu...
80
Jangan Takut...
81
Terima Kasih Ambu...
82
Aku Pulang
83
Pertemuan Mengharukan
84
Curhat Author
85
Extra Part 1 - Menyapa Anakku
86
Extra 2 (Last) - Malaikat Kecilku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!