Sabtu sore.
Nadya terbeliak menatap Syifa berdiri mematung di depan pintukamarnya. Sorot matanya tajam memandangi
dari atas sampai ke bawah. Tak ayal suara tawa pun pecah mendapati penampilan sang sahabat yang mendadak terlihat aneh. Padahal gadis berpipi tembam yang ia kenal sejak SMP selalu tampil kesual dan modis. Namun entah apa yang merasukinya saat ini.
Wajah full make up. Dress baby pink dengan paduan kain tile dan satin membalut tubuh Syifa.
Sepatu flat putih. Serta tas selempang mungil rajut yang warnanya tidak singkron dengan konsep yang
digunakan hari ini. Tidak ketinggalan bando putih dengan sentuhan bunga – bunga kain berwarna baby pink
bertahta di atas kepalanya. Rambut panjangnya yang hitam legam dibiarkan terurai.
“Elo?” jari telunjuknya lurus menunjuk Syifa sambil terkekeh.
Syifa menerobos masuk seraya mendorong pelan tubuh Nadya yang kurus, berdiri menghalangi jalannya.
Duduk di atas kasur Nadya walau belum dipersilahkan. Wajah Syifa memerah karena kesal telah ditertawakan. Belum lagi teguran dari sopir anggot yang ditumpanginya menuju rumah Nadya ikut menggodanya.
"Udah deh, elo jangan nawain gue terus." Rajuk Syifa.
Nadya menghentikan tawanya. Hanya mempertahankan segaris senyum menyungging di bibir tipisnya.
Duduk di sisi Syifa.
“Sory … gue enggak bermaksud kayak gitu,” Nadya merasa bersalah.
Syifa hanya diam membisu.
“Lagian elo sih pake pakaian ala–ala princess gini. Kayak anak kecil tahu!” lanjutnya mencari pembenaran.
“mau kemana, dek? Mau pergi ke ulang tahun siapa?” godanya iseng seraya menyeringai geli.
“Jangan rese deh lo, Nad!” Syifa mendorong pelan bahu Nadya.
“Aduh! Dia marah..."
Syifa tiba – tiba memeluk Nadya erat. Membenamkan wajahnya dalam dekapan Nadya.
Nadya tersentak kaget. Setelah drama kesedihan berkepanjangan hingga nangis Bombay karena
diputusin Angga, Syifa tidak lagi menangis di dalam pelukannya. Tapi untuk kali ini entah drama apalagi
yang terjadi pada dia.
Nadya menghela napas panjang setelah mendengar cerita dari drama kehidupan Syifa. Kini dia baru
mengerti mengapa Ayah dan Bunda selalu memintanya agar selalu mengawasi Syifa agar tidak dekat
dengan teman lelaki di sekolahnya. Walau pada akhirnya gadis itu diam – diam nekat berpacaran dengan Angga. Dan buah dari kenakalan yang diperbuat, ia harus menerima hukuman serta perjodohannya
dengan seorang pemuda asing yang tidak pernah dijumpai sebelumnya.
Air mata Nadya mendadak meluncur begitu saja membasahi pipinya, ikut merasakan kesedihan Syifa.
“Drama banget sih hidup lo. kalo seandainya kisah hidup lo dijadiin judul sinetron … judul apa yang
tepat? ‘Kisah percintaan yang enggak mulus, terus dijodohin ala – ala Siti Nurbaya’ menarik kali ya?”
seloroh Nadya.
“Gue bukan Siti Nurbaya!” sergah Syifa cepat. “hidup gue bukan cerita dalam sinetron. Jadi elo
jangan lebay deh, Nad.”
“Ah, serius banget sih hidup lo?”
“Emang serius. Hidup gue emang lagi serius banget. Mungkin sekarang tahap urgent kali,” ujar Syifa lirih.
"Mau masuk ICU kali."
Syifa tidak langsung menjawab. Ia hanya meminta Nadya memakai baju dengan warna yang sama dengannya. Setelah selesai me – make over wajah teman yang sudah dianggapnya seperti saudara itu, lalu mengajaknya ke suatu tempat. Meskipun harus susah payah memberi penjelasan dan memohon agar mau ikut bersamanya.
“Elo enggak lagi menjerusmusin atau ngejebak gue kan,Pa?” selidik Nadya curiga ketika baru tiba di tempat mereka tuju.
Sesungguhnya jauh di lubuk hati Nadya tidak mau ikut campur perihal kehidupan pribadi Syifa.
Berhubung Syifa sudah mendesaknya dan memohon dengan air mata yang berderai, akhirnya gadis itu luluh juga.
“Ya enggak lah. Elo kan sahabat gue, masak sih gue sejahat itu sama elo.” jawab Syifa menenangkan Nadya
yang tampak sangat frustasi.
Nadya menggantikan posisi Syifa dalam kencan buta. Duduk di tempat yang telah dipesan untuk menemui pemuda, calon suami Syifa. Rona kegelisahan terpancar jelas di wajah tirus Nadya. Degup jantungnya mendadak kehilangan iramanya. Keringat dingin muncul sebesar biji jagung di keningnya.
Setangkai mawar merah yang sempat dibelinya di sebuah toko floris dalam perjalanan menuju kafe sebagai identitas perkenalan keduanya sudah berada dalam genggaman Nadya.
Di meja berbeda tak jauh dari meja Nadya berada, Syifa memantau pergerakkan jika si pemuda itu datang.
Rona ketegangan di wajah Nadya tampak terlihat jelas. Sesekali dia memberi kode kepada gadis yang akrab
disapa Cipa. Seolah dirinya berkata ingin mengurungkan niatnya menggantikan posisi Syifa.
Syifa membalas dengan mengatupkan kedua tangan, seakan ia berkata,
“Please … tolongin gue. Gue janji kalo cowok itu oke, gue akan datang buat gantiin elo di sana.”
Melihat Syifa begitu mengiba, membuat Nadya luluh dan tidak tega menolaknya lagi. Sebelum berangkat ke kafe Nadya sempat berceloteh.
“Elo yakin enggak mau nemenuin cowok itu langsung?”
“Sebenarnya titik permasalahan yang terjadi pada diri gue bukan yakin atau enggak yakin. Karena untuk masalah ini apa pun alasannya gue emang enggak yakin, apalagi siap berhadapan langsung sama dia. Secara hati gue masih berdarah-darah, gara-gara gue habis diputusin sama si Kuya brengsek itu,” lirih Syifa mencurahkan isi hatinya.
“Oh, jadi elo belum bisa move on nih, ceritanya?”
“Asal elo tahu, Nad. Alasan gue mau datang ke sini terpaksa. Gue takut bokap-nyokap gue marah besar lagi kayak kemarin.” matanya mulai berkaca-kaca.
“Ya udah, jangan salahin gue kalo cowok itu jatuh cintanya sama gue, bukan sama elo. Karena orang pertama yang dia temuin adalah gue,” imbuh Nadya terdengar seperti sedang mengancam.
“Ambil aja kalo elo suka. Ambil … ambil…” entah serius atau bercanda Syifa sangat enteng menjawabnya.
Tak lama berselang, seorang pemuda kira – kira berusia dua puluh tahunan lebih masuk ke dalam kafe seraya membawa sekuntum mawar merah. Postur tubuhnya tinggi dan kurus, memakai kacamata minus tebal. Rambutnya lurus kelimis di belah dua pada bagian atas kepala. Tampangnya terlihat seadanya terkesa sangat culun. Dengan sepasang kaca mata berbingkai hitam tebal pemuda itu melempar pandangannya menyisir ke tiap penjuru kafe, seakan sedang mencari seseorang.
Syifa mengernyitkan dahi menatap pemuda yang sedang bergerak masuk melewati mejanya. Matanya nyaris tidak berkedip. Wajahnya terlihat sangat kecewa melihat pemuda yang bakal mempersuntingnya kelak.
Cowok itu membawa mawar merah? Jangan – jangan dia, cowok yang dijodohin sama gue. Pikirnya.
Ternyata benar cowok itu adalah lelaki yang dijodohkan dengan Syifa. Pasalnya cowok itu langsung mendatangi meja tempat Nadya duduk. Pada saat bersamaan Nadya yang juga tengah memegang sekuntum mawar merah yang sesekali diputar – putar tangkainya.
“Ya ampun, Bunda. Tega banget sih, jodohin gue sama model cowok limited edition kayak gitu sih? Apa jadinya anak-anak gue nanti kalo model calon bapaknya aja kayak begitu?” ujarnya lirih.
Awalnya pertemuan Nadya dan pemuda itu berjalan normal. Nadya mempersilahkan pemuda itu duduk di kursi di depannya. Diam – diam gadis tujuh belas tahun itu menoleh ke arah Syifa dengan mencebikkan bibirnya.
“Syifa … tega banget sih elo sama gue?” pekiknya berbisik lirih. Tetapi belum semenit mereka bersama, entah mengapa Nadya tiba–tiba lari terbirit – birit keluar meninggalkan kafe.
Sontak Syifa terkejut, beranjak berdiri. Matanya mengikuti ke mana sahabatnya bergerak. Tanpa pikir panjang Syifa pun langsung mengejar Nadya keluar.
“Nad! Nad! Tunggu!” seru Syifa berhasil menarik lengan Nadya dan menghentikan langkah sahabatnya.
Setelah yakin sudah berada jauh dari tempat tadi Nadya berhenti. Nafasnya memburu dan tersengal kelelahan, anggap saja habis olah raga lari sore walau tidak cukup membakar kalori di dalam tubuh; lari dari dalam kafe sampai jauh ke jalan raya. Tak terasa sudah meninggalkan halaman parkir kafe yang cukup luas terletak di pinggir jalan arteri.
“Elo kenapa lari? Emanngnya ada apa?” selidik Syifa penasaran yang juga ikut tersengal – sengal. Maklum jarang olah raga, jadi baru sedikit bergerak sudah sangat kelelahan.
Nadya membalikan badan. Gadis itu berusaha mengatur nafasnya agar lebih teratur. Dia meneguk ludah untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
“Sory, Cip,” raut wajahnya tampak muram. Gadis berambut panjang sebahu itu seakan sangat menyesal tidak bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik. “sekali lagi gue bilang, sory banget gue enggak bisa ngelanjutin lagi.”
“Ya ampun, Nad. Gue kirain kenapa? Bikin gue spot jantung aja.”
Nadya hanya nyengir. Syifa jadi gemas.
“Kalo cuma enggak bisa gantiin posisi gue, ngapain juga elo pake lari kayak orang kesetanan aja?” tanya Syifa tidak mengerti. “gue jadi panik banget, tauk!”
“Maaf, Pa. Tapi beneran gue enggak bermaksud begitu …”
“Trus?”
“Itu … itu karena gue ngeri,” jawab Nadya ragu.
“Hah?! Ngeri?” Syifa terkejut.
Nadya menganggukkan kepalanya cepat.
“Iya, Cip.”
“Aneh lo! Masak cuma ngelihat cowok limited edition kayak gitu pake negri segala. Emangnya dia monster,” kilah gadis setinggi seratus enam puluh delapan sentimeter itu tidak percaya. Rambutnya tergerai panjang. Ada satu kepangan kecil yang menghias rambutnya untuk menambah manis penampilannya.
“Ah, elo. Enggak segitunya juga kali…” sanggah Nadya. “gue cuma ngeri aja lihat giginya yang bikin gue ilfil.”
“Maksud lo?”
Nadya tergelak mengingak gigi bagian depan atas lelaki itu yang ompong.
“Gue pikir cuma tampangnya doang yang culun, ternyata waktu dia nyengir gue lihat giginya ada jendelanya,” tutur Nadya terkekeh geli.
“Gigi ada jendelanya? Kok bisa?” Syifa masih belum mengerti.
“Maksud gue, giginya ompong mirip kayak jendela rumah yang lagi dibuka,” sahut Nadya terbahak – bahak.
“Apa?” Syifa terperanjat kaget, lalu ikut tertawa bersama Nadya.
Suara tawa mereka terdengar renyah memecah keheningan sore. Rona senja memerah di kaki langit. Awan bergerak mengikuti hembusan angin. Dua sahabat yang saling memahami satu sama lain terlihat begitu akrab. Sejenak kesedihan yang mendera hilang untuk sesaat, berganti suara tawa ceria. Semoga keceriaan ini tidak cepat berlalu seperti hembusan angin.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Christy Oeki
ceria selalu
2022-07-06
0
Tengku Nafisa
lucu banget🤣🤣🤣
2020-08-06
2
vesti Bungo
ngakak
2020-07-13
2