“Saya tidak bermaksud menggoda siapapun
di sini seperti yang Anda tuduhkan,” balasku.
“Kamu pikir aku ini bodoh? Pria kaya mana yang membantumu masuk ke Salon Premium ini tanpa seleksi, hah?” Aku merasakan dejavu. Apa aku terlihat mudah untuk ditindas? Rasanya setiap petinggi di tempatku bekerja selalu berusaha merendahkanku.
Aku membatin, “Ah, aku muak sekali, kamu tahu Nancy, pria berjas biru di belakangmu itu yang membantuku masuk ke sini, jika kamu ingin marah, marahi dia, jangan menyumpahiku dengan kalimat-kalimat kotormu.” Jika Om Gabriel tak ada di sini, akan kuceramahi ia meski harus dikeluarkan.
Aku merasa heran, bagaimana bisa ia bersikap kasar pada karyawan di hadapan Om Gabriel? Oh aku paham, ia sedang memamerkan kemampuan manajemennya pada bosnya.
“Sudahlah! Aku tidak sudi berbicara terlalu banyak dengan wanita sepertimu, memuakkan rasanya. Lessi, perhatikan dia! Jika kualitas kerjanya buruk segera pecat dia dan ganti dengan karyawan baru yang lebih professional.” Ia berbalik pada manajer Lessi yang sedari tadi mematung dan menatap lantai.
“Baik Nona Nancy,” sahutnya pelan dengan suara bergetar.
“Presdir, saya sudah selesai mengecek cabang ini, tidak ada masalah dengan peralatan dan perlengkapan, bahkan stok di gudang lebih dari cukup. Laporan keuangan juga tidak bermasalah, cabang ini menunjukkan pertumbuhan keuntungan yang signifikan. Mungkin kita bisa menambah karyawan untuk mengantisipasi lonjakan pengunjung,” jelasnya pada Om Gabriel.
“Kamu ingin menambah karyawan di sini?” Om Gabriel bangkit dari duduknya, ia membenarkan kancing jasnya dan menatap Nona Nancy.
“Ia Presdir, sesuai dengan keun...”
“Kamu baru saja memerintahkan Lessi untuk
segera memecat karyawan, sekarang kamu ingin menambah karyawan baru?” tanya Om Gabriel. Nona Nancy terlihat gugup sekarang, ia menelan salivanya berulang kehabisan kalimat membela diri.
“Lain kali bersikap lebih lembut pada karyawan-karyawanku, karena usaha merekalah kamu bisa duduk di ruangan dingin itu,” ujar Om Gabriel dengan kedua tangan di saku celana.
Aku terharu dengan kalimat Om Gabriel, beberapa karyawan di sebelahku ikut tersenyum. Mungkin itu cara Om Gabriel membelaku atau ia memang membela karyawan-karyawannya yang diperlakukan tidak adil oleh Mak Lampir, aku tidak peduli, aku hanya senang wanita itu kena batunya.
Saat itu, Om Gabriel terlihat semakin rupawan saja. Rasa kecewaku padanya selama sebulan ini juga menguap di udara. Ia selalu punya cara untuk membuatku semakin terjatuh dalam pesonanya.
****
Aira menepuk-nepuk punggungku pelan, berusaha menghiburku yang baru saja dicecar Manajer Nancy, ia melihatku dengan tatapan iba.
“Aku tidak apa-apa Aira, jangan melihatku begitu.”
“Untung saja Pak Gabriel memarahi Mak Lampir itu Queen. Ia selalu seenak hatinya setiap kali berkunjung ke toko.”
“Benarkah Ra?”
“Ho-oh, tapi ini pertama kalinya Pak Gabriel datang Queen, aneh juga orang penting sepertinya datang ke toko-toko kecil seperti ini, apa ia sedang senggang?” Aira mengerutkan keningnya. Baginya, tak masuk akal pemimpin mengunjungi satu persatu toko retail perusahaannya saat ia punya seribu prajurit yang siap melakukannya.
“Apa itu penting sekarang, Ra?” tanyaku pada Aira.
Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, wajahku terasa hangat mendengar ini pertama kalinya Om Gabriel turun langsung, apa ia sengaja menemuiku? Tapi kapan ia pulang? Kenapa ia tidak mengabariku?
“Queen, ponselmu bergetar,”
Aku tersadar dari lamunanku dan merogoh ponsel dari saku celana kainku, aku tidak bisa menahan senyumku saat melihat nama pengirim pesan yang tertera di layar ponsel.
“Siapa itu?” tanya Aira penasaran.
“Rahasia,” jawabku manja.
Segera kugeser layar ponsel dengan telunjukku dan membuka pesan yang baru saja masuk itu,
Jika sudah selesai bekerja,
Temui saya di parkiran,
BMW 7 Series,
****
Kulambaikan tangan pada Aira sebagai tanda berpisah, ia segera pulang setelah ojol yang ia pesan sampai. Sedangkan aku berlari memutar ke parkiran mencari BMW 7 Series milik kekasihku. Ia berganti mobil lagi, dan aku tidak tahu bagaimana bentuk mobilnya kali ini, terpaksa aku mencari bentuk mobil mewah itu di Google dan mengitari satu persatu area VIP. Senyum segera terbit dari wajahku saat mataku menemukan mobil serupa di parkiran,
“Hai Queen,” sapa lelaki di balik kemudi begitu melihatku masuk di kursi sebelahnya. Ia melabuhkan kecupan di keningku dan pipiku lalu menepuk pelan puncak kepalaku dengan penuh kasih sayang.
“Anda kenal saya?” tanyaku kesal, bagaimana tidak? Ia menghilang selama sebulan tanpa memberi kabar, lalu tiba-tiba menampakkan diri di hadapanku dengan wajah tak bersalah.
“Hei, kamu ngambek lagi?” ah, aku rindu sekali suara beratnya itu.
“Entah,”
“Queen, aku merindukanmu,” ujarnya, seketika senyum mengembang dari bibirku, menghancurkan pertahanan jual mahalku. Ia paling tahu kelemahanku.
Aku segera berbalik dan memeluknya, menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang membuatku candu. Meremas gemas pada rambutnya dan membelai pelan punggungnya yang tegap. Ia membalas pelukanku, menepuk pelan punggungku dan mempererat pelukan kami.
“Aku rindu Om,”
“Aku tahu Queen, maaf baru mengabarimu,”
“Om kemana saja selama ini? Bagaimana bisa Om pergi tanpa kabar?” tanyaku begitu melepas pelukanku padanya dan kembali duduk di kursi sebelah kemudi.
“Ada masalah dengan pembangunan cabang baru di Korea Queen, manajer proyek itu melarikan uang perusahaan, tidak hanya sampai disitu ia juga memalsukan izin pembangunan. Aku harus menyelesaikan semua masalah di sana, bahkan proyek itu terpaksa dibatalkan, aku harus bekerja keras menenangkan investor dan pemegang saham.” Jelasnya dengan wajah yang berubah murung.
“Apa perusahaan Om akan membuka Salon lagi di sana?” tanyaku, aku sedikit paham persoalan seperti ini karena dasar pendidikanku akuntansi.
“Hah? Apa menurutmu perusahaanku hanya bergerak di bidang itu saja? Halim Group mengelola properti, fashion, industri hiburan dan salon Queen. Salon itu bukti cinta Papa untuk istrinya,” kekasihku kembali tersenyum, senyum paling menawan yang pernah kulihat dalam hidupku.
“Aku tidak tahu jika Om sekaya itu,”
“Hei, nada bicaramu tidak enak didengar, apa kamu selalu seperti ini? Mudah merajuk seperti Naila?”
Aku menoleh padanya, kesal disamakan dengan putri kecilnya yang nakal itu.
“Naila membuat kekacauan di rumahmu?” tanyanya begitu melihat ekspresi kesalku.
“Hanya sedikit kekacauan kecil Om, apa ia tidak menyukaiku?”
“Menurutmu begitu?”
“...”
“Kamu diam lagi Queen, kamu takut pada Naila?”
“Bukankah Om akan meninggalkanku jika Naila tidak menyukaiku?”
“Itu tugasmu Queen, jika kamu ingin selalu bersamaku, rebut hati Naila juga,” ia mencubit gemas pipiku dan tersenyum.
“Sebenarnya..,” aku ragu-ragu membicarakan Ketua Halim yang mendatangiku.
“Hm? Ada apa sayang?”
“Ah, tidak Om, tidak ada apa-apa,”
Di pikiranku, senja dan senyummu
sedang bercampur menjadi surga sederhana,
tempat kagum-kagumku ingin
menjatuhkan diri.
-penagenic
To Be Continued,
Love Love
Bemine_97
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
winda hikari
lnjutt lagi
2022-03-26
0
dhapz H
Nancy ingin mencari perhatian dari gabriel
2021-08-01
1
Susilawati Dewi
ya ampun semoga sj ga mainin ht Queen
2021-05-16
0