Perkenalkan, namaku You Are Queen. Itu benar-benar namaku, Almarhum Ayah yang memberikannya saat aku dilahirkan pada 03 Agustus 1997. Menurut kalian itu aneh? Tenang saja, kalian tidak sendirian, sejak aku dilahirkan hingga hari ini, setiap orang yang mendengar namaku akan bertanya-tanya dengan tatapan heran. Beberapa bahkan tidak sungkan untuk tertawa dan bertanya ketus,
“Kok bisa sih namanya begitu? Padahal bukan Queen beneran deh!”
“Lucu ya namanya, tapi sayang kondisinya ga mendukung nama semegah itu.”
Atau yang paling kasar,
“Orangtuanya, mikir apa sih pas kasih nama dulu? Masa anak miskin kaya kamu namanya semegah itu?” Serta kalimat-kalimat menyakitkan lainnya yang jika kutulis satu-persatu hanya memenuhi lembar kertas.
Saat ini aku baru berusia 22 tahun, bukan baru sih ya? OTW 30 soalnya. Aku baru menyelesaikan pendidikan Sarjana Akuntansiku tahun lalu dan sedang menempuh Magister Akuntansi tahun ini. Aku anak miskin? Sangat miskin malahan. Tapi impianku menjadi doktoral di usia muda yang membuatku berjuang hingga titik darah penghabisan.
Setiap Rupiah yang aku keluarkan untuk hidupku kuhasilkan dengan memeras keringatku sendiri setiap harinya. Aku melakukan 3 pekerjaan paruh waktu setiap hari, pagi aku akan membantu di kafe dekat kampus jika tak punya jadwal kuliah. Siang bekerja di salah satu butik di Mall dan malamnya menerima ketik-print tugas-tugas dari teman-teman kampusku. Mereka sangat antusias saat aku membuka jasa ini, karena biaya yang kupatok lebih murah dibanding toko fotokopi lainnya.
Jadilah aku dengan segala upayaku, saat ini menginjak semester pertama Magister Akuntansi di salah satu kampus ternama di Bandung. Namun ternyata perhitunganku salah, biaya kuliah untuk magister jauh lebih banyak dari yang kubayangkan, baru semester pertama aku sudah kelabakan menutup biaya sana-sini. Semua tabungan yang aku kumpulkan saat sarjana ludes untuk membayar SPP dan biaya masuk kampus ini.
Kalian pasti bertanya-tanya bukan? Kenapa aku tidak mengajukan beasiswa? Aku sudah berulangkali mengajukan beasiswa dari lembaga-lembaga berbeda, namun hingga saat ini belum satu lembagapun yang bersedia menampungku.
Aku paham, IPK-ku tak setinggi anak-anak lain, aku harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja dibandingkan belajar, itulah yang menyebabkan IPK-ku bagai Rollercoster. Apalagi aku menempuh pendidikan Akuntansi yang sangat sulit, walau begitu ambisiku mencapai gelar doktoral jauh lebih kuat daripada kesulitanku bekerja dan belajar setiap harinya.
“Aku mampu menyelesaikan Sarjanaku tepat waktu, aku juga yakin bisa menyelesaikan pendidikan Magisterku yang hanya dua tahun.” Begitulah bisikku dalam hati setiap saat aku merasa lelah mengejar Rupiah dan kuliah.
“Kenapa aku tidak meminta bantuan dari Ibu?”
Setelah Ayah meninggal, Ibu menikah lagi dan mengabaikan kami. Menurut penjelasannya, suami barunya tidak bersedia membiayaiku dan adik lelakiku. Kami juga tidak bisa menuntut lebih banyak bukan? Ibu tidak bekerja dan selalu tinggal di rumah, tentunya ia membutuhkan dukungan dari seseorang yang bisa ia andalkan. Sedangkan aku dan adikku tentu saja bisa mengandalkan diri kami sendiri.
Adikku memutuskan ikut Paman Jun ke negeri seberang untuk bekerja. Sedangkan aku memutuskan mengejar impianku ke kota Kembang. Alasan kuat lainnya kami keluar dari sana? Aku lebih memilih kelaparan di kota orang dibandingkan kenyang dari uang milik Ayah tiriku.
Kuberikan sedikit gambaran bagaimana penampilanku. Aku dan adikku sangat rupawan. Turunan dari Ibu kalau kata orang-orang. Hidungku mancung, mataku bulat besar dengan iris coklat terang, bibirku tebal dan merah bahkan tanpa gincu sekalipun. Rambutku panjang hingga sepinggang. Tubuhku proporsional sempurna dengan tinggi 170 cm dan berat badan 53 kg. Kulitku putih bersih dan jari tanganku lentik panjang.
“Kenapa aku tidak mencoba peruntungan sebagai model?”
Aku sudah mencobanya juga, karena mencoba pekerjaan konyol itulah aku hampir kehilangan keperawanku pada lelaki bejat yang mengaku-ngaku sebagai investor. Aku juga sudah mencoba menjadi pramusaji, pramuniaga dan pra-pra lainnya.
Semua pekerjaan itu tidak ada yang kulakukan lebih dari satu bulan. Aku dipecat karena alasan sepele seperti, menghina kostumer, menjatuhkan piring hingga berdebat dengan pembeli yang menurutku salah.
Aku terlalu sering berganti pekerjaan hingga tidak sanggup lagi menghitung berapa banyak pekerjaan yang sudah kulakukan. Sejak awal kedatanganku ke kota ini hingga sekarang.
Namun, tak masalah. Berkat pekerjaan itulah aku menguasai banyak hal dalam hidupku. Bekerja di kafe, aku belajar cara menyeduh kopi dengan benar. Bekerja di butik, membuatku mengenali barang-barang branded dengan sekali tatap.
Kemampuan itulah yang membuatku memandang tak suka pada gadis-gadis muda tanpa pekerjaan layak sepertiku, namun bergonta-ganti barang mewah. Memamerkan koleksi sepatu hingga tasnya pada teman-teman, meski ia dihujani tatapan tak suka.
Tak jarang, aku melihat mahasiwi di kampusku yang didatangi wanita cantik dan diseret paksa masuk ke mobil. Besoknya, berita tentang ia sebagai simpanan pria kaya merebak di setiap sudut kampus. Tak lama setelahnya, surat peringatan dikeluarkan.
Penampilan adikku satu-satunya juga tak kalah dariku. Tubuhnya tinggi besar dengan bahu yang lebar seperti jalan tol. Matanya bulat persis diriku dengan hidung yang berkali-kali lipat lebih mancung dariku bahkan bibirnya jauh lebih seksi dari bibirku. Bedanya, kulitnya kuning langsat khas orang Asia, kuyakin itu turunan dari Ayah, hanya saja kulit Ayah menghitam legam karena bekerja di bawah terik matahari selama hidupnya.
Ia sedikit lebih beruntung dariku. Kemampuan akademiknya jauh di atasku meski ia sendiri jarang menyentuh buku. Adikku tergolong sangat mudah bergaul, ia punya banyak teman dari berbagai kalangan. Semakin lama, semakin terkenal saja dia.
Adikku itu juga playboy, ia terlalu sering bergonta-ganti pacar dan memanfaatkan pacar-pacarnya untuk membelikannya barang-barang yang ia inginkan. Hal itulah yang menyebabkan ia berpenampilan jauh lebih baik dariku.
Jika ponselku tak pernah kuganti, maka adikku sudah berganti ponsel hingga tak terhitung jari. Jika dompetku kering, maka dompetnya selalu basah. Gadis-gadis cantik nan kaya itulah yang memupuk adikku dengan lembaran merah dari ATM mereka.
Pernah satu ketika, aku menemukan kartu debit tergeletak di atas meja belajar adikku. Kupandangi lama-lama kartu berwarna abu-abu itu. Setahuku, di rumah ini hanya Ayah yang memiliki kartu seperti ini.
"Kak!" bentaknya. Tangannya merebut kartu debit dariku. Ia menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku meneguk ludahku susah payah, jika ia marah, akan sangat sulit untuk dibujuk.
Tak lama setelahnya, aku baru tahu jika kartu abu-abu itu milik salah satu gadis cantik di sekolah untuk digunakan adikku sesukanya dan semaunya
Darinya kupelajari satu hal, berhati-hatilah pada pria kaya atau pria tampan. Jika kedua kombinasi itu menyatu, maka menjauhlah, mereka mematikan.
.
.
.
To Be Continued,,
S**ampai jumpa di bab selanjutnya**
love, bemine_97
ig: Bemine_3897
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Ratu Sanjaya
novel ke cerita ni?
2023-06-26
0
aisyahara_ㅏㅣ샤 하라
bahasa nya asyikk.. nyesel baru mampir
2022-12-11
0
Min aera
Kelahirannya sama tahun 1997
2022-10-16
0