Wajahku masih memerah, tubuhku panas dingin setelah dicumbu Om Gabriel. Kedua tangan
menangkup wajahku, menurunkan suhu yang hampir meledakkan kepalaku. Bibirku terus tersenyum, semakin kubayangkan semakin lebar senyumku. Hatiku benar-benar menghangat saat ini, ingin rasanya kuulang kembali masa-masa manis itu. Bibir Om Gabriel yang lebih manis dari madu, tangannya yang besar dan hangat, deru nafasnya yang terdengar seperti nyanyian, wangi tubuhnya yang membuatku candu. Ah, apa ini yang namanya rindu?
Aku tidak menyangka akan sejauh ini dengan Om Gabriel, bahkan sebelumnya kami hanya berbicara beberapa kalimat yang tidak penting. Rasanya baru kemarin aku menolong putrinya, berjabat tangan dengannya bahkan dibelikannya buku-buku untuk menunjang pendidikanku.
“Putri? Benar, Om Gabriel punya putri, gadis mungil yang mengintimidasi lawan bicara sama seperti Papanya. Apa itu artinya jika kami menikah, Naila akan menjadi putriku?” Kali ini aku tertawa cukup keras sendirian. Belum apa-apa anganku sudah sampai ke pernikahan.
Sejenak aku melupakan bahwa statusku hanyalah gadis simpanan yang menukar dirinya dengan secuil kemewahan yang ia tawarkan.
“Jadi, kamu benar-benar akan pindah ke apartemen yang diberikan Om Gabriel?” Moly membuyarkan
angan-anganku dan menghentikan tawaku. Keningnya berkerut, ia merasa tak percaya dengan pendengarannya barusan.
“Keputusannya besok, kalo Pak Bagas jemput, aku akan pindah Ly. Udah waktunya rubah nasip.” Aku menjawabnya dengan tegas tanpa rasa bersalah. Seolah-olah yang akan aku lakukan layak mendapat pujian.
“Bukannya aku ikut campur urusan kamu Queen, tapi aku masih teman baikmu di sini. Aku cuma mau mengingatkan, apapun alasannya bermain api pasti akan terbakar.” Moly menatapku lamat-lamat dengan bola matanya. Ia masih tak habis pikir dengan apa yang baru saja terucap dari bibirku ini.
“Iiihhh, apaan sih! aku yakin aku bukan simpanan Om gabriel, dia sendiri yang bilang tadi.”
“Dan kamu percaya begitu saja? Terus apa maksudnya memintamu bersembunyi di apartemennya? Kamu pikir sendiri deh, Vino pernah ga minta bertemu secara sembunyi-sembunyi?”
Aku terdiam berkat serangan dari Moly. Kepala kecilku berusaha menerjemahkan ucapan Moly, namun hatiku berbalik melawan. Percaya sepenuhnya pada setiap ucapan lelaki rupawan yang aku temui belum lama ini.
“Aku benar-benar menyukai Om Gabriel, semua tentangnya. Aku takut jika tidak bisa bertemu lagi dengan Om Gabriel, perasaanku saat ini berbeda dengan perasaanku terhadap Vino,” jelasku dengan wajah memelas. Aku ingin gadis itu menyetujui dan ikut pindah bersamaku.
Selang beberapa detik, Moly terdiam. Ia berkalut sendirian dalam pikirannya. sedang aku menunggu jawaban darinya dengan perasaaan gugup.
“Kalo gitu, beresin barang-barang kamu! Besok kita pindah ke istana,” ucap Moly sembari bangkit dari duduknya dan melangkah ke luar kamar.
Aku tersenyum senang pada keputusan gadis itu. Moly akan terus bersamaku dan itu sudah lebih dari cukup untukku. Jika suatu hari Om Gabriel membuangku, Moly akan tetap bersama denganku ialah rumahku di sini.
Tak masalah jika aku akan terluka suatu nanti. Impianku saat ini terbelah menjadi dua, bersama lelaki itu dan jaminan atas hidup dan pendidikanku.
****
Keesokan paginya, sesuai dengan ucapan Om Gabriel kemarin, Pak Bagas dan Pak Wahyu datang ke kost. Ia mengangkat beberapa barang penting kami, seperti pakaian dan buku-buku. Saat aku membantunya mengangkat beberapa alat rumah tangga, Pak Bagas menggeleng. Ia memintaku meletakkannya kembali. Katanya, Om Gabriel sudah menyiapkan semuanya di apartemen.
Kami berangkat dari kost setelah memastikan seluruh barang yang penting bagiku dan Moly dipindahkan ke mobil jasa pindah rumah yang disewa Pak Bagas. Mereka berjalan memutar demi bisa masuk hingga ke depan kosku. Kulihat dari kaca mobil, tatapan heran dari penghuni kos lain padaku dan Moly, beberapa bahkan berbisik dan menatap kepergian kami dengan pandangan tak suka.
Aku menghela nafas panjang. Dulu pertama kali pindah ke sana pun, mereka menghujaniku dengan tatapan tak suka. Sekarang, saat aku keluar dari sana, tatapan mereka semakin tak suka. Mungkin, beberapa dari mereka sudah bisa menebak apa yang terjadi padaku dan Moly hingga mobil mewah masuk ke gang sempit dan kumuh itu lalu membawa kami pergi.
Aku sadar, sebagai manusia aku tidak akan mampu menyenangkan hati semua orang, karena itu aku akan berusaha menyenangkan hati orang-orang yang senang padaku saja.
Rasanya juga percuma, bersikap sebaik mungkin agar dicintai banyak orang. Akan tetap ada yang memandangku sebelah mata, menghujaniku dengan cibiran dan penghinaan. Meski dulu, sebelum berstatus sebagai simpanan.
“Pak, Pak Jey kemana?” ucapku memecah sunyi di antara kami berempat.
Pak Bagas yang duduk di kursi kemudi melihatku dari spion kecil di atas kepalanya.
“Nemenin Naila di TK, putri kami sudah masuk TK Queen.” Dari ucapannya barusan, kubayangkan wajah Pak Bagas yang berbinar-binar bahagia. Mereka benar-benar menyayangi gadis mungil nan cantik itu. Tak hanya menjaganya sebagai bentuk tugas dari mereka, namun juga kasih sayang untuk gadis itu terlihat nyata dari wajahnya yang berbinar.
“Benarkah? Berarti tahun depan dia sudah masuk SD, Om Gabriel pasti bahagia sekali putri kecilnya sudah dewasa.”
“Tentu saja Queen, Naila bukan cuma putri Pak Gabriel, dia juga putri kami bertiga. Kami merawatnya bersama-sama semenjak Ibunya meninggalkannya.” Kini Pak Wahyu tak kalah bahagianya. Keduanya berseri setelah membicarakan hal yang sama, Naila putri Om Gabriel.
Aku merasa terharu dengan ucapan kedua lelaki kekar di hadapanku ini, mereka begitu mencintai Naila seperti anak sendiri.
“Queen, Presdir Gabriel menitip pesan, sering-seringlah menemui Naila, jangan takut padanya. Sikapnya seperti itu karena ia tidak ingin dianggap lemah Queen, ia dibesarkan tanpa seorang Ibu. Kamu paham maksudku, kan?” Pak Bagas kembali melirikku di kursi belakang melalui spion tengah. Tangannya begitu sibuk bermain pada setir dengan pandangan lurus pada jalanan.
Aku hanya mengiyakan permintaannya barusan tanpa menyuarakannya melalui kata-kata. Mendekati Naila? Apa Om Gabriel ingin aku menjadi Ibu gadis mungil itu? Bukankah itu artinya ia melihatku lebih dari sekedar kekasihnya saja? Kini wajahku kembali bersemu kemerahan. Rasa hangat menyerang hingga aku harus mendinginkannya dengan menangkup kedua telapak tanganku di wajah.
“Aaaawww, sakit Moly, kenapa kamu menyikutku?” teriakku begitu pinggulku merasakan nyeri. Aku lupa pada posisiku saat ini.
“Mukamu, kaya kepiting rebus,” cibirnya. Ia memutar bola matanya malas lalu bersandar pada pintu mobil. Ia memejamkan matanya dan mengatur helanaan nafasnya. Jarak tempuh yang sedikit jauh cukup digunakan untuk beristirahat.
Kuabaikan Moly yang mulai tertidur di sebelahku, perasaan bahagia mulai memenuhi rongga dadaku. Ada debaran yang tak biasa bergejolak di dalam sana.
Aku mulai membayangkan hal-hal indah dengan Om Gabriel nantinya, bahkan Naila yang memanggilku Mama tak luput dari anganku. Serta-merta senyum terbit dari bibirku, tak peduli dengan tatapan heran kedua lelaki di depanku dan aku tenggelam dalam duniaku sendiri.
.
.
.
.
To Be Continued,
love,
bemine_97
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
kaname senpai
bikin pengen juga pengen punya sugar dady yg cakep gagah kaya raya g pelit + jomblo
2022-06-01
0
Fitriyah Handayani
awas queen...jangan trlalu bahagia
2021-09-10
0
dhapz H
queen moga orngnya cantik juga hatinya
2021-07-31
1