Bab 3: Sepasang Mata Coklat Lain

Manajer butik tempatku bekerja masih mengipas-ngipas dengan tangannya. Deru pendingin ruangan sepertinya tak mampu meredam panas di hatinya. Ia menatapku berulang, tangannya menunjuk-nunjuk ke arahku namun mulutnya tak mengeluarkan kata-kata.

Beberapa karyawan lain ikut berbaris di belakangku, beberapa saling berbisik dan menguatkan. Mereka gundah, sepertinya ini jadi akhir dari pekerjaan kami hari di sini.

“Kamu, Queeennnnn, aku benar-benar muak padamu!” cecarnya padaku, liurnya muncrat ke wajahku yang cantik bagaikan bidadari ini. Dan anehnya lagi, aku tidak merasa bersalah sama sekali.

“Kamu tahu, hah? Itu, gadis itu, dia....” Ucapan manajer terhenti, ia tidak tahu bagaimana melanjutkan kalimatnya.

“Dia simpanan, Bos Besar?” tanyaku polos.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, Manajer mengayunkan tangannya yang terasa perih setelah memukulku. Aku meringis kesakitan, belum pernah ada yang menamparku sekeras ini sebelumnya. Mulutku mengecap sesuatu yang asing, rasa zat besi memenuhi ruang mulutku, sepertinya bibirku berdarah.

“Keluar kamu dari sini, jangan berani-beraninya kamu kembali kemari. Kamu tahu? Sikap kasarmu barusan tidak hanya menghancurkan hidupmu sendiri, namun juga semua karyawan di butik ini. Kamu boleh bersikap sombong karena wajah cantikmu itu, tapi ingat, sikapmu barusan tak akan membuatmu hebat. Lihat saja nanti, akhir hidupmu tak akan lebih baik dari menjual diri di jalanan,” cecarnya lagi. Aku terdiam, ini penghinaan terbesar dalam hidupku.

“Anda sudah puas memaki saya? Lalu apa bedanya Anda dengan gadis itu? Hanya karena punya kuasa lalu bersikap seenak hatinya pada saya? Lihat ini! Anda lihat ini baik-baik, ia menarik kerah baju saya hingga kancingnya terlepas dan menjambak rambut saya. Tapi anda menampar saya hingga bibir saya berdarah hanya karena saya mendorongnya?” Aku tak mau mengalah.

Bagaimana bisa aku mengaku salah saat aku tidak bersalah? Gadis itu yang terlebih dahulu mengamuk karena hal sepele. Ia marah-marah saat aku menjelaskan bahwa set pakaian yang ia minta sudah habis terjual dan harus menunggu re-stock kembali. Namun gadis itu mengamuk, mengumbar kemana-mana bahwa ia kekasih bos besar dan keinginannya harus dipenuhi.

Plak!

Tamparan kedua mendarat di pipiku. Kali ini aku bisa merasakan darah mengalir pelan di sudut bibirku. Aku ingin marah dan menuntut atas perlakuannya padaku, namun jika aku menuntut perusahaan akan memproses hal ini dan gajiku bulan ini tak akan keluar. Tak punya gaji berarti tak makan lagi.

“Pergi kamu, pergi kamu dari sini!” Usirnya dengan kedua tangannya menyeretku keluar dari butik. Beberapa pengunjung Mall melihatku, mereka berbisik-bisik dan melirik penasaran. Aku berusaha berdiri tegak, memperbaiki tatanan rambutku, belum selesai aku berdiri, satu benda mendarat di punggungku,

“Kamu dan barang-barangmu sama-sama busuknya.” Hinanya lagi. Aku memungut tas ransel lusuhku, membersihkannya dari debu dan mengalungkannya di lengan. Dengan diantar tatapan heran dan menyelidik dari para pengunjung toko, aku berjalan pelan menuju pintu utama Mall.

“Ah, ini sudah pekerjaan yang ke berapa? Jika bulan depan aku belum dapat pekerjaan pengganti, bisa-bisa aku mati kelaparan,” gumamku.

****

Aku menutup kedua mataku, merasakan hembusan angin sore dan berusaha menenangkan diri. Kuraih ponselku dari tas, membuka aplikasi ojek online dan memesannya untuk kembali pulang ke kost.

Aku terlalu lelah jika harus pulang dengan bus lalu berjalan kaki bermeter-meter menyusuri gang sempit. Uangku tidak cukup untuk menyewa kamar kost di dekat kampus yang harganya selangit itu.

Mba, saya di parkiran Mall, Mba bisa turun kesini?

Kubaca pesan yang tiba-tiba masuk dari driver ojol itu. Sepertinya ia baru selesai mengantar penumpang, karena itulah ia ada di sana. Aku menghela nafas lagi, menyeret tas lusuhku yang berat dan berjalan pelan menuju parkiran.

Parkiran Mall yang cukup luas membuatku kebingungan mencari driver ojol itu, aku mendengkus kesal beberapa kali. Menghentak-hentakkan heels semata wayang milikku sambil mengitari area parkiran dengan mataku.

“Kakak....” Aku menoleh ke sumber suara, mataku menangkap seorang gadis mungil yang terlihat ketakutan. Ia berlari ke arahku dan menghambur ke pelukanku. Aku terheran setengah mati, ia terisak-isak menangis dan tubuhnya bergetar hebat.

“Kakak, aku takut, me-mereka o-orang jahat.” Mataku mengikuti jari mungilnya yang menunjuk ke satu arah. Lima meter dari kami berdiri, dua pria menatap ke arah kami dengan tatapan membunuh. Apa maksudnya ini? Mereka penculik?

Kedua orang itu tidak mendekat karena aku berdiri tepat di bawah CCTV parkir, padahal aku sendiri tidak yakin jika CCTV itu benar-benar berfungsi. Aku terkejut melihat resleting salah satu dari kedua orang jahat itu terbuka. Sekarang aku paham siapa mereka, kupeluk erat-erat bocah yang masih menangis itu. Kulepaskan kedua belah sepatu heels-ku yang runcing bagai jarum dan menodong mereka dengan berani.

“Mendekatlah, akan kubunuh kalian satu persatu, dasar pedofil gila!” teriakku.

Keduanya terdiam, melirik kiri-kanan memastikan tidak ada orang lain. Memang benar, hanya kami berempat yang ada di sana, bahkan driver ojol itu tak tahu rimbanya. Sialnya mereka mendekat begitu memastikan tak ada orang lain di sana.

“Serahkan anak itu, ini tidak ada urusannya denganmu!” sahut orang aneh dengan resleting terbuka.

“Yaish, selangkah kalian mendekat, aku akan berteriak, suaraku bisa menembus hingga lantai teratas gedung ini,” balasku. Aku berusaha menahan rasa takutku.

“Kamu benar-benar wanita gila. Begini saja, kamu temani kami dan kami lepaskan anak itu. Kamu terlihat sangat menarik dengan pakaian ketatmu itu,” ucap orang aneh yang satunya lagi.

“Tolongggg.... ada orang aneh di parkiran.” Aku mengayun-ngayunkan lenganku ke arah kamera CCTV di atas kepalaku, sialnya CCTV itu tidak aktif.

Mereka semakin mendekat, aku mengambil langkah mundur dan mulai memperkirakan kemungkinan melarikan diri. Tapi bocah di gendonganku cukup berat, aku tidak akan sanggup berlari jauh. Menyeretnya lebih tidak mungkin, ia tidak akan sanggup menyamai langkahku.

“Papa.. Papa.. Naila takut. Papa dimana? Om Bagas, Om Wahyu, Om Jey,” rintih bocah itu. Sepertinya ia terpisah dari Papanya, lalu siapa tiga Om-Om yang disebutkannya itu? Ah, masa bodoh, urusan saat ini lebih penting.

“Anak manis, sini sama Om,” rayu orang aneh dengan resleting terbuka.

“Sial, sial, sial, bagaimana ini? Bagaimana jika kami berdua jadi korban hari ini?” gumamku dalam hati.

“Tolong, ada orang di sana? Di parkiran ada orang aneh, tolong kami,” teriakku lagi. Kedua orang aneh terkekeh melihatku meminta tolong.

“Naila, Naila, Kamu dimana? Ini Om Wahyu.” Sayup-sayup kudengar suara memanggil nama gadis kecil itu.

“Om Wahyu...” jerit gadis kecil itu, jeritannya cukup keras hingga memekakkan telinga.

“Tolong, kami di sini, kami di parkiran VIP.” Aku ikut meminta bantuan, kedua pria aneh itu menggigil ketakutan setelah mengetahui ada pertolongan yang datang.

Dari jauh, mataku menangkap dua sosok berbaju hitam dengan tubuh besar mendekat ke arah kami. Jangan-jangan mereka komplotannya? Mati aku hari ini!

“Naila...” panggil salah satu dari mereka. Gadis kecil itu menoleh dan melompat turun dari gendonganku. Kini ia tertawa melihat kedua orang aneh tadi dikejar dua pria berbaju hitam dan dibekuk. Pria berbaju hitam tadi mengikat kedua orang aneh itu dengan tali pinggang mereka dan melemparnya ke lantai.

Naila menghambur ke pelukan pria berbaju hitam itu. Lelaki tegap itu memeluknya erat dan menepuk-nepuk punggungnya perlahan.

“Om, Om Wahyu, Naila takut. Mereka orang jahat, Om harus jahatin mereka juga ya?” Waduh! anak ingusan ini benar-benar tidak bisa ditebak.

“Tentu saja sayang, Naila jangan takut ada Om di sini.” Lelaki yang disebut Om Wahyu itu mengalihkan gendongannya pada Naila ke lelaki berbaju hitam di belakangnya. Ia merunduk turun dan memperhatikan dua orang aneh yang ketakutan itu.

“Naila, Naila sayang.” Dua lelaki lain menyusul, satu di antara mereka memakai baju hitam sama seperti dua orang sebelumnya, sedangkan satunya lagi memakai kemeja kantoran yang kusut dengan dasi tertarik. Jasnya ia tenteng dan rambutnya acak-acakan. Ia terengah-engah menghampiri gadis kecil itu.

Lelaki itu segera memastikan keselamatan Naila dan menciuminya berulangkali. Gadis kecil itu tertawa dan merapikan rambut lelaki berkemeja kantor.

“Papa, Papa capek?” tanyanya lagi. Tangannya melingkar di leher lelaki berbaju hitam dan kepalanya mendongak ke arah lelaki yang ia panggil Papa. Lelaki itu tersenyum, lalu mengangguk pelan.

Ia berjalan mendekati kedua orang aneh tadi, wajahnya menunjukkan amarah saat salah satu lelaki yang dipanggil Om Wahyu menjelaskan kemungkinan bahwa dua orang itu pedofil.

Bruuaakk!

Kedua lelaki itu terbatuk-batuk setelah mendapat tendangan cukup keras dari Papa Naila.

“Bajingan, beraninya kamu menyentuh putriku. Kamu sudah bosan hidup, hah?” teriaknya.

Seolah sudah paham, lelaki yang menggendong Naila menutup telinga Naila dengan kedua tangannya dan mendekap Naila dalam pelukannya. Aku tidak tahu berapa banyak tendangan yang dilepaskan lelaki berkemeja kantoran itu, karena sepanjang penghakiman itu aku menutup mataku tidak berani melihat.

“Mba?” Sebuah suara berat mengagetkanku. Aku menurunkan kedua tanganku dan kaget setengah mati mendapati lelaki berbaju kemeja tadi sudah berdiri di depanku. Aku mendongak mencari wajahnya, ia terlalu tinggi lalu melangkah mundur agar aku tidak perlu mendongak terlalu lama.

“Terima kasih sudah menyelamatkan putri saya, saya tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Mba tidak ada. Mba bahkan dengan berani membela putri saya seorang diri. Saya malu, kami berempat gagal menjaga gadis 5 tahun itu.” Ia menjelaskan panjang lebar tanpa kuminta. Aku sendiri bingung bagaimana harus bereaksi terhadapnya.

Wajahnya terlihat lelah sekali, rambutnya kusut luar biasa, bahkan kemejanya kotor di sana-sini. Walau begitu, masih terlihat jelas bahwa sebenarnya ia pria yang tampan. Wangi parfumnya saja masih memenuhi rongga hidungku. Kubayangkan berapa harga parfum yang ia pakai, parfum itu masih beraroma bahkan setelah pria ini berlarian kesana-kemari.

“Tidak masalah, Pak, eh Om, eh?” Aku gelagapan sendiri. Haruskah ia kupanggil Om? Ia terlalu muda untuk dipanggil pak. Tapi apa hakku memanggilnya Om?

“Perkenalkan, saya Gabriel. Papanya Naila.” Ia mengulurkan tangannya, senyumnya mengembang sempurna. Ya Allah, ciptaanmu yang satu ini berbeda sekali dari Vino! Bisikku dalam hati.

“Saya Queen.” Aku menerima uluran tangannya. Tangannya begitu besar dan hangat, telapak tangannya bahkan lebih lembut dari telapak tanganku. Beberapa detik berjabat, aku menarik tanganku. Aku gelagapan menahan malu, kulihat dari ujung mata ia tersenyum sambil memandangiku.

“Mba, bekerja di sini?”

“Beberapa jam yang lalu sih iya,”

“Maksudnya?”

“Saya baru saja dipecat,” jelasku terus terang. Kulirik lagi wajahnya, ia seperti kebingungan.

“Mba masih mau bekerja di sini? Saya bisa merekomendasikan Mba ke toko lain, ” tawarnya.

Kuingat jelas saat itu, perasaanku benar-benar bahagia. Mungkin ini pahala atas pertolonganku terhadap gadis kecil tadi. Gadis mungil bermata coklat yang sedang memeluk lelaki di sana.

.

.

.

To Be Continued,

berikan dukungan untuk kisah ini dengan klik like, komentar, rate bintang 5 dan vote ya...

terima kasih banyak,

Sampai jumpa di bab selanjutnya 🥰

Terpopuler

Comments

Kholiana Hwi

Kholiana Hwi

sru

2021-08-15

0

dhapz H

dhapz H

ada yg memberi jln hidup quen lbh baik

2021-07-31

0

Ken Tanaka

Ken Tanaka

masih dalam mode minyak

2021-06-08

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1: Perkenalan
3 Bab 2: Soal Pacar
4 Bab 3: Sepasang Mata Coklat Lain
5 Bab 4: Naila's Choice
6 Bab 5: Hai, Kakak!
7 Bab 6: Sugar Daddy?
8 Bab 7: Sugar Baby?
9 Bab 8: Tawaran
10 Bab 9: Pindahan
11 Bab 10: Rumah Baru Sugar Baby
12 Bab 11: Hari Pertama
13 PENJELASAN
14 Bab 12: Naila Datang
15 Bab 13: Hari Pertama Bersama Naila
16 Bab 14: Tamu Tak Terduga
17 Bab 15: Kisah Kelam Tiga Serangkai
18 Bab 16: Gara Gara Name Tag
19 Bab 17: Bertemu Kembali
20 Bab 18: My Oppa
21 Bab 19: Luka
22 Bab 20: Demi Moly
23 Bab 21: Soal Perasaan
24 Bab 22: Tampan dan Mapan
25 Bab 23: Dua Sisi
26 Visual Character
27 Bab 24: Talk With Entrepreneur
28 Bab 25: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
29 Bab 26: Soal Prioritas
30 Bab 27: Heartache
31 Bab 28: Kapan Mendungku Berlalu?
32 Bab 29: The Reason
33 Bab 30: Heroin
34 Bab 31: Nona Halim
35 Bab 32: Hak dan Kewajiban
36 Bab 33: Queen dan King
37 Bab 34: Reynold!
38 Curhat Author Baperan
39 Bab 35: Labil
40 Bab 36: Kaum Elit
41 Bab 37: Wedding Party
42 Bab 38: Mahkota
43 Bab 39: Rahasia
44 Bab 40: Mama
45 Bab 41: As A Wife
46 Bab 42: High Five
47 Bab 43: Cinderella
48 Bab 44: My Hero
49 Bab 45: Cocho Banana
50 Bab 46: Ulat Pinang
51 Bab 47: Salah Siapa?
52 Bab 48: Moment
53 Bab 49: Om Gabriel di Mataku
54 Bab 50: Pak Dekan
55 Bab 51: Pria Aneh
56 Bab 52: Iblis
57 Bab 53: Iblis Rupawan
58 Bab 54: Koi Gendut
59 Bab 55: Sepenggal Kisah
60 Bab 56: Badai?
61 Bab 57: Curiga
62 Bab 58: Pengganggu
63 Bab 59: Serpihan Puzzle
64 Bab 60: Rasa Sakit
65 Bab 61: Beban
66 Bab 62: Kebenaran
67 Bab 63: Keluarga Neils
68 Bab 64: Crayon
69 Bab 65: Pelet?
70 Bab 66: Taman
71 Bab 67: Pesan dari Om Gabriel
72 Bab 68: Mamanya Naila
73 Bab 69: Sang Presdir
74 Bab 70: Sekretaris Sophie
75 Bab 71: Ransel
76 Bab 72: Terkenal
77 Bab 73: Habiskan Uang?
78 Bab 74: Bungkuskan!
79 Bab 75: Pertengkaran
80 Bab 76: Foto
81 Bab 77: Pertemuan
82 Bab 78: Pria Blasteran
83 Bab 79: Papa Mertua
84 Bab 80: Wanita Asing
85 Bab 81: Yang Lebih Sakit?
86 Bab 82: Aku Percaya, Sayang!
87 Bab 83: Sugar Baby
88 Bab 84: Her Tears
89 Bab 85: Caranya Mengingatmu
90 Bab 86: Mine
91 Bab 87: Sayang!
92 Bab 88: Firasat
93 Bab 89: Petaka Tak Terduga
94 Bab 90: The End Of The Story
95 S2- Bab 91: The Beginning
96 S2- Bab 92: Drama Baru
97 S2- Bab 93: Pacaran?
98 S2- Bab 94: Berhenti Menghinaku!
99 S2- Bab 95: Es Krim Mochi
100 S2- Bab 96: Keegoisan
101 S2- Bab 97: Bayi Siapa?
102 S2- Bab 98: Syarat dari Gabriel
103 S2- Bab 99: Wahyu's First Kiss
104 S2- Bab 100: Perdebatan di Istana Halim
105 S2- Bab 101: Rencana Gabriel
106 S2- Bab 102: Tamu dari Queen
107 S2- Bab 103: Amarah si Gadis Galak
108 S2- Bab 104: Cara Berfikir Wahyu
109 S2- Bab 105: Bar Versi Jey
110 S2- Bab 106: Wanita yang Cemburu
111 S2- Bab 107: Perdebatan
112 S2- Bab 108: Isi Hati
113 S2- Bab 109: Jangan Mengganggu Keluargaku!
114 S2- Bab 110: Kamu yang Menyetir!
115 S2- Bab 111: Obrolan Aneh Dua Wanita Kaya
116 S2- Bab 112: Mantan Besan
117 S2- Bab 113: Impian Natusha
118 S2- Bab 114: Ini Mama
119 S2- Bab 115: Apa kamu bahagia?
120 Extra Part: Kembali ke Rumah
121 Extra Part: Langit Jingga
122 Terbit Cetak. Peluk Om Briel, yuk?
Episodes

Updated 122 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1: Perkenalan
3
Bab 2: Soal Pacar
4
Bab 3: Sepasang Mata Coklat Lain
5
Bab 4: Naila's Choice
6
Bab 5: Hai, Kakak!
7
Bab 6: Sugar Daddy?
8
Bab 7: Sugar Baby?
9
Bab 8: Tawaran
10
Bab 9: Pindahan
11
Bab 10: Rumah Baru Sugar Baby
12
Bab 11: Hari Pertama
13
PENJELASAN
14
Bab 12: Naila Datang
15
Bab 13: Hari Pertama Bersama Naila
16
Bab 14: Tamu Tak Terduga
17
Bab 15: Kisah Kelam Tiga Serangkai
18
Bab 16: Gara Gara Name Tag
19
Bab 17: Bertemu Kembali
20
Bab 18: My Oppa
21
Bab 19: Luka
22
Bab 20: Demi Moly
23
Bab 21: Soal Perasaan
24
Bab 22: Tampan dan Mapan
25
Bab 23: Dua Sisi
26
Visual Character
27
Bab 24: Talk With Entrepreneur
28
Bab 25: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
29
Bab 26: Soal Prioritas
30
Bab 27: Heartache
31
Bab 28: Kapan Mendungku Berlalu?
32
Bab 29: The Reason
33
Bab 30: Heroin
34
Bab 31: Nona Halim
35
Bab 32: Hak dan Kewajiban
36
Bab 33: Queen dan King
37
Bab 34: Reynold!
38
Curhat Author Baperan
39
Bab 35: Labil
40
Bab 36: Kaum Elit
41
Bab 37: Wedding Party
42
Bab 38: Mahkota
43
Bab 39: Rahasia
44
Bab 40: Mama
45
Bab 41: As A Wife
46
Bab 42: High Five
47
Bab 43: Cinderella
48
Bab 44: My Hero
49
Bab 45: Cocho Banana
50
Bab 46: Ulat Pinang
51
Bab 47: Salah Siapa?
52
Bab 48: Moment
53
Bab 49: Om Gabriel di Mataku
54
Bab 50: Pak Dekan
55
Bab 51: Pria Aneh
56
Bab 52: Iblis
57
Bab 53: Iblis Rupawan
58
Bab 54: Koi Gendut
59
Bab 55: Sepenggal Kisah
60
Bab 56: Badai?
61
Bab 57: Curiga
62
Bab 58: Pengganggu
63
Bab 59: Serpihan Puzzle
64
Bab 60: Rasa Sakit
65
Bab 61: Beban
66
Bab 62: Kebenaran
67
Bab 63: Keluarga Neils
68
Bab 64: Crayon
69
Bab 65: Pelet?
70
Bab 66: Taman
71
Bab 67: Pesan dari Om Gabriel
72
Bab 68: Mamanya Naila
73
Bab 69: Sang Presdir
74
Bab 70: Sekretaris Sophie
75
Bab 71: Ransel
76
Bab 72: Terkenal
77
Bab 73: Habiskan Uang?
78
Bab 74: Bungkuskan!
79
Bab 75: Pertengkaran
80
Bab 76: Foto
81
Bab 77: Pertemuan
82
Bab 78: Pria Blasteran
83
Bab 79: Papa Mertua
84
Bab 80: Wanita Asing
85
Bab 81: Yang Lebih Sakit?
86
Bab 82: Aku Percaya, Sayang!
87
Bab 83: Sugar Baby
88
Bab 84: Her Tears
89
Bab 85: Caranya Mengingatmu
90
Bab 86: Mine
91
Bab 87: Sayang!
92
Bab 88: Firasat
93
Bab 89: Petaka Tak Terduga
94
Bab 90: The End Of The Story
95
S2- Bab 91: The Beginning
96
S2- Bab 92: Drama Baru
97
S2- Bab 93: Pacaran?
98
S2- Bab 94: Berhenti Menghinaku!
99
S2- Bab 95: Es Krim Mochi
100
S2- Bab 96: Keegoisan
101
S2- Bab 97: Bayi Siapa?
102
S2- Bab 98: Syarat dari Gabriel
103
S2- Bab 99: Wahyu's First Kiss
104
S2- Bab 100: Perdebatan di Istana Halim
105
S2- Bab 101: Rencana Gabriel
106
S2- Bab 102: Tamu dari Queen
107
S2- Bab 103: Amarah si Gadis Galak
108
S2- Bab 104: Cara Berfikir Wahyu
109
S2- Bab 105: Bar Versi Jey
110
S2- Bab 106: Wanita yang Cemburu
111
S2- Bab 107: Perdebatan
112
S2- Bab 108: Isi Hati
113
S2- Bab 109: Jangan Mengganggu Keluargaku!
114
S2- Bab 110: Kamu yang Menyetir!
115
S2- Bab 111: Obrolan Aneh Dua Wanita Kaya
116
S2- Bab 112: Mantan Besan
117
S2- Bab 113: Impian Natusha
118
S2- Bab 114: Ini Mama
119
S2- Bab 115: Apa kamu bahagia?
120
Extra Part: Kembali ke Rumah
121
Extra Part: Langit Jingga
122
Terbit Cetak. Peluk Om Briel, yuk?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!