Entah sudah berapa lama mereka berjalan menyusuri hutan. Sejauh ini masih belum menemukan pemukiman penduduk yang bisa mereka mintai tolong.
"Kita cari obat gimana?" usul Mario membuat Afriel menoleh kepadanya.
"Di mana? Belum ada yang buka."
"Itu ada daun dadap serep." Gifyka mengambil beberapa lembar daun dadap serep yang berukuran besar.
"Buat apa, Fy?" Afriel mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Kita cari tempat peristirahatan dulu yuk." bukan menjawab, Gifyka malah membuat usul untuk mencari tempat yang bisa mereka jadikan tempat istirahat.
Perjalanan yang sungguh melelahkan bagi mereka. Terus dan terus menerjang semak-semak yang tumbuh liar. Meski sejauh ini mereka belum menemukan yang namanya reptil seperti ular, tetap saja mereka was-was.
Sudah ada beberapa kepala keluarga yang mereka datangi untuk memberikan pertolongan. Tapi mereka menolak dengan alasan yang sama, rumah kecil dan tidak bisa menampung banyak orang. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan tidak suka atau takut kepada Gifyka.
"Itu gubuk kan?" Mario menunjuk sebuah gubuk yang terlihat sepi.
"Kita coba ke sana yuk." Gifyka berjalan antusias menuju gubuk yang Mario lihat.
"Ke sana kuy." ajak Alvino merasa sudah tidak tega dengan Viara.
"Kuy lah." Afriel serta yang lainnya berjalan menyusul Gifyka.
"Gak dikunci guys!" seru Gifyka setelah berhasil membuka pintu gubuk yang mereka temukan. Sungguh jauh dari kata bagus, karena ini hanyalah sebuah gubuk yang terbuat dari papan bambu.
"Kuy masuk." Gifyka melambaikan tangannya kepada semua sahabatnya untuk masuk lebih dalam ke gubuk temuan mereka.
"Ada penghuninya nggak ya?" Mario mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan yang memang sangat kecil ini.
"Baringin Via di sini, Vin." Gifyka menggelar sebuah tikar berukuran lumayan besar ke atas tanah. Karena di dalam gubuk itu hanya ada dua kursi, satu gentong dari tanah liat berukuran sedang, dan satu ember berukuran sedang pula.
Dengan sangat-sangat pelan, Alvino membaringkan tubuh Viara ke atas tikar. Alvino membenarkan jaket Viara, bahkan Alvino sampai membuka jaketnya sendiri untuk menyelimuti kaki Viara.
"Dingin, Vin." gumam Viara pelan, bahkan sangat pelan. Tubuh Viara sudah menggigil.
"Gue peluk ya, Vi." Azriela memeluk tubuh Viara supaya sahabatnya merasakan kehangatan.
"Masih ada yang punya stok minuman nggak?" Gifyka datang membawa mangkuk yang entah dia dapat dari mana. Mangkuk itu berisi beberapa daun yang sempat dia petik di hutan tadi.
"Nih pakai aja." Mario mengulurkan sebotol air mineral dari dalam saku celana belakangnya.
Gifyka duduk di sebelah kiri Alvino yang mengusap-usap pundak Viara. Sedangkan Afriel duduk di samping Azriela yang ikut berbaring sambil memeluk Viara. Mario pun ikut duduk di samping kanan Alvino.
"Buat apa sih, Fy?"
"Ini bisa menurunkan panas, Via kan demam. Semoga aja panasnya bisa turun." jelas Gifyka sembari meletakkan daun dadap serep yang sudah dia rendam di dalam air beberapa menit ke atas kening Viara.
"Semoga sembuh ya."
"Berdoa saja." Gifyka tersenyum kepada semua sahabatnya.
"Lo tadi pasti ngerasa nggak enak pas pedagang bubur ngalihin pandangan ke arah lain. Ya kan?" pertanyaan Mario berhasil menarik pandangan Gifyka.
"Kapan?" Gifyka pura-pura tidak mengerti akan arah pembicaraan Mario. Dirinya lebih memilih menyibukkan diri mengganti daun di kening Viara.
"Kita semua lihat kok, Fy." Afriel ikut serta.
"Iya Fy, nggak usah merasa sedih. Lo nggak butuh orang kayak begitu, lagi pula lo udah punya kami buat jadi sahabat lo."
"Bener apa kata Alvino, Fy. Nggak usah sedih." Mario tersenyum kepada Gifyka. Tapi tangannya sibuk memijit kaki Viara.
"Gue nggak sedih, gue kan punya kalian. Jadi buat apa gue sedih."
"Si Zril udah tidur tuh. Mending lo ikutan tidur juga."
"Iya Fy, lo juga capek."
"Kita semua tidur aja. Karpetnya lega kok, cukup buat kita semua."
"Ide yang bagus. Kita semua lelah, kuy lah." Afriel mengambil posisi di samping Azriela, tapi masih memberi jarak antara mereka.
"Tidur, Fy." Alvino menggeser badannya memberi ruang untuk Gifyka supaya tidur di dekat Viara. Sedangkan Mario sudah berbaring di paling pinggir. Akhirnya Gifyka berbaring di tengah-tengah antara Alvino dan Viara.
"Semoga ini semua hanya mimpi." gumam Gifyka sambil menatap langit-langit gubuk yang mereka temukan. Tak lama kemudian karena memang sudah sangat mengantuk, akhirnya Gifyka masuk ke alam mimpi dengan sangat cepatnya.
~**~
Tangan lentik nan cantik itu bergerak-gerak serentak dengan kedua kelopak matanya yang mengerjab-ngerjab.
"Huahh..." gadis berparas cantik itu menutup mulutnya saat menguap. Kesadarannya belum pulih total. Matanya masih mengerjab-ngerjab beberapa kali untuk mengingat apa yang sedang terjadi. Mengumpulkan beberapa nyawa yang terpencar di beberapa tempat.
"Via!" pekiknya saat menyadari bahwa di sampingnya tidak ada Viara. Tubuhnya langsung terduduk sampai tegak saking kagetnya.
Gifyka mengedarkan pandangannya, semuanya lengkap. Hanya Viara yang tidak ada, bahkan Afriel, Azriela, Alvino dan Mario juga masih terpejam.
"Via, lo ke mana?" Gifyka cemas sendiri karena Viara tidak ada di sampingnya.
"Fy, lo kenapa?" Alvino terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu akan pergerakan tubuh Gifyka.
"Via, Vin. Via, nggak ada." Gifyka semakin panik.
"Via, nggak ada?" Alvino ikut kaget dan refleks menggerakkan lehernya menatap ruang kosong di antara Gifyka dan Azriela.
"Kalian kenapa?" Mario ikut terbangun karena mendengar suara yang lumayan bising. Ya, suara yang ditimbulkan oleh Gifyka dan Alvino.
"Lo kenapa panik gitu, Fy?" Azriela dan Afriel ikut terbangun.
"Via nggak ada!" Gifyka berdiri berniat mencari Viara.
"Via nggak ada?" sama halnya dengan Alvino dan Mario, Azriela dan Afriel pun kaget.
"Tapi jaket gue ada." Alvino memegang jaketnya sendiri.
Gifyka berlari keluar diikuti oleh Alvino, Mario, Afriel serta Azriela. Kelima orang itu berpencar mencari keberadaan Viara. Mengelilingi gubuk tempat mereka beristirahat. Apalagi hari sudah semakin sore, membuat Gifyka serta yang lainnya bertambah khawatir.
"Via! Lo di mana?!" teriakan Mario menggema di luasnya hutan yang ada.
"Via ke mana, Yo?" Gifyka sudah menangis karena Viara tidak juga ditemukan.
"Mario! Gifyka!" suara Alvino menggema mengalihkan perhatian kedua insan yang juga kebingungan ini.
Mario serta Gifyka berlari ke arah suara Alvino. Tepatnya di belakang gubuk yang mereka singgahi.
"Via!" pekik Gifyka saat mendapati gadis yang mereka cari sedang dalam pelukan Alvino.
Gifyka serta Mario segera mendekat ke tempat di mana keempat sahabatnya berdiri di sisi pohon jengkol yang sangat besar. Dalam hati Gifyka mengucap syukur karena Viara ditemukan dalam kondisi baik-baik saja.
"Lo ke mana aja, Vi? Gue takut." Gifyka langsung memeluk tubuh Viara yang masih berada dalam pelukan Alvino.
Afriel memberi isyarat kepada Mario supaya tetap tinggal di tempatnya tanpa mengusik Gifyka terlebih dahulu. Mario hanya bisa mengikuti isyarat yang Afriel berikan. Bahkan Azriela juga menggelengkan kepalanya pertanda Mario jangan mendekat dulu kepada Gifyka. Mario paham, Gifyka pasti sedang merasakan takut. Takut apabila Viara tidak ditemukan. Hati dan jiwa Gifyka sedang di ambang kelabilan.
"Gue nggak apa-apa Fy, lo nggak perlu sekhawatir ini." Viara mencoba melepaskan diri dari pelukan Gifyka. Jujur saja, Gifyka memeluknya sangat erat sehingga membuat Viara kesulitan untuk bernafas.
"Gue takut lo kenapa-napa." Gifyka akhirnya melepaskan pelukannya dari tubuh Viara.
"Via nggak kenapa-napa, Fy. Lo tenang ya, jangan takut lagi." Alvino ikut menangkan Gifyka yang masih sedikit panik.
"Lo ke mana sih?" Gifyka meraba-raba tubuh Viara dari wajah ke bahu lalu ke tubuh Viara. Berharap tidak ada yang kurang satu pun dari sahabatnya satu ini.
"Gue habis kencing barusan." Viara tersenyum untuk menenangkan Gifyka.
"Lain kali ngajak gue atau Zril ya, Vi. Gue nggak mau terjadi apa-apa sama lo sama yang lain."
"Iya Fy, tenang aja."
"Pokoknya kita harus selalu bersama." Gifyka memeluk tubuh Viara dan Azriela secara bersamaan. Mario, Alvino dan Afriel ikut memeluk ketiga gadis ini. Mentransferkan rasa saling menguatkan.
~**~
To Be Continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments