Malam bagaikan ditaburi kerlap-kerlip bintang di angkasa. Cahaya bulan menjadi cahaya alami dari sang alam semesta.
Jika kamu melukis seseorang di gelapnya rembulan. Maka akan terasa lebih bersinar dari sang mentari. Karena mereka akan terus menyinari di gelap malammu dan senantiasa menjagamu di saat semua insan terlelap dalam kenyamanan dunia.
"Lo gak lagi frustasi kan?" Mario memberanikan diri duduk di samping Gifyka yang sedang menikmati indahnya langit malam bertabur sang bintang bercahaya terang.
"Frustasi? Kenapa gue harus frustasi? Hahaha..." kekeh Gifyka tak mengerti akan pertanyaan Mario.
"Ya lagian lo diem aja di sini sendirian. Kayak orang sakit jiwa tahu gak." Mario ikut terkekeh. Kedua insan pemilik rasa yang sama itu duduk berdampingan saling memeluk kedua lutut masing-masing.
Malam yang sangat berbeda, jika biasanya mereka berdiam diri di balkon kamar masing-masing sambil berbicara dengan angin, berbeda dengan malam ini. Sekarang mereka bersama di tempat berbeda, suasana berbeda dengan pemandangan yang berbeda pula.
"Gue cuma mau menikmati ciptaan Sang Pencipta. Jakarta gak ada kayak gini."
Angin berembus menerpa mahkota panjang seorang Gifyka. Gadis cantik nan manis itu terlihat lebih cantik dari biasanya.
"Hidup gue selama ini sangat berwarna karena gue punya seseorang yang selalu bikin gue semangat."
"Siapa?"
"Seorang gadis yang selalu tegar menghadapi kehidupan dunia yang fana ini. Gue seneng bisa kenal dan bisa menjadi bagian dari kehidupan dia."
"Pasti gadis itu sangat beruntung bisa memiliki lo." Gifyka tersenyum getir mendengar Mario sudah memiliki tambatan hati. Rasanya sesak dan perih menjadi satu di dalam dada.
"Bukan dia yang beruntung, tapi gue yang sangat dan sangat beruntung apabila gue bisa menjadi satu-satunya orang yang akan menemaninya sampai napasnya berhenti."
Gifyka mengarahkan pandangannya ke Mario. Menatap lelaki hitam manis itu penuh kepedihan. Namun sebisa mungkin Gifyka menutupinya. Gadis itu sangat gengsi untuk mengakui rasa kepada sang pujaan.
"Dia pasti cantik banget sampai bisa menangin hati lo." senyuman palsu! Ya Gifyka tersenyum palsu di depan Mario. Mencoba terlihat tegar.
"Gue suka dia dari hati bukan dari fisik, Fy. Dan lo tahu? Hatinya sangat cantik."
Sakit! Hati itu bertambah sakit melihat kedua mata Mario berbinar dan sangat antusias saat membicarakan wanita pujaannya.
"Selamat deh, semoga lo baik-baik aja dan sampai nanti kalian udah pada tua." getir rasa hati Gifyka harus mengatakan hal demikian.
Hening. Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Hanya suara air yang terkena embusan angin malam. Jangkrik dan kodok sedang berlomba menunjukkan suara terbaik mereka. Embusan angin malam yang sedari tadi dingin menjadi bertambah dingin berkali-kali lipat.
"Rio," suara Gifyka memecah keheningan di antara mereka.
"Ya."
"Lo inget sama anaknya Rahma tadi siang? Dia ketakutan gitu. Gue rasa dia..."
"Gak usah mikir yang aneh-aneh. Dia masih kecil, gak usah dimasukin ke hati. Lagi pula gak tahu pasti siapa yang dia tuju kan."
"Pasti gue, Yo. Lo gak lupa kan kalau selama ini banyak orang yang takut sama gue?" kepala Gifyka menunduk mengingat nasibnya selama tujuh belas tahun ini.
"Mereka itu takut bukan karena lo nyeremin, tapi karena lo cantik. Mereka takut kalau mereka deket sama lo, bakalan tersaingi sama kecantikan lo." Mario berusaha menghibur Gifyka.
"Gue bukan anak kecil Yo, gue tahu mana yang tulus dan mana yang modus. Semua orang takut sama gue."
"Buktinya gue, Zril, Via, Alvin, sama Iel enggak tuh. Kita berlima gak takut sama lo, malah seneng bisa jadi sahabat lo."
"Ya kalian, bukan mereka."
"Lebih baik punya sedikit teman tapi tulus, dari pada punya banyak teman tapi modus. Gak butuh teman banyak kalau mereka ada saat mereka butuh kita doang, giliran kita yang butuh mereka gak ada." Mario menarik bahu Gifyka, mengusapnya pelan.
"Sok bijak lo." cibir Gifyka mulai tersenyum melupakan ucapan Mario mengenai wanita yang ada di dalam hati lelaki tadi.
"Gue kan Mario Teduh, siapa yang dekat sama gue bakalan terayomi. Termasuk lo."
"Gombal banget sih, Pak."
"Gak gombal."
"Terserah deh. Hahaha...." tawa Gifyka memecah kecanggungan di antara mereka setelah pembahasan mengenai wanita yang Rio cintai.
"Masuk yuk, udah malam." Mario berdiri terlebih dahulu, membantu Gifyka untuk berdiri mengikutinya.
"Lo duluan aja jalannya." Gifyka memilih berjalan di belakang Mario.
"Kita beriringan aja."
"Gak mau, pokoknya lo duluan."
"Ck... Iya deh iya." Mario hanya bisa pasrah kemudian melanjutkan jalannya menuju bungalow.
Jedar! Jedar!
Dua kilatan cahaya kembali menghampiri Gifyka. Sama seperti tadi, jatuh ke air kemudian menghilang.
"Yo, lo lihat cahaya barusan gak?" tubuh Gifyka sedikit bergetar takut akan cahaya yang menghantuinya.
"Enggak." Mario menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Oh, ya udah." pasrah Gifyka, perasaannya semakin tidak tenang karena cahaya itu hanya bisa dilihat olehnya.
Apa sebenarnya cahaya tadi? Batin Gifyka semakin mempercepat langkahnya.
~**~
Azriela meremas-remas jemarinya sendiri. Entah kenapa berada di dekat Afriel seperti ini membuatnya salah tingkah. Keringat dingin mengucur ke pelipisnya.
"Gimana, Zril?" suara Afriel memecah keheningan di antara mereka.
"Em... Lo serius?" Azriela memastikan.
"Serius Zril, gue pengen lo jadi pacar gue."
"Kenapa?"
"Gue udah gak kuat memendam rasa ke lo lebih lama lagi."
"Lo suka sama gue?" Azriela terlihat kaget atas ucapan Afriel.
"Ya, gue suka sama lo."
"Dari kapan?"
"Dari waktu lo ngerawat gue pas kecelakaan waktu dulu." Azriela semakin kaget mendengar pengakuan Afriel.
"Dua tahun yang lalu?" Afriel mengangguk mendengar pertanyaan Azriela.
"Selama itu?"
"Ya selama itu gue mendam rasa buat lo, Zril."
"Gue kira lo suka sama Ify."
"Kenapa bisa mikir gitu?"
"Ya karena lo perhatian dan deket banget sama dia. Lo cowok yang deket sama Ify setelah Mario."
"Gue pengen lo cemburu kalau gue deket sama Ify, Zril."
"Kenapa lo gak bilang langsung ke gue kalau lo suka sama gue?"
"Gue takut lo nolak perasaan gue."
"Terus sekarang apa yang bikin lo berani ngungkapin perasaan lo ke gue?"
"Karena gue yakin, gue percaya kalau lo juga punya rasa ke gue."
"Seyakin itukah lo, Iel?"
"Gue cuma gak mau terlambat Zril, gue pengen orang yang gue sayang tahu perasaan gue yang sebenarnya."
"Terus kalau udah tahu lo mau apa?"
"Lo mau jadi pacar gue?"
"Lo mau jawaban apa dari gue?"
"Terserah lo, lo mau nerima atau nolak gue kan itu hak lo."
"Lo tahu jawabannya."
"Gue tahu jawabannya? Apaan?" Afriel mengerutkan keningnya bingung akan jawaban Azriela.
Kenapa Zril seolah-olah lagi main puzzle gini sih? Bingung Afriel mencoba bersabar.
"Gue duluan ya, di luar dingin banget." Azriela berdiri meninggalkan Afriel yang masih kebingungan di taman samping bungalow.
"Tapi lo belum kasih gue jawaban, Zril!" teriak Afriel meminta kepastian.
Tidak ada jawaban atau sahutan dari gadis cantik berambut sebahu itu. Langkah kakinya semakin cepat meninggalkan Afriel yang masih di ambang kegalauan.
Drt... Drt... Drt...
Afriel merogoh ponselnya yang ada di saku celana. Membaca siapa sang pengirim pesan.
ZrIeLove
Gue mau jadi pacar lo. 😊
Welcome to my world, darling.
Afriel tak bisa menyembunyikan senyuman di wajahnya. Gadis itu benar-benar bisa membuat dunianya berwarna.
Drt... Drt... Drt...
Jangan senyam-senyum sendiri. Nanti disangka orang gila yang lagi frustasi. 😅
Cepetan istirahat, udah malam. Gak baik untuk kesehatan lo.
Ya, gadis itu mengirimkan pesan lumayan panjang untuk Afriel. Membuat Afriel semakin senyam-senyum tanpa henti. Afriel mengetikkan sesuatu di ponselnya kemudian memasukkan ke dalam saku celananya lagi.
"Gue sayang sama lo, Zril!" pekik Afriel saking senangnya. Dirinya membawa langkah kaki ke dalam bungalow dan menuju kamar di mana kedua sahabatnya pasti sudah ada di sana.
~**~
"Lecek amat tu wajah kayak belum disetrika berbulan-bulan."
Gifyka mendudukkan tubuhnya di atas springbed. Mengembuskan napasnya kasar. Merasakan sesak dalam hatinya saat mengingat cerita Mario tadi.
"Patah hati gue." Gifyka beralih membaringkan tubuhnya.
"Lah, pacaran aja belum kok udah patah hati aja sih." Viara mendekati Gifyka dan berbaring di samping gadis berdagu tirus itu.
"Emang patah hati itu harus pacaran dulu ya?"
"Enggak sih, ya heran aja gitu. Secara kan lo gak pernah deket sama cowok mana pun selain sama Mario, Afriel dan Alvino. Ya masa lo sakit hati sama Alvino, kan gak mungkin."
Cklek!
Kedua gadis ini menolehkan wajahnya ke arah pintu kamar. Ternyata ada Azriela yang baru masuk sambil memeluk ponsel sambil senyam-senyum tidak jelas.
"Yang satu butuh dokter cinta, yang satu butuh dokter sakit jiwa." gumam Viara semakin bingung melihat Azriela senyam-senyum sendiri.
"Hua... Seneng banget gue!" teriakan Azriela memekakkan telinga kedua gadis yang sedang berbaring di atas ranjang.
"Lo kenapa sih, Zril? Masih waras kan?"
"Baca Vi, baca." Azriela memberikan ponselnya kepada Viara.
"Lo juga istirahat ya cantik, mimpiin kita ya. Love you so much my darling." Viara membaca balasan pesan dari Afriel.
"Maksud lo?" wajah Viara ikut berbinar menatap Azriela.
"Iya gue jadian sama, Iel." Azriela mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali.
"Hua... Gue ikut seneng, Zril." teriak Viara serta Gifyka bersamaan sambil memeluk tubuh Azriela.
"Gue lebih seneng. Seneng banget sumpah."
Ketiga gadis itu melepaskan pelukan mereka. Beralih duduk di atas ranjang bersama.
"Gimana rasanya?" tanya Gifyka penasaran. Wajahnya sudah berubah menjadi cerah. Melupakan masalahnya sendiri. Kebahagiaan sahabatnya juga kebahagiaannya.
"Seneng banget, di hati gue kayak ada banyak bunga bermekaran. Rasanya gue gak mau berhenti tersenyum." benar saja, wajah Azriela terlihat sangat bahagia.
"Iel romantis gak?"
"Via, jangan tanya itu. Gue gak tahu, gue malu mau bilang." Azriela memilih menutup wajahnya menggunakan jaket yang dia pakai.
"Cie... Masa jomblonya berakhir." Viara menowel-nowel bahu Azriela.
"Via apaan sih, gue malu nih. Udah dong godain guenya." Azriela masih menutup wajahnya menggunakan jaket.
"Eh... Tadi lo bilang lo sakit hati. Jangan-jangan lo sakit hati gara-gara Zril jadian sama Iel ya?" tuding Viara kepada Gifyka.
"Ngarang aja lo, ya enggaklah." elak Gifyka cepat. Karena memang kenyataannya dia tidak sakit hati atas hubungan Azriela dan Afriel.
"Lo sakit hati? Kenapa? Karena siapa, Fy?" Azriela sudah tidak menutupi wajahnya menggunakan jaket. Kini berubah menatap Gifyka dengan tampang tak terbaca.
"Bukan apa-apa kok. Udah gak penting. Mending kita tidur yuk."
"Yah, efek potek ya gitu tuh." Viara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jedar! Jedar! Jedar!
Ketiga gadis ini mematung seketika saat ada kilatan cahaya menakutkan di dalam kamar mereka sebanyak tiga kali secara bergantian. Seperti petir, hanya saja berwarna merah. Persis seperti apa yang diceritakan Gifyka tadi.
"Gue takut nih, tidur yuk." Viara merengkut dan menarik-narik selimut.
"Yuk ah, tidur aja." tak beda jauh dengan Viara. Azriela dan Gifyka juga takut. Mereka memilih menutup tubuh mereka menggunakan selimut. Saling berpelukan dan sama-sama memejamkan mata. Berharap kantuk akan segera menerpa. Mereka tak tahu tadi itu cahaya apa. Tapi yang pasti itu sangat menakutkan.
~**~
Jika kamu memperlakukan cahaya secara baik. Maka mereka akan menjadi teman baikmu. Tapi apabila kamu memperlakukan cahaya dengan sebaliknya. Maka mereka akan menjadi boomerang untukmu. Bertemanlah dengan cahaya.
~**~
To Be Continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments