Laxymuse sedang mengadakan perencanaan strategi untuk mendapatkan Gifyka. Sudah sedari lama mereka mengatur segala macam rencana yang kemungkinan akan berhasil untuk membawa Gifyka ke khayangan supaya Nafita menyusul.
"Raja, bagaimana kalau kami turun ke Bumi untuk membantu Artena?" salah seorang lelaki berparas putih nan tampan memberikan usul kepada Ortofus.
"Jangan dulu, kita tunggu sampai mana Artena mengejar mereka. Kita pergunakan waktu sebaik mungkin." Ortofus berjalan mondar-mandir sedari tadi.
Suasana Laxymuse yang biasanya tentram dan damai kini menjadi genting karena serangan dadakan sang Raja. Sebenarnya mereka sudah dikasih tahu dari awal apabila suatu saat nanti akan ada peperangan antar Dewa-Dewi Laxymuse bersama manusia di Bumi. Tapi mereka tak tahu pasti itu kapan, mungkin sekarang inilah saatnya.
"Hancurkan!" seru Ortofus kepada cermin yang menggambarkan bagaimana perang antara Artena bersama Gifyka.
Semua penghuni Laxymuse cepat-cepat mengusap dada karena rasa kaget yang berlebihan. Semua itu disebabkan oleh Ortofus yang sedang memberi arahan untuk Artena di muka Bumi.
~**~
Gifyka bersama kelima sahabatnya terus berlari menerjang jalanan terjal. Semak-semak belukar berduri tak lagi mereka pedulikan. Yang ada dalam otak mereka hanyalah bagaimana caranya mereka bisa lolos dari kejaran Artena. Ini sangat menakutkan.
**Duar!
Brak!
Krek**!
Kobaran api beterbaran di mana-mana. Ulah siapa lagi kalau bukan ulah Artena. Alien berambut panjang yang mengaku Dewa Laxymuse itu terus mengejar serta menghancurkan apa saja yang menjadi penghalang baginya.
"Padam!" seru Gifyka saat melihat kobaran api di depan mereka.
Seperti biasa, apa yang dia ucapkan dan dia kehendaki untuk terjadi. Semua pasti akan terjadi, api itu benar-benar padam setelah Gifyka mengucapkan hal demikian.
"Fy," panggil Mario merasa heran.
Ada apa dengan gadis yang berlari di sampingnya itu?
Gifyka hanya diam, tidak menjawab atau menoleh. Pikirannya kini terpenuhi oleh cara pelolosan diri terhebat dari makhluk aneh.
"Mau ke mana kalian?!" Artena bergerak satu langkah lebih cepat. Tubuh kekarnya kembali menghadang gerombolan Gifyka.
Mau tak mau, keenam orang ini berhenti secara mendadak. Untung mereka memiliki pengendalian diri yang hebat, jadi tidak takut terjatuh apabila harus berhenti mendadak seperti ini.
"Kalian tidak akan bisa ke mana-mana!" Artena terlihat sangat marah karena tak juga bisa membawa Gifyka ke Laxymuse.
"Terikat!" teriak Gifyka tertuju kepada Artena.
Semua tanaman yang merambat menarik diri mereka dari rambatannya dan beralih ke tubuh Artena. Tanaman itu berlomba-lomba saling melilit tubuh kekar Artena.
"Arghh... Apa-apaan ini?" Artena berusaha melepaskan diri dari jeratan tanaman rambat yang melilit tubuhnya. Bahkan wajahnya penuh akan lilitan tanaman.
"Mundur perlahan." bisik Gifyka yang melihat reaksi dari ucapannya.
"Fy, ucapan lo kok ..." Afriel bingung sendiri akan semua kejadian ini. Berasa seperti mimpi.
"Kita nggak punya waktu buat membahas ini semua," Gifyka menatap kelima sahabatnya secara bergantian. Dari Mario, Viara, Alvino, Afriel dan terakhir Azriela.
"Kaki gue rasanya kayak mau patah, Fy." keluh Azriela yang memang lututnya terluka.
"Gue akan coba sembuhin. Semoga ini berhasil." Gifyka menganggukkan kepalanya meminta persetujuan dari Azriela.
Azriela hanya bisa mengangguk membalas anggukan dari Gifyka. Begitu pula dengan yang lainnya.
"Sembuh." ujar Gifyka penuh keseriusan sambil menatap luka pada lutut Azriela.
Ajaib. Ini benar-benar ajaib. Sesuatu yang memang Gifyka ucapkan atas dasar kehendaknya membuat semua itu terjadi begitu saja dengan sangat mudah.
"Gue antara percaya dan nggak percaya. Magic." Mario serta Alvino membekab mulutnya sendiri. Merasa kaget dan tidak menyangka bahwa yang mereka lihat adalah nyata.
"Thank ya Fy, lutut gue udah nggak sakit lagi." Azriela memeluk tubuh Gifyka secara tiba-tiba. Membuat gadis berdagu tirus itu kaget dadakan.
"Iya Zril, gue pasti bantu kalau gue bisa." Gifyka senang bisa membantu Azriela atau sahabatnya yang lain.
"Hey... Gifyka! Lepaskan aku!" teriakan Artena menggema membuat keenam remaja ini tersadar bahwa mereka masih dalam keadaan bahaya. Mereka masih harus melarikan diri dari kejaran Artena dan penghuni Laxymuse lainnya.
"Kita harus lari lagi, pergi dari sini secepat mungkin. Artena masih mengincar gue, dan nggak menutup kemungkinan bakal ada penghuni Laxymuse lainnya yang akan membantu Artena buat nangkap gue." Gifyka menjadi panik sendiri.
"Kita cari perahu, kita ke pelabuhan yang ada di ujung pulau. Kita bisa bawa perahu penduduk sini." usul Mario.
"Siapa yang akan jalanin perahunya?"
"Kita berusaha dan berjuang bersama-sama," Gifyka menarik tangan kelima sahabatnya. Berusaha mengenggam dalam waktu bersamaan.
"Kita pasti bisa keluar dari masalah ini. Kita harus yakin."
"Ok! Kita pilih jalur kanan. Kita telusuri hutan ini sampai ketemu pelabuhan." Mario ikut menguatkan.
Suara lilitan demi lilitan dari tumbuhan liar pada tubuh Artena masih saja terdengar.
"Kita pakai GPS aja." Viara mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana jeans yang dia kenakan.
"Shit! mati HP gue." Viara mengumpat saat melihat ponselnya sudah dalam keadaan tidak bernyawa.
"HP gue juga udah mati sedari tadi ngidupin flash buat penerangan jalan." sahut Alvino menunjukkan ponselnya sama-sama tidak bernyawa seperti ponsel sang kekasih.
"Gue full batrey, tapi nggak ada signal." Afriel memainkan ponselnya di udara. Berharap akan ada signal yang menyangkut untuk membantu mereka keluar dari keadaan ini.
Krek Krek!
Suara dari salah satu pohon yang ada di sana membuat keenam remaja ini menengok ke arah sumber suara.
"Kita harus pergi sekarang juga!" Gifyka berlari memandu kelima sahabatnya. Gadis cantik berdagu tirus tadi memilih jalur kiri, berbeda dengan tujuan Mario yang memberi usul untuk memilih jalur kanan.
"Gifyka tunggu!" kelima sahabat Gifyka mengikuti langkah kaki sang pemandu.
"Kalian tidak akan bisa lari dariku!" teriak Artena masih berusaha melepaskan diri dari jeratan tumbuhan liar yang melilit seluruh tubuhnya.
"Cepat lari!" berganti dengan suara Gifyka yang menggema.
Setelah berusaha menyusul Gifyka, akhirnya mereka bisa berlari sejajar secara bersamaan.
**Krek Krek!
Brak**!
Untung saja Gifyka bersama kelima sahabatnya sudah berhasil kabur dan menjauh dari tempat tumbangnya pohon mahoni yang berdiri kokoh di dekat Artena.
"Arrghhh...." suara Artena terdengar sampai ke indera pendengaran Gifyka bersama sahabat-sahabatnya.
"Apa Artena mati?" pertanyaan itu terlontar dari mulut manis sang gadis pemilik dagu tirus.
"Sepertinya mati." Mario hanya bisa mengangguk ragu.
"Apa Alien atau makhluk astral bisa mati hanya karena tertimpa pohon?" Afriel terus saja berlari sambil menggenggam erat jemari Azriela.
Wush!
Semburat merah dari api yang berkobar menyembur ke udara dalam gelapnya malam. Kobaran api dari pohon mahoni itu sangat cepat merambat.
Gifyka beserta sahabat-sahabatnya sampai menutup wajah mereka menggunakan tangan atau kain yang mereka kenakan supaya tidak terkena hawa panas dari api yang semakin merajalela.
"Apa Artena, mati?" Gifyka kembali bertanya untuk memastikan.
"Lo khawatir sama keadaan Artena?" semua mata tertuju kepada Gifyka yang terus memperhatikan kobaran api sedari tadi tiada berkedip.
Gifyka menundukkan kepalanya, menatap ke arah ujung snikersnya. Kepalanya menggeleng perlahan. Entah kenapa Gifyka tak bisa memahami dirinya sendiri untuk saat ini.
"Gue merasa jadi pembunuh." ujar Gifyka lirih.
Viara memeluk tubuh Gifyka seerat yang dia bisa. Viara hanya ingin menenangkan sahabatnya. Ini yang bisa dia lakukan untuk Gifyka.
"Lo bukan pembunuh Fy, lo pahlawan bagi kita semua. Kalau nggak ada lo, mungkin Artena masih ngejar-ngejar kita."
"Iya Fy, benar apa kata Via. Lo bukan pembunuh." Azriela ikut memeluk Gifyka dari belakang.
Tubuh Gifyka bergetar, isak tangis terdengar dari mulut mungilnya.
"Maaf, gue udah bawa kalian ke keadaan ini. Seharusnya gue dengerin apa kata Mama, buat nggak liburan ke sini."
"Stop Fy, ini kemauan kita masing-masing. Kita ke sini karena memang nggak ada paksaan sedikit pun." Mario ikut memeluk tubuh Gifyka dari samping. Diikuti oleh Afriel dan Alvino. Mereka saling memeluk dan menguatkan.
"Kita harus kuat Fy, kita masih butuh tenaga buat keluar dari keadaan ini." satu persatu dari mereka melepaskan pelukan masing-masing.
"Sudah, jangan nangis lagi ya." Azriela menghapus sisa-sisa air mata di pipi Gifyka.
"Mending sekarang lo padamin itu api. Kalau apinya nggak padam, kasihan warga setempat." usul Mario membuat Gifyka kembali mengalihkan pandangannya ke arah kebakaran.
"Kalau Artena kembali hidup bagaimana?" suara Alvino menggema.
"Itu urusan belakangan. Yang terpenting sekarang nasib warga setempat. Mereka berhak hidup."
"Ya, mereka berhak hidup," Gifyka menganggukkan kepalanya.
"Padam!" seru Gifyka mengarah ke tempat kebakaran.
"Ajaib, ini benar-benar magic."
"Go....!" teriak Gifyka sambil melambai-lambaikan tangannya mengajak para sahabatnya untuk kembali berlari mencari pelabuhan terdekat dan mendapatkan perahu untuk menyeberang.
Keenam remaja yang sedang dilanda musibah itu akhirnya kembali berlari bersama-sama.
~**~
Sahabat adalah mereka yang selalu ada. Bukan mereka yang ada saat mengaku-ngaku sebagai sahabat.
~**~
To Be Continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments