Future And True Love

Future And True Love

1. Rencana

Kebersamaan tidak akan terpisahkan oleh perpisahan sebuah sekolah apabila persahabatan sudah terjalin lebih dari bertahun-tahun lamanya.

~**~

Agunsa, salah satu kompleks di kawasan kota Bandung yang sangat bergengsi. Sekolah itu diisi oleh putra putri konglomerat dari berbagai daerah. Selain dari kalangan atas, sekolah itu pun tak sembarang menerima calon siswa baru. Pihak sekolah juga melihat nilai-nilai dari hasil ujian dan raport selama enam tahun di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas untuk yang berniat lanjut ke perguruan tinggi. Kebanyakan yang melanjutkan sekolah di sana itu adalah alumni dari sekolah itu sendiri.

Pagi ini sekolah sudah ramai akan siswa-siswi tingkat tiga yang akan menerima hasil kelulusan. Begitu juga dengan keenam siswa juga siswi yang sudah bergerombol dari beberapa menit lalu di sebuah hall sekolah. Sungguh, hall itu yang tadinya ramai menjadi sepi karena kedatangan mereka. Siapa yang berani mendekat kepada mereka? Tidak ada! Semua orang menakuti mereka, karena sahabat mereka pemilik kekuasaan di sekolah Agunsa, Gifyka. Ya, gadis berdagu tirus itu yang memiliki kekuasaan penuh di sekolahan bergengsi yang menjadi tempat mereka menuntut ilmu.

"Hahaha... Dikira kita setan kali ya." tawa seorang lelaki berwajah chinese.

"Bukan setan Vin, tapi lo Robert the Doll di Florida."

"Hahaha...." ketiga orang yang mendengar candaan Azriel langsung tertawa sekencang mungkin termasuk Azriel sendiri. Hanya Viara yang tidak tertawa.

"Iya, kalian orang pertama yang akan mati setiap dekat sama gue. Kecuali pacar gue yang satu ini." Alvino mendekap tubuh Viara.

"Najis *****." Gifyka bergidik ngeri.

"Jadi bagaimana?" tanya seorang siswa yang memiliki tubuh tinggi serta senyum memukau. Pertanyaannya membuat mereka melupakan hal barusan.

"Misi akan tetap terlaksana. Hanya satu minggu." sahut siswi yang memakai blazer berwarna pink.

"Lo yakin gak akan bermasalah? Kita harus ngurus persiapan masuk universitas." suara lelaki berwajah oriental yang duduk di sebelahnya terlihat ragu.

"Kalau lo gak mau ikut, gue gak maksa." seorang lelaki bertubuh tinggi mengeluarkan suaranya.

"Ini kemauan kita Vin, jadi kalau lo gak mau ya gak usah ikut." lelaki yang bertubuh tinggi tadi ikut bersuara.

"Tapi yakin Fy, kalau kita pasti diterima kuliah di sini?" gadis berpipi chubby itu meminta kepastian pada gadis yang memakai blazer berwarna pink.

"Gue jamin, ini sekolahan sama kampus punya gue. Gak akan ada yang bisa membantah perintah gue." tatapan gadis itu sungguh tak terbaca.

"Gue yakin sama Gifyka." seorang gadis yang duduk di samping Gifyka unjuk suara.

"Ya sudah, kita ke kelas masing-masing. Kita tunggu pengumuman, meski kita sudah tahu apa keputusannya." Gifyka berdiri mendahului sahabat-sahabatnya.

"Habis nerima kelulusan, kita kumpul di tempat biasa." seorang lelaki bergigi gingsul menarik bahu Gifyka menuju kelas mereka.

Seorang lelaki dan satu gadis mengikuti langkah Gifyka serta Mario menuju kelas XII-IPA 1. Mereka berempat berada di dalam satu kelas, terdiri dari Gifyka, Mario, Viara dan Alvino. Sedangkan kedua sahabatnya yang terpisah bernama Afriel dan Azriela.

Keenam muda-mudi itu sudah bersahabat dari zaman Taman Kanak-Kanak sampai sekarang. Bahkan kedua orang tua dari masing-masing juga bersahabat. Gifyka sendiri adalah putri tunggal dari keluarga Angkasa, pemilik sekolahan kompleks yang dia jadikan tempat untuk menimba ilmu bersama sahabatnya. Gifyka diam-diam memiliki perasaan kepada sahabatnya yang bernama Mario Abelano, seorang lelaki berdarah Perancis-Indonesia. Ayahnya berdarah Indonesia, dan Bundanya berdarah Perancis. Mungkin karena kebersamaanlah yang membuat Gifyka memiliki rasa untuk Mario.

~**~

Gifyka Angkasa, nama yang terus diseru-serukan sebagai juara satu umum sekolah. Dua belas tahun sekolah, Gifyka selalu saja menjadi juara satu umum sekolahan maupun kelas. Bahkan Mario Albeno yang bisa dibilang memiliki otak cerdas pun tak mampu mengalahkan kemampuan berpikir Gifyka. Sangat sulit menandingi Gifyka.

"Gue pemenangnya." senyum bangga Gifyka menatap remeh kepada Mario yang duduk di sampingnya.

"Udah gue duga, ck..." Mario hanya bisa berdecak kesal sambil menepuk wajahnya menjadi berlipat-lipat.

"Mau taruhan lagi, Tuan Mario?" Gifyka mendekatkan mulutnya ke telinga Mario.

"Gak usah sombong."

"Gue gak sombong, gue cuma mau nawarin doang." senyum remeh terdengar dari bibir gadis berdagu tirus nan berbehel.

"Gak usah taruhan juga semua orang tahu kalau lo akan tetap menjadi winner."

"Good, jadi lo nyerah?" Gifyka menaik turunkan alisnya berulang kali mengarah ke Mario yang juga menghadapnya.

"Gue gak nyerah Gifyka, tapi gue sadar kalau sampai kapan pun gue gak akan pernah bisa ngalahin lo."

"Sahabat seorang Gifyka memang sangat pintar." smirk evil tercetak jelas di kedua sudut bibir Gifyka. Ya, seperti inilah mereka jika bersama. Terus meremehkan dan selalu menyombongkan diri sendiri. Tapi sungguh, ini hanya saat mereka bersama.

"Pengumuman kelulusan sudah selesai. Untuk ijazah nanti diumumkan lagi kapan kalian harus mengambilnya," suara sang guru mengalihkan perhatian mereka.

"Saya permisi." guru berbadan kurus nan memakai kacamata itu undur diri dari kelas.

Seruan kebahagiaan langsung terdengar seantero sekolah Agunsa. Gifyka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Kenapa mereka begitu senang? Pikirnya.

"Fy, gue boleh minta tanda tangan lo gak buat kenang-kenangan?" seorang siswi memiliki lesung pipit dikedua pipinya mendekat ke arah meja Gifyka sambil menyodorkan spidol permanen kepada Gifyka.

"Boleh, mau di mana?" Gifyka menerima spidol itu sambil tersenyum manis.

"Di sini deh, biar nempel terus." gadis tadi menunjuk bagian punggungnya lalu mengarahkan ke Gifyka.

Percayalah, Gifyka dan kelima sahabatnya bukan orang yang menakutkan secara fisik. Mereka memiliki wajah cantik juga tampan. Bahkan mereka juga bukan seseorang yang pelit akan senyuman. Tapi entah kenapa, semua yang melihat Gifyka menjadi takut. Berdampak kepada kelima sahabatnya, tapi kelima sahabat Gifyka tak pernah ambil pusing. Semua orang beserta guru menakuti Gifyka juga sahabat-sahabatnya. Kecuali mereka yang pernah disapa secara langsung oleh Gifyka atau mereka yang berada dalam satu kelas dengan Gifyka.

"Gak mau tanda tangan gue?" suara bariton menggema.

Gifyka menutup spidol milik teman sekelasnya lalu memberikan kepada sang pemiliknya.

"Jangan mau tanda tangannya orang genit." tawa kecil Gifyka melirik ke arah Mario.

"Tapi gue mau, Fy." cengir gadis yang tadi meminta tanda tangan Gifyka.

"Huu... Iri aja lo. Bilang dong kalau lo juga mau tanda tangan gue. Ya kan?" cibir Mario sambil menanda tangani seragam teman kelasnya di bagian lengan.

"Najis gue minta tanda tangan lo. Gak usah mimpi ya." Gifyka bergidik ngeri lalu meninggalkan Mario menuju parkiran.

Gifyka berjalan melewati lorong sekolahannya sendirian. Tidak ada aura ketakutan sedikitpun dari Gifyka. Yang ada malah mereka takut melihat Gifyka, bahkan gerombolan siswi adik kelasnya pun langsung lari terbirit-birit menjauh.

"Emangnya gue aneh ya?" Gifyka tersenyum masam mengingat hidupnya selama ini.

Awalnya Gifyka merasa sakit hati atas tingkah mereka yang tidak mau berteman bahkan berdekatan dengannya. Tapi seiring berjalannya waktu, Gifyka menjadi terbiasa dan tidak mau ambil pusing dengan semua ini. Lagi pula Gifyka memiliki lima sahabat yang sudah mau bersahabat dengannya dari masa mereka masih ingusan, itu sudah lebih dari cukup untuk Gifyka.

~**~

Viara dan Gifyka sedang asik bermain game dalam ponselnya. Mereka berempat sudah menunggu kedua sahabatnya yang sedang on the way ke markas tempat mereka berkumpul. Jika mendengar markas, pasti terbesit kesan jauh dari keramaian dan sedikit angker. Tapi tidak untuk markas mereka, markas yang mereka pakai adalah private room yang ada di sebuah restoran mahal nan megah. Restoran ini sendiri milik dari kedua orang tua Mario.

"Ish... Lama banget sih mereka." geram Alvino sambil melemparkan ponselnya ke atas meja.

"Sedang dalam perjalanan."  sahut Mario datang bersama beberapa pelayan yang membawa makanan serta minuman pesanan mereka.

"Udah haus gue." Alvino langsung menyambar gelas berisi jus buah di atas meja yang baru saja diletakkan beberapa detik lalu.

"Sorry, kita telat." seru Azriela mewakili Afriel. Kedua orang yang remaja itu langsung duduk di tempat mereka masing-masing.

"Ada yang mau pesan lagi?" Mario mengedarkan pandangannya ke semua sahabatnya. Menunggu jawaban apakah di antara mereka ada yang ingin pesan lagi atau tidak.

"Gue pengen es cokelat kopi satu." gadis yang bersandar di dada Afeiel akhirnya bersuara.

"Gak sebaiknya cokelat panas aja?" Afriel bertanya kepada gadis yang bersandar ke bahunya.

"Gak, gue pengen es cokelat kopi aja." kukuhnya.

"Jadi?" Mario menaikkan sebelah alisnya meminta kepastian.

"Satu es cokelat kopi sama satu cokelat panas. Makanannya samakan saja." ujar Afriel mewakili.

"Cepat siapkan." perintah Mario tegas kepada beberapa waitters yang tadi mengantar makanan.

"Siap, Tuan." mereka menganggukkan kepalanya patuh lalu menuruti pesanan yang Afriel dan Azriela pinta.

Setelah ketiga waitters tadi benar-benar enyah dari hadapan mereka. Keenam orang ini kembali ke aktifitas mereka masing-masing.

"Acaranya kapan, Fy?" Viara membuka suara.

"Besok malam, kalian datang ya." Gifyka menyudahi acara bermain game pada ponsel lalu beralih memakan salad buah pesanannya.

"Kami pasti datang Fy." Azriela menatap sendu ke arah Gifyka.

"Siapa aja yang diundang?"

"Semuanya diundang kok, Yel."

"Kenapa sih Fy pakai diundang segala. Emang lo yakin mereka bakal datang?" Alvino menautkan kedua alisnya menunggu jawaban dari Gifyka.

"Mereka juga teman-teman gue, Vin."

"Ya tapi mereka gak bisa menghargai lo yang sudah menganggap mereka temannya. Mereka selalu saja menjauh dari lo."

Mario mengusap-usap bahu Gifyka, bahu mungil itu terlihat bergetar karena tangisan. Semua sahabat Gifyka memang tak pernah tega melihat Gifyka menangis.

"Ok, lupakan. Anggap percakapan ini gak ada." Viara meremas jemari Gifyka pelan. Berharap sahabatnya itu akan tenang dan melupakan pembahasan barusan.

"Di mana acaranya, Fy?" Azriela mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

Gifyka menghapus air matanya secepat kilat. Tak ingin terlalu lama berlarut-larut dalam masalah ini.

"Tapi kalian beneran datang kan?" tanya Gifyka memastikan.

"Datang Fy, selama ini kan kita sahabatan Fy." Mario merangkul bahu mungil itu lalu mengusap-usap rambut panjang Gifyka yang terurai indah secara bebas.

"Acaranya bakal diadakan di rumah aja. Tadinya mau di hotel milik keluarga Viara, tapi mengingat peminat yang mendatangi ulang tahun gue cuma sedikit. Jadi gue minta ke Papa sama Mama untuk acaranya di rumah aja." Gifyka tersenyum manis kepada sahabat-sahabatnya.

"Ya udah, mau di rumah atau di hotel gak penting. Yang terpenting kan doanya." Afriel ikut menghibur Gifyka.

"Bener tu apa kata Iyel, Fy. Yang terpenting doanya."

"Cie... Yang suka sama Iyel ngebela aja." goda Alvino pada Azriela.

"Siapa juga yang suka sama Iyel. Enggak lah ya." Azriela mengibaskan rambutnya sambil berdigik ngeri.

"Terus rencana liburan kita tetap satu minggu?" Viara kembali bertanya.

"Ya, satu minggu. Kenapa Vi?"

"Takut kangen tuh sama maminya. Dia kan anak mami banget."

"Biarin, iri aja lo."

"Udah-udah, gak usah debat." Alvino melerai Afriel dan Viara yang terus olok-olokkan.

"Gue udah kasih kabar ke pengurus bungalaw untuk mempersiapkan apa pun yang kita butuhkan." semangat Gifyka kembali setelah tadi sempat sedih mengingat mereka akan berlibur bersama-sama.

"Jadi rencananya kita akan ke mana kalau sudah sampai sana?"

"Bunaken!" seru Azriela semangat.

Tok Tok Tok!

Keenam remaja yang sedang membicarakan rencana liburan mereka harus terhenti sejenak saat ada yang mengetuk pintu private room. Semuanya merubah raut wajah mereka menjadi biasa saja.

"Pesanan datang!" seru waitters dari luar membuat Azriela dan Afriel melega. Pasalnya tenggorokan mereka sudah benar-benar kering kerontang ingin segera diisi ulang oleh setetes air.

"Masuk!" balas Mario tak kalah kencangnya. Tangannya memegang sebuah remote kecil lalu menekan tombol lock untuk membuka pintu.

Srek!

Pintu ruang private room akhirnya terbuka dan menampakkan dua orang waitters membawa dua nampan berisi minuman serta makanan pesanan Azriela dan Afriel.

"Silahkan makanannya." kedua waitters tadi meletakkan satu cangkir es cokelat kopi, satu cangkir cokelat panas serta dua piring nasi daging cincang ke atas meja.

"Terima kasih." ucap Azriela ramah.

"Kalian bisa kembali ke belakang." perintah Mario.

Kedua waitters tadi kembali meninggalkan private room yang sempat mereka datangi dua kali pada hari ini.

"Lanjut." seru Afriel sambil menikmati cokelat panas sedikit demi sedikit.

"Mending kita makan siang dulu. Gue juga udah lapar."

"Benar tuh apa kata Viara, makan dulu deh. Lapar banget nih, mana gue gak sarapan lagi tadi pagi." Alvino menyambar nasi daging cincang yang berada tepat di hadapannya lalu menyantap secara santai.

"Selamat makan." Gifyka menaikkan sendok berisi nasi serta daging cincang ke atas.

"Selamat makan." sahut kelima sahabatnya lalu mereka melaksanakan ritual makan siang bersama.

Hanya terdengar dentingan sendok serta garpu dalam ruangan. Tidak ada yang bersuara atau bermain gadgetnya masing-masing. Benar-benar acara makan siang bersama.

"Om Mark gak ada niatan buat bikin menu baru yang spesial gitu untuk restoran ini?" pandangan Gifyka mengalih ke Mario yang serius makan di sampingnya.

Mario menghentikan acara mengunyahnya secara langsung. Bukan hanya Mario, tapi keempat sahabat Gifyka juga ikut menghentikan makanannya lalu memperhatikan Gifyka serta Mario secara bergantian.

"Kenapa?" Mario menaikkan sebelah halisnya ke atas.

"Nanya aja. Hehehe..." cengir Gifyka tanpa beban membuat kelima sahabatnya mengumpat serta mengeluarkan sumpah serapah.

"Nyesel gue dengerinnya, Fy." Viara mendengus kesal. Tangannya sudah kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Mario sendiri hanya bisa menggeram menahan amarah. Bisa-bisanya dia terjebak dalam pertanyaan tak bermutu dari gadis di sampingnya itu.

"Pertanyaan anda akan saya pikirkan, Nona Gifyka." dengus Mario memakai bahasa formal kemudian melanjutkan makannya yang sempat tertunda karena kejahilan Gifyka.

"Akan saya tunggu, Tuan Mario." Gifyka tersenyum begitu manis membuat semuanya berdecak.

Tanpa mau mendengarkan candaan Gifyka serta Mario lagi. Keempat remaja berstatus sahabat Gifyka itu memilih melanjutkan makan siang yang tertunda. Cacing dalam perut mereka sudah berkoar-koar tak tahan ingin diberi asupan makanan yang pantas.

~**~

Setengah jam berlalu sesudah mereka melangsungkan acara makan siang. Mereka tidak langsung membicarakan hal yang sempat terpotong tadi. Tapi mereka memilih istirahat sebentar dan bermain game bersama.

"Gue menang!" seru Mario senang karena dirinya bisa memenangkan permaian dalam game yang mereka mainkan bersama di salah satu gadget milik Viara.

"Katrok." cibir Gifyka mematikan game itu lalu mengembalikan ke Viara.

"Gak main lagi?"

"Otak lo isinya cuma game mulu, Iyel."

"Ya kan buat hiburan, Zril." Afriel hanya bisa nyengir ke arah Azriel.

"Udah yuk ah, lanjut ke pembahasan." Mario memilih memulai untuk inti dari kebersamaan mereka siang ini.

"Denah mana?" Gifyka menodongkan tangannya ke Mario yang ditugaskan untuk membuat denah liburan serta jadwal-jadwalnya sekaligus.

"Nih denahnya." Mario mengeluarkan sebuah kertas karton berukuran sedang dari dalam tasnya.

"Jadi kita mulai dari mana?" Alvino terlihat penasaran akan denah yang Mario buat.

Perlahan-lahan Mario menjelaskan ke mana mereka akan memulai petualangan di ibu kota Sulawesi Utara itu. Mario juga menjelaskan apa saja yang mereka boleh lakukan dan tidak. Mengingat mereka hanya berenam dan sebagai pendatang.

"Lo kok bisa tahu sedetail itu sih Yo?" Afriel menatap curiga ke Mario.

"Gue dulu pernah liburan ke sana sama orang tua gue pas liburan semasa kecil. Masih ada ingatan sedikitlah di dalam memori otak gue." Mario kembali menggulung denah yang dia buat lalu mengikatnya menggunakan tali dari rotan yang dihaluskan dan dikeringkan.

"Tapi kan dulu Yo, dalam satu tahun saja ada perubahan. Apalagi bertahun-tahun."

"Yang jelas perubahan itu pasti ada." Mario mengedikkan bahunya acuh tak acuh.

"Naik pesawat pribadi at..."

"Jangan pribadi." cegah Viara cepat.

"Kenapa? Bukannya lebih enak ya?"

"Kita harus bisa berbaur dengan orang lain. Apalagi pas di sana nanti kita gak ada orang tua." jelas Viara tak ingin sahabat-sahabatnya salah pemikiran.

"Benar kata Via, kita harus merakyat."

"Ok. Dan lo Fy, benar lo belum pernah ke sana? Ke bungalow milik keluarga lo sendiri?" Azriela mengaduk-aduk es cokelat kopinya yang tinggal setengah.

"Beneran, ini pertama kalinya gue ke sana dan itu sama kalian."

"Kedua orang tua lo sih?"

"Gue gak tahu pasti, tapi mereka pernah bilang kalau mereka cuma pernah sekali ke sana."

"Kapan? Udah lama ini belum?"

"Udah, tepatnya pas mereka honeymoon." jawab Gifyka dengan wajah polosnya.

"*****, honeymoon. Berarti proses pembuatan lo ya."

Plak!

Sebuah buku paket melayang tepat ke wajah Alvino dari Viara.

"Aw... Sakit tau gak. Ini wajah bukan tong sampah." gerutu Alvino sembari mengusap-usap hidungnya yang lebih sakit dari bagian lainnya.

Kalau bukan cewek gue, uda gue bakar hidup-hidup lo Vi. Batin Alvino memandang Viara sembari meredamkan amarahnya yang meluap-luap.

"Bibir lo kalau ngomong dijaga dong." sudah kena pukulan dari buku paket setebal dua jari, sekarang kena lagi semprot dari bibir manis Viara.

"Ya elah, udah tujuh belas tahun ini, Vi." Alvino mencoba membela dirinya sendiri.

"Ya lo sama yang lainnya udah tujuh belas tahun. Gue belum, gue masih di bawah umur." geram Viara sambil meremas-remas jemarinya sendiri. Hal yang selalu Viara lakukan jika sedang meredam kekesalannya.

"Udah kenapa sih, gak usah dengerin Alvino. Kita lanjut ke rencana." Gifyka mencoba melerai mereka.

"Berarti sekitar delapan belas tahun yang lalu ya, Fy?"

"Yap, bisa dibilang begitu." Gifyka mengedarkan pandangannya. Alvino mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Sebenarnya bungalaw di sana itu milik dari keluarga Om Yudha atau Tante Nafita sih, Fy?"

"Yang gue tahu itu punya Mama dulunya."

"Tapi dijamin nyaman kan?" Azriela sedikit ngeri mengingat bungalaw milik keluarga Angkasa jarang dikunjungi.

"Nyaman kok, itu bungalaw juga sering disewa sama turis-turis yang berlibur sama keluarga besarnya. Jadi gak sepenuhnya kosong."

"Oh... Gue kirain kosong gitu aja." Azriela bisa bernapas lega.

"Tenang, airnya dijamin bersih Zril. Gue jamin lo gak akan gatal-gatal."

"Yakin, Fy?"

"Yakin kok." Gifyka tersenyum manis kepada Azriela. Gifyka sangat paham dengan pertanyaan Azriela.

Azriela adalah gadis yang selalu gatal-gatal apabila mandi menggunakan air sembarangan. Badan gadis itu akan langsung memerah dan terasa perih serta gatal tidak tertolong.

"Ok, jadi fix ya. Besok malam kita ngerayain ulang tahun Gifyka, lusa kita packing lalu besok lusa kita kumpul di bandara." suara Mario menggema.

"Kalian harus datang ke pesta ulang tahun gue." Mohon Gifyka.

"Pasti Fy, lo gak usah khawatir." Afriel mengusap-usap bahu Gifyka mencoba memberi ketenangan.

"Thank ya semuanya. Kalian hati-hati di jalan. Saling ngasih kabar kalau udah sampai rumah." Gifyka mengingatkan keempat sahabatnya.

"Sip Fy, gue sama Viara pulang duluan." Alvino bersalaman ala mereka secara bergantian dan kemudian menarik Viara yang selesai bersalaman pula.

"Kalian juga langsung pulang, jangan pacaran mulu." Azriela memukul pelan bahu Gifyka.

"Siapa yang pacaran? Gue sama manusia satu ini? Gak banget." Gifyka bergidik ngeri menatap Mario seolah-olah Mario itu adalah kuman berrabies bawaan binatang berkaki empat dan suka menjulurkan lidahnya.

"Udah ah, gue nganterin Zril pulang dulu. Hati-hati kalian, berduaan nanti yang ketiganya setan." canda Afriel sembari menarik lengan Azriela keluar dari private room.

Hening. Private room menjadi hening setelah kepergian Alvino, Viara, Afriel dan Azriela beberapa saat lalu. Sekarang hanya tertinggal dua insan manusia berbeda jenis. Mereka saling diam, tidak terlihat tanda-tanda percakapan di antara mereka. Sang gadis sibuk memainkan ponselnya dan sang lelaki sibuk dengan pikiran-pikiran yang hanya dirinya serta Tuhan yang tahu.

"Gue menang! Huuu..." teriak Gifyka tiba-tiba membuat Mario harus mengelus dadanya berulang kali karena kaget.

"Lo apa-apaan sih Fy, jantung gue berdetak lebih kencang dari biasanya nih." Mario mengusap-usap dadanya sendiri.

"Ya elah... Mau bilang kaget aja ribet," dengus Gifyka.

"Pake bilang berdetak lebih kencang dari biasanya lagi." Gifyka memilih membereskan barang-barang yang sempat dia keluarkan dari dalam tasnya. Seperti lipstik, bedak, parfum dan kaca.

"Dasar cewek, ribet banget deh." Mario sudah berdiri sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana seragamnya.

"Udah yuk ah, anterin gue pulang." Gifyka menarik lengan Mario. Kaki mereka berjalan beriringan keluar dari private room menuju parkiran.

"Jadi lo liburan sama orang tua lo ke Bandung lusa?" Mario menengokkan kepalanya menghadap Gifyka yang menggandeng lengannya layaknya orang berpacaran.

"Jadi dong, kenapa? Mau ikut lo? Ntar aja kalau udah jadi menantu di keluarga gue."

"Cih... Najis jadi menantu di keluarga lo. Anaknya Om Yudha sama Tante Nafita kan cuma lo. Mana mau gue nikah sama cewek kayak lo." canda Mario membuat Gifyka geram. Karena lelaki itu terdengar sangat serius mengucapkannya, tidak terdengar seperti orang bercanda.

"Gak usah ngarep, gue juga gak doyan cowok kayak lo. Huu..." Gifyka memasuki mobil milik Mario di bagian penumpang depan.

Mario sendiri memilih mengitari mobil dan masuk ke pintu bagian kemudi. Mario memakai seatbelt-nya sendiri kemudian memulai menghidupkan mesin.

"Lo mau ngambil fakultas apa, Yo?" Gifyka menolehkan kepalanya mengarah ke Mario.

"Hukum, lo sendiri?" sahut Mario tanpa menoleh ke Gifyka karena pandangannya kini terfokus ke jalan raya yang lumayan macet. Pantas sekali macet, sekarang sudah waktunya orang-orang kantoran pulang kerja.

"Gue pengen jadi fotografer, biar sesuatu yang spesial itu bisa diabadikan menggunakan bidikan kamera." Gifyka terlihat berbinar mengingat bahwa dirinya sebentar lagi akan berganti status dari siswi menjadi mahasiswi. Bahkan senyuman di wajahnya tak pernah pudar.

"Not bad lah, itu juga keren kok." puji Mario melihat ke Gifyka sebentar karena jalanan masih macet.

"Gue gak punya temen saingan lagi dong." Gifyka pura-pura sedih. Padahal yang menbuat Gifyka sedih bukan karena tidak ada teman untuk bersaing. Tapi sedih karena tidak bisa lagi satu kelas dengan Mario, lelaki yang dia cintai secara diam.

"Lagian ngapain sih lo sedih? Harusnya lo seneng gak ada rival lagi. Lo bisa lebih leluasa ngalahin teman-teman sekelas lo nanti." Mario memberanikan diri mengacak-acak rambut Gifyka.

"Ish... Lo bikin rambut gue acak-acakan, Yo." Gifyka memilih merapikan rambutnya sendiri dengan menggunakan jemarinya.

"Meskipun baru bangun tidur dan ileran, lo tetap cantik kok Fy." goda Mario membuat kedua pipi Gifyka memanas. Sekuat tenaga Gifyka menahan senyumannya.

"Wajah lo kayak kepiting rebus, Fy. Hahaha...." tawa Mario menggema membuat Gifyka membuyarkan senyumannya.

"Apaan sih lo, orang gue kepanasan." Gifyka mengipas-ngipas wajahnya menggunakan tangan.

"Perasaan ini mobil ada AC-nya deh Fy. Kenapa lo panas? Gue aja gak kenapa-kenapa."

"Lo gak ngerti sih. Tingkat kegerahan wanita itu bertambah kalau berada di samping cowok berkulit hitam."

"Gak ada hubungannya kali Fy." dengus Mario kesal.

"Serah gue lah, mulut-mulut gue. Kenapa lo yang repot."

"Terserah Fy, gue gak mau mikirin lo."

"Yeh... Siapa juga yang minta lo mikirin gue."

"Terserah Gifyka." Mario kembali menjalankan mobilnya perlahan-lahan karena kondisi di depan sudah lumayan lengang.

~**~

Mario menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang lebih tepat disebut istana. Rumah berwarna pink berbentuk seperti rumah-rumah dalam negeri dongeng. Siapa pun yang melihatnya pasti akan berpikir bahwa itu adalah sebuah tempat wisata beserta kebun binatang, bukan rumah. Karena di dalamnya terdapat banyak hewan dari berbagai macam jenis serta asal. Ada kolam renang berukuran besar, serta ada pula perkebunan bunga dari berbagai macam jenis serta warna.

"Thank udah nganterin." Gifyka tersenyum kecil kepada Mario sebelum benar-benar keluar dari dalam mobil.

"You'r welcome, Fy. Istirahat yang nyenyak ya." Mario mengacak-acak pelan rambut Gifyka.

"Thank, lo juga hati-hati di jalan. Kasih kabar kalau lo udah sampai rumah."

"Siap, gue akan kasih kabar setiap saat buat lo."

"Lebay lo, udah ah gue turun. Bye Mario jelek." Gifyka langsung turun secepat kilat sebelum mendapat serangan dari Mario.

Gifyka yakin, di dalam mobilnya Mario sedang mengumpatinya dengam sumpah serapah. Gifyka hanya bisa tertawa terbahak sampai dua orang satpam membukakan pintu gerbang rumahnya.

Hari yang sungguh melelahkan bagi Gifyka. Dirinya hanya ingin mandi, menyiapkan keperluannya untuk berlibur bersama sahabatnya, lalu lanjut ke alam mimpi.

~**~

Sahabat belum tentu tidak bisa menjamin sebuah kebahagiaan. Dan kekasih belum tentu  memberi kesengsaraan. Keduanya memiliki porsi masing-masing dalam kehidupan setiap insan.

~**~

To Be Continue...

Terpopuler

Comments

Priska Anita

Priska Anita

Like dari Rona Cinta sudah mendarat disini 💜

2020-07-27

0

Afriansyah Dermawan

Afriansyah Dermawan

Udah aku like and Favorite, like and Favorit balik ya😊

2020-03-10

0

lihat semua
Episodes
1 1. Rencana
2 2. Ke Istana Angkasa
3 3. Sweet Seventeen
4 4. Apa Karena Ucapan Gue?
5 5. Go To Bunaken!
6 6. Keanehan Di Bungalow
7 7. Kejadian Saat Renang
8 8. Gue Punya Rahasia
9 9. Kilatan Cahaya
10 10. Artena
11 11. Laxymuse
12 12. Perahu Penyelamat
13 13. Harapan Keenamnya
14 14. Selalu Bersama
15 15. Azriela Hilang
16 16. Sisa Empat
17 17. Sampan Yang Bocor
18 18. Kena Hipotermia?
19 19. Mati Satu Persatu
20 20. Menyusul
21 21. Di Tangan Psikopat
22 22. Genting!
23 23. Kalung Veromon
24 24. Pulau Nein Kecil
25 25. Lima Kurcaci
26 26. Makanan Di Laxymuse
27 27. Mayat Yang Ditemukan
28 28. Kerajaan Kurcaci
29 29. Giant Chilli Tree
30 30. Penyusup
31 31. Kutukan!
32 32. PTSD
33 33. Di Pemakaman
34 34. Kediaman Angkasa
35 35. Obrolan Pagi
36 36. Masih Ada
37 37. Mimpi Aneh
38 38. Contoh Undangan
39 39. Biru Langit
40 40. Enggak Masalah
41 41. Starry Night
42 42. Siap Merried
43 43. Ladang Alang-Alang
44 44. Untuk Kamu
45 45. Suapan Pertama
46 46. Mencoba Lucid Dream
47 47. Jangan Ikut Campur
48 48. Dewa dan Iblis
49 49. Aku Akan Bereinkarnasi
50 50. Pertemuan
51 51. Shappire Blue Gems
52 52. Lomba Dalam Mall
53 53. Mobil Sedan
54 54. Dibayar Nyawa!
55 55. Sad Wedding
56 56. Dewa Venus
57 57. Dada Kiri
58 58. Dreaming
59 59. Menyusul
60 60. Batu Giok
Episodes

Updated 60 Episodes

1
1. Rencana
2
2. Ke Istana Angkasa
3
3. Sweet Seventeen
4
4. Apa Karena Ucapan Gue?
5
5. Go To Bunaken!
6
6. Keanehan Di Bungalow
7
7. Kejadian Saat Renang
8
8. Gue Punya Rahasia
9
9. Kilatan Cahaya
10
10. Artena
11
11. Laxymuse
12
12. Perahu Penyelamat
13
13. Harapan Keenamnya
14
14. Selalu Bersama
15
15. Azriela Hilang
16
16. Sisa Empat
17
17. Sampan Yang Bocor
18
18. Kena Hipotermia?
19
19. Mati Satu Persatu
20
20. Menyusul
21
21. Di Tangan Psikopat
22
22. Genting!
23
23. Kalung Veromon
24
24. Pulau Nein Kecil
25
25. Lima Kurcaci
26
26. Makanan Di Laxymuse
27
27. Mayat Yang Ditemukan
28
28. Kerajaan Kurcaci
29
29. Giant Chilli Tree
30
30. Penyusup
31
31. Kutukan!
32
32. PTSD
33
33. Di Pemakaman
34
34. Kediaman Angkasa
35
35. Obrolan Pagi
36
36. Masih Ada
37
37. Mimpi Aneh
38
38. Contoh Undangan
39
39. Biru Langit
40
40. Enggak Masalah
41
41. Starry Night
42
42. Siap Merried
43
43. Ladang Alang-Alang
44
44. Untuk Kamu
45
45. Suapan Pertama
46
46. Mencoba Lucid Dream
47
47. Jangan Ikut Campur
48
48. Dewa dan Iblis
49
49. Aku Akan Bereinkarnasi
50
50. Pertemuan
51
51. Shappire Blue Gems
52
52. Lomba Dalam Mall
53
53. Mobil Sedan
54
54. Dibayar Nyawa!
55
55. Sad Wedding
56
56. Dewa Venus
57
57. Dada Kiri
58
58. Dreaming
59
59. Menyusul
60
60. Batu Giok

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!