2. Ke Istana Angkasa

Dia bagaikan putri dari kayangan malam ini. Terlihat sangat menawan nan mempesona.

~**~

Tujuh belas. Angka yang selalu ditunggu-tunggu oleh siapa pun! Bagaikan angka keramat yang membuat seseorang merubah pola pikirnya. Ya, di angka tujuh belas seseorang akan bebas melakukan apa saja atau menerima yang mereka belum bisa terima sebelum menginjak angka segitu.

"Sayang! Kamu gak siap-siap nak?" suara Nafita menggema di seluruh penjuru ruangan. Nafita sengaja melantangkan suaranya supaya sampai ke telinga sang lawan bicara. Rumah ini terlalu megah jika hanya berbicara dengan nada rendah. Suara mereka akan tertelan dinding-dinding tembok yang berdiri teramat kokoh.

"Nanti lagi Ma, Ify masih malas. Lagi pula acaranya malam!" sahut sang putri tercinta dari Tuan Angkasa. Pengusaha kaya raya di bidang pertambangan emas. Tak khayal jika keramik di lantai rumah itu dalamnya bertabur emas.

"Permisi Nyonya, ada Den Mario di depan." ketua maid memberi tahu Nafita.

Nafita langsung menghentikan acara merangkai bunga lalu menoleh ke wanita paruh baya yang mengenakan seragam maid bergaya Eropa di sampingnya.

"Suruh Mario masuk." perintah Nafita sopan. Nafita memilih melanjutkan merangkai bunga tulip kesukaannya.

Derap langkah kaki terdengar dari sepatu pantofel yang lelaki itu gunakan. Lelaki bertubuh tegap, tinggi, perut sixpack serta memiliki wibawa di atas rata-rata itu melangkah mendekati Nafita.

"Selamat siang, Tante." Mario menyalami tangan lembut Nafita lalu mencium punggung tangannya sekilas.

"Acaranya nanti malam Mario, kenapa kamu sudah datang?" Nafita tersenyum lembut kepada Mario.

"Saya rindu kepada Tante, sekalian mau main." senyum keramah-tamahan tercetak jelas di kedua sudut bibir Mario.

"Ayo duduk." Nafita mempersilakan Mario duduk di single sofa hadapannya.

"Terima kasih Tante." Mario masih mempertahankan senyum ramahnya.

"Mau minum apa kamu?"

"Apa saja boleh, Tan."

Prok! Prok! Prok!

Nafita menepukkan kedua tangannya sebanyak tiga kali. Itu pertanda Nafita memanggil maid.

Kelima belas maid beserta ketua maid pun berbaris di sebelah sofa ruang tamu. Mereka bagaikan anggota baris berbaris yang sudah dilatih sekian bulan lamanya.

"Siap, Nyonya." ucap sang ketua maid mewakili yang lainnya.

"Saya hanya butuh satu orang, siapkan minuman terbaik untuk tamu saya. Segera!" Nafita menatap salah satu maid yang berdiri paling depan.

"Siap Nyonya, akan disiapkan oleh Ratih sekarang juga." ketua maid tadi menganggukkan kepalanya patuh.

"Bubar sekarang!" perintah Nafita lantang juga tegas membuat semuanya bubar. Nafita mengalihkan pandangannya ke arah Mario lagi. Lelaki itu terlihat sangat tenang.

"Jadi apa tujuan kamu datang ke mari, Mario?" lagi-lagi Nafita tersenyum misterius kepada Mario. Nafita bukan wanita bodoh yang tidak tahu bahwa lelaki di hadapannya itu adalah lelaki yang dicintai oleh putri semata wayangnya.

"Saya punya ide baik buat Tante, bahkan ide itu sudah berjalan."

"Ide?" Nafita mengerutkan keningnya sejenak menatap Mario tak mengerti.

"Iya, ide. Ide ini sudah saya rancang dari beberapa hari lalu."

"Permisi, silakan Tuan." salah satu maid meletakkan satu gelas minuman tepat di atas meja kaca depan Mario duduk. Bukan hanya minuman, tapi juga ada satu toples makanan ringan yang dia hidangkan.

"Terima kasih." ucap Mario sopan. Mario meminum sedikit minuman yang barusan dihidangkan untuk menghargai Nafita sebagai pemilik istana.

"Ide apa yang kamu rancang?" Nafita terlihat penasaran atas perbincangan mereka siang ini.

"Apa kita bisa bicarakan hal ini di luar, Tan?"

"Di luar? Kenapa?" Nafita semakin bingung akan ajakan Mario.

"Saya mohon." wajah lelaki itu terlihat memelas meski masih berwibawa.

"Baiklah, kita bicarakan hal ini di luar." Nafita bangkit dari duduknya. Langkah kakinya memandu menuju taman bunga kediaman Angkasa yang berada di belakang rumah.

Mario mengikuti langkah Nafita dari belakang. Ini pilihan tepat dari pada nanti Gifyka melihatnya.

Hamparan lahan luas bertabur bunga warna-warni terpampang indah di belakang rumah keluarga Angkasa. Semerbak wangi dari berbagai macam bunga pun menusuk indera penciuman Mario. Lelaki hitam manis itu masih mengikuti ke mana langkah Nafita. Ternyata wanita kepala tiga itu membawanya ke sebuah gazebo dekat bunga mawar merah.

"Duduk, Yo." Nafita memilih duduk terlebih dahulu. Mario mengikuti Nafita duduk di atas gazebo berukuran sedang.

"Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" demi apa pun, Nafita menahan dirinya sendiri untuk tidak memaksa Mario menceritakannya dengan segera. Nafita sudah cukup penasaran akan obrolan mereka.

Mario menarik napas dalam-dalam sebelum mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke kediaman Angkasa.

"Jadi.... " meluncurlah cerita Mario dari awal sampai akhir. Nafita memperhatikan serta mendengarkan secara khidmat tanpa memotong sedikit pun ucapan Mario.

"Bagaimana?" Mario panas dingin sendiri menunggu respon dari Nafita.

"Tante setuju. Ide kamu bagus." Nafita mengangguk-anggukkan kepalanya paham akan penjelasan dari Mario.

"Benar Tante setuju?" wajah Mario terlihat berbinar mendengar respon dari Nafita.

"Ya, Tante setuju." Nafita kembali menganggukkan kepalanya sambil tersenyum mengarah ke Mario.

"Terima kasih ya, Tante. Rio seneng banget." Mario menyalami tangan Nafita sambil menciumnya berulang kali.

"Kamu ini, jangan berlebihan. Harusnya Tante yang bilang makasih karena kamu sudah baik kepada Gifyka dan sangat perhatian."

"Hehehe... Sama-sama Tante. Gifyka kan sahabat Rio dari dulu." Mario melepaskan tangan Nafita sambil tersipu malu.

"Kamu mau ketemu dengan Gifyka?"

"Boleh Tan, pasti masih tidur ya?"

"Sudah bangun, tapi dia betah di dalam kamarnya. Sebentar, biar Tante panggilkan Gifyka." Nafita pergi meninggalkan Mario sendirian di gazebo bersama bunga-bunga indah bermekaran di sana-sini.

"Sekali lagi terima kasih, Tan."

"Sama-sama." Nafita menolehkan wajahnya sekilas kepada Mario lalu melanjutkan jalannya lagi menuju kamar Gifyka yang terletak di lantai dua.

~**~

Keempat remaja itu berkumpul di salah satu kafe pinggir jalan. Mereka terlihat seperti orang kelelahan yang habis bekerja demikian berat.

"Zril, udah punya gaun buat pesta ulang tahun Gifyka nanti malam belum?" Viara menyeruput es lemon tea pesanannya beberapa menit lalu.

"Belum nih. Lo sendiri gimana?" Azriela mendesah karena melupakan hal penting. Yaitu mencari gaun untuk pesta ulang tahun sahabat dekat mereka.

"Gue juga belum." Viara beralih memakan spagetti setelah meminum es lemon tea.

"Nah, berarti tugas kalian habis makan siang ini anterin kita ke butik langganan buat nyari gaun." Azriela menatap Alvino dan Afriel secara bergantian. Kedua lelaki itu terlihat cuek sambil menikmati spagetti.

"Kalian mau kan?" Azriela bertanya memastikan.

"Hem..." Alvino dan Afriel menganggukkan kepalanya pertanda mau. Hanya saja mereka lebih memilih menghabiskan spagetti terlebih dahulu ketimbang menjawab pertanyaan Azriela.

"Yey... Kita shopping." seru Viara senang sambil menaikkan kedua tangannya ke atas.

Azriela menyusul mereka menyantap spagetti secara pelan. Azriela mencuri-curi pandang ke arah Afriel yang duduk di sebelah kirinya.

"Eh... Kalian yakin ini bakalan berhasil?" Viara menatap Alvino, Afriel serta Azriela satu persatu secara bergantian.

"Antara yakin dan tidak." Alvino mengedikkan bahunya acuh sambil menyedot jus mangga pesanannya setelah berhasil menghabiskan spagetti.

"Gue sih yakin. Siapa coba yang benari ke Gifyka selain kita-kita?" Viara mengacungkan sumpitnya sambil berbicara dan menikmati spagetti.

"Sebenarnya gue heran deh. Gifyka itu cantik, baik, ramah, sopan pintar, tapi kenapa orang-orang tu takut sama dia?" Afriel mengerutkan keningnya tak mengerti akan kehidupan sahabatnya satu itu. Terbesit rasa kasihan jika melihat Gifyka, tapi Afriel mencoba menutupinya serapat mungkin.

"Gue juga heran, nggak ngerti gitu sama jalan pikiran orang-orang yang takut sama Gifyka. Perasaan selama kita sahabatan sama dia kan fine-fine aja. Nggak ada yang aneh-aneh kan?" Alvino mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar suara Azriela.

"Jadi seolah-olah mereka itu melihat Gifyka seperti monster yang berkeliaran."

"Yang bikin gue tambah nggak paham, orang yang pernah disapa sama Gifyka, mereka itu jadi nggak takut lagi sama Gifyka. Aneh kan?" Viara mencoba berpikir bersih, tapi nihil. Usahanaya gagal, Viara sempat berpikir bahwa Gifyka itu keturunan seorang iblis. Tapi Viara merasa dirinya terlalu jahat apabila berpikir hal demikian.

"Udahlah, meskipun kayak gitu kan Gifyka juga sahabat kita. Dia yang selalu bantu kita kalau lagi kesusahan ngerjain tugas sekolah." Afriel memilih melanjutkan makan spagetti yang masih tersisa seperempat.

"Lo mau pesan lagi, Vin?"

"Gue udah kenyang, Zril." Alvino mengusap-usap perut datarnya sebagai tanda bahwa lelaki berwajah chinese itu benar-benar sudah kenyang.

"Tumben." Viara melirik Alvino yang duduk di sebelah kanannya.

"Sorry ya, gue nggak kayak lo yang rakus."

"Rakus-rakus juga cewek lo, Pit." Afriel memang sangat senang memanggil Alvino dengan panggilan Cina Sipit.

"Kalau gue ingat dia cewek gue."

"Jangan gitu napa Vin, diputusin Via tahu rasa lo." kompor Azriela membuat Alvino mendelik.

"Ya udah sih Zril, gue nggak peduli. Mau dianggap pacar kek, sahabat kek, adek kek, tetangga kek, terserah dia aja. Yang penting bukan dianggap tukang minta-minta aja." sahut Viara acuh sambil menghabiskan spagettinya.

"Ya elah Vi, gue kan bercanda." dengus Alvino menyesali ucapannya tadi.

"Mau bercanda atau enggak, gue gak peduli."

"Mampus lo! Marah kan Via." lagi-lagi Azriela kompor dalam permasalahan mereka.

"Apaan sih lo Zril, diam deh ah..." kesal Alvino melihat Viara benar-benar marah kepadanya. Padahal kan tadi niatnya hanya bercanda. Tapi kenapa malah begini?

"Kalau gue nambah kalian mau nungguin nggak?" Viara mengedarkan pandangannya dari Azriela sampai Alvino.

"Mau nambah apa, Vi?"

"Gue pengen salad sayur, seger kali ya." Viara membayangkan ada sebuah hidangan salad sayur di depannya.

"Nambah aja Vi, apa pun yang lo mau makan aja."

"Lo mau traktir gue, Iyel?" wajah Viara bertambah berbinar mendengar dukungan dari Afriel.

"Jangan makan banyak, apalagi yang manis-manis. Nanti lo tambah gendut." cegah Alvino membuat Azriela dan Afriel menahan tawa.

"Emangnya lo siapa?" Viara memainkan alisnya naik turun berulang kali menghadap Alvino.

"Ya gue pacar lo-lah." jawab Alvino percaya diri.

"Kalau gue inget lo cowok gue." balas Viara penuh nada kemenangan.

"Buahaha..." tawa Azriela serta Afriel menggema memenuhi kafe. Mereka sudah tidak peduli akan tatapan pengunjung lainnya. Tak sedikit yang menatap mereka dengan tatapan aneh serta mengumpat karena berisik.

"Mampus lo, Vin." Afriel semakin kencang tertawa melihat wajah Alvino sudah ditekuk menjadi tujuh lipatan.

Azriela sendiri sampai memegangi perutnya yang sakit akibat terlalu kencang dan lama menertawakan Alvino. Ditambah ekspresi lelaki berkulit putih itu sekarang sangat lucu.

~**~

Gifyka sedang asik di dalam kamarnya yang lebih tepat dibilang istana kedua di rumah ini. Semuanya berwarna pink, warna kesukaan gadis berdagu tirus yang sedang asik tiduran di atas ranjang dalam kamarnya.

"Kapan lo peka sama perasaan gue, Yo?" Gifyka menatap pigura foto dalam genggaman tangannya. Nampak jelas sebuah foto dirinya bersama Mario. Ya, hanya mereka berdua. Foto yang diambil saat mereka liburan bersama pihak sekolahan ke Disneyland Perancis satu tahun lalu.

"Hem... Gue harus apa, Yo? Bilang ke lo atau terus memendamnya sampai lo benar-benar peka?" Gifyka kembali meletakkan pigura foto ke atas nakas samping ranjangnya.

Gifyka menggulung-gulung rambut panjangnya menggunakan jari telunjuk sembari membaringkan tubuhnya.

"Salah gak sih kalau gue punya perasaan ke sahabat gue sendiri?" kedua mata Gifyka menatap lurus ke langit-langit kamar.

Tok! Tok! Tok!

"Fy, ada Rio nunggu ti gazebo taman." suara Nafita terdengar sampai ke kedua telinga Gifyka.

"Ngapain dia ke sini, Ma?" Gifyka turun dari ranjang bertujuan membukakan pintu untuk Nafita.

Cklek!

Tampak wanita kepala tiga yang masih cantik di pandangan Gifyka.

"Temui dia, kasihan sudah nungguin." Nafita membelai lembut rambut panjang Gifyka yang terurai bebas. Putri gadisnya itu sungguh sangat cantik dan menawan. Lelaki mana yang tidak akan jatuh cinta kepada Gifyka? Tapi sayang, semua orang takut kepadanya.

"Ngapain sih itu curut ke sini? Kan aku mau tidur Ma. Mau istirahat."

"Jangan begitu sayang, kasihan loh Mario sudah nunggu kamu dari tadi."

"Ya siapa suruh nunggu." Gifyka masih pura-pura jual mahal.

"Nggak baik ah bikin tamu nunggu lama, ayo temui." Nafita menarik Gifyka keluar lalu menutup pintu kamar Gifyka perlahan.

"Iya-iya aku temui." Gifyka menurut saja.

"Makan siang akan disiapkan. Ajak Mario makan siang di sini sebentar lagi."

"Harus ya, Ma?"

"Kan tamu sayang, sekalian kita makan siang bersama."

"Iya nanti dibilangin."

"Sip." Nafita mengacungkan dua jempol mengarah ke Gifyka.

"Aku udah cantik belum, Ma?"

"Ya ampun, anak Mama udah besar ya." Nafita mencubit kedua pipi Gifyka gemas.

"Ih... Mama, sakit." Gifyka mempoutkan bibirnya sampai beberapa senti.

"Udah ah, kamu udah cantik. Sana temui Mario."

"Ya udah, aku ke bawah dulu Ma." pamit Gifyka sambil menuruni tangga rumahnya.

~**~

Mario masih menunggu Gifyka di gazebo taman keluarga Angkasa. Taman yang sangat menenangkan. Jika kalian berkunjung ke sini, sudah dapat dipastikan tidak ingin pulang.

"Lo ngapain ke sini?" Gifyka duduk di samping Mario.

"Suka-suka gue-lah." Mario menjawab acuh tak acuh tanpa menoleh ke Gifyka.

"Kado buat gue mana?" Gifyka menodongkan tangannya ke Mario.

"Dih... Siapa yang mau ngasih lo kado. PD banget sih hidup lo."

"Ih... Lo ngeselin banget sih, Yo."

"Lo udah makan siang belum?"

"Lo lapar ya?" tatapan curiga Gifyka langsung keluar.

"Gue mau ngajak lo makan di luar." jawab Mario santai.

"Mama bilang dia mau nyiapin makan siang. Jadi jangan makan di luar."

"Wah... Enak nih makan gratis."

"Huu... Maunya yang gratisan." cibir Gifyka sembari menyenggol bahu Mario.

"Biarinlah."

Kedua insan remaja itu terus saja bercanda, saling mengolok, dan saling memukul satu sama lain menggunakan apa pun yang ada di sekitar mereka. Mario juga tidak asing dengan kediaman Angkasa karena memang sedari dirinya kecil sudah sering bermain bersama Gifyka di rumah Yudha Angkasa.

~**~

To Be Continue...

Episodes
1 1. Rencana
2 2. Ke Istana Angkasa
3 3. Sweet Seventeen
4 4. Apa Karena Ucapan Gue?
5 5. Go To Bunaken!
6 6. Keanehan Di Bungalow
7 7. Kejadian Saat Renang
8 8. Gue Punya Rahasia
9 9. Kilatan Cahaya
10 10. Artena
11 11. Laxymuse
12 12. Perahu Penyelamat
13 13. Harapan Keenamnya
14 14. Selalu Bersama
15 15. Azriela Hilang
16 16. Sisa Empat
17 17. Sampan Yang Bocor
18 18. Kena Hipotermia?
19 19. Mati Satu Persatu
20 20. Menyusul
21 21. Di Tangan Psikopat
22 22. Genting!
23 23. Kalung Veromon
24 24. Pulau Nein Kecil
25 25. Lima Kurcaci
26 26. Makanan Di Laxymuse
27 27. Mayat Yang Ditemukan
28 28. Kerajaan Kurcaci
29 29. Giant Chilli Tree
30 30. Penyusup
31 31. Kutukan!
32 32. PTSD
33 33. Di Pemakaman
34 34. Kediaman Angkasa
35 35. Obrolan Pagi
36 36. Masih Ada
37 37. Mimpi Aneh
38 38. Contoh Undangan
39 39. Biru Langit
40 40. Enggak Masalah
41 41. Starry Night
42 42. Siap Merried
43 43. Ladang Alang-Alang
44 44. Untuk Kamu
45 45. Suapan Pertama
46 46. Mencoba Lucid Dream
47 47. Jangan Ikut Campur
48 48. Dewa dan Iblis
49 49. Aku Akan Bereinkarnasi
50 50. Pertemuan
51 51. Shappire Blue Gems
52 52. Lomba Dalam Mall
53 53. Mobil Sedan
54 54. Dibayar Nyawa!
55 55. Sad Wedding
56 56. Dewa Venus
57 57. Dada Kiri
58 58. Dreaming
59 59. Menyusul
60 60. Batu Giok
Episodes

Updated 60 Episodes

1
1. Rencana
2
2. Ke Istana Angkasa
3
3. Sweet Seventeen
4
4. Apa Karena Ucapan Gue?
5
5. Go To Bunaken!
6
6. Keanehan Di Bungalow
7
7. Kejadian Saat Renang
8
8. Gue Punya Rahasia
9
9. Kilatan Cahaya
10
10. Artena
11
11. Laxymuse
12
12. Perahu Penyelamat
13
13. Harapan Keenamnya
14
14. Selalu Bersama
15
15. Azriela Hilang
16
16. Sisa Empat
17
17. Sampan Yang Bocor
18
18. Kena Hipotermia?
19
19. Mati Satu Persatu
20
20. Menyusul
21
21. Di Tangan Psikopat
22
22. Genting!
23
23. Kalung Veromon
24
24. Pulau Nein Kecil
25
25. Lima Kurcaci
26
26. Makanan Di Laxymuse
27
27. Mayat Yang Ditemukan
28
28. Kerajaan Kurcaci
29
29. Giant Chilli Tree
30
30. Penyusup
31
31. Kutukan!
32
32. PTSD
33
33. Di Pemakaman
34
34. Kediaman Angkasa
35
35. Obrolan Pagi
36
36. Masih Ada
37
37. Mimpi Aneh
38
38. Contoh Undangan
39
39. Biru Langit
40
40. Enggak Masalah
41
41. Starry Night
42
42. Siap Merried
43
43. Ladang Alang-Alang
44
44. Untuk Kamu
45
45. Suapan Pertama
46
46. Mencoba Lucid Dream
47
47. Jangan Ikut Campur
48
48. Dewa dan Iblis
49
49. Aku Akan Bereinkarnasi
50
50. Pertemuan
51
51. Shappire Blue Gems
52
52. Lomba Dalam Mall
53
53. Mobil Sedan
54
54. Dibayar Nyawa!
55
55. Sad Wedding
56
56. Dewa Venus
57
57. Dada Kiri
58
58. Dreaming
59
59. Menyusul
60
60. Batu Giok

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!