Dia menatap sekeliling belakang rumah. Di lihatnya dedaunan yang melambai-lambai menari, karena terpaan angin.
Ya allah, jika aku ingin memilih, Aku ingin seperti mereka, menari-nari tanpa beban. Batin Satrio.
"Hei. Kenapa Kang?" ucap seorang laki-laki seumurannya, seraya menepuk bahunya. Hingga membuyarkan lamunannya.
"Eh, nggak apa-apa" ucap Satrio kepada anak laki-laki itu.
"Duduk sini deh, terus ceritalah! Ada Apa sebenere?. Kali aja bisa mengurangi beban pikiranmu" ucap anak laki-laki itu, seraya menepuk batu besar, yang memang sudah ada di halaman belakang rumah.
Satrio menghampiri anak laki-laki itu, dan duduk di sampingnya.
Di ambilnya napas dalam-dalam, lalu di hembuskannya perlahan, seakan melepas semua bebab dalam hidupnya.
"Aku, tuh, bingung. Harus gimana, Mis?" ucap Satrio, memulai berbicara.
"Bingung Kenapa, kang ?" tanya Misbah.
Dia Misbah, Dia salah satu keponakan yang dekat dengannya. Karena waktu di tinggal Ibunya merantau. Setelah perceraian itu, Dia di asuh oleh Nenek, serta Orang tua Misbah. Jadilah, kedekatan mereka. Apa lagi mereka berdua seumuran.
"Aku, sudah kasih mereka berdua untuk ngejelasin, tapi Kenapa para Orang tua, tetap menolaknya?" ujar Satrio, seraya menatap lurus, ke arah dedaunan yang terkena angin.
"Mungkin, itu yang terbaik, kang. Karena yang di pikirkan Orang tua 'tak sejalan dengan kita. Lagian sampean, sudah tau 'kan para tetangga itu, gimana tanggapannya" jelas Misbah.
"Iya, kamu benar. Tanggapan orang itu memang berbeda-beda. Mereka hanya melihat, dan berbicara Apa yang dia lihat. Tanpa, mendengarkan suatu penjelasan" sela Satrio, seraya memainkan jari-jarinya.
"Eh, kang. Tapi sebenere critanya gimana, sih. Sumpah ini Aku belum ngerti, aslinya itu gimana" kata Misbah.
Di pejamkan matanya, di ambilnya napas perlahan, lalu berkata "Waktu itu, Ibu sedang ke Masjid, seperti biasa ada Pengajian rutin".
flasback
Dimalam itu seorang gadis telah belajar. Dia adalah Tri. Di sela belajarnya. Handpone nya berbunyi.
Assalamu'alaikum
Wa'alaikum salam. terdapat suara laki-laki di ujung sana.
Ada apa, kak?". tanya gadis tersebut.
Kamus yang kamu pinjam kemarin, sudah selesai?. tanya balik dari laki-laki itu.
Maaf sebelumnya, sekarang mau, Aku pakai buat ngerjain tugas,nih. lanjut laki-laki itu.
Oh, iya, kak. Ambil aja. ucap Tri.
Ya, sudah. Aku ambil, ya. ucap seorang di seberang sana.
Iya, Assalamu'alaikum. potong gadis itu.
Wa'alaikum salam. jawab laki-laki itu mengakhiri sambungan telfonnya.
Ia bergegas ke rumah gadis tersebut.
Dia adalah Nazrul, salah satu tetangga Tri. Dia dulu salah satu kakak kelasnya di SMP nya, tapi sekarang Dia sekarang sudah 'tak lagi di sekolah itu. Karena Dia sudah SMA.
Mereka begitu akrab, ada yang bilang kalau mereka itu berpacaran. Tapi, mereka tidak seperti itu. Mereka berdua akrab layaknya seorang adik dan kakak.
Tapi siapa yang mengerti, dengan kedekatan mereka berdua, di benak pemuda tersebut, terdapat benih cinta, yang 'tak di sadari tumbuh dengan sendirinya.
Tetapi lain dengan gadis itu. Ia hanya menganggap sebagai kakaknya.
karena Satrio, jarang pulang. Setelah selesai sekolah dasar, Satrio mengaji ke Pesantren 'tak jauh dari rumahnya. Tapi tuntutan hidup, Ia harus ikut menafkahi keluarganya, meskipun waktu itu, Ibunya sudah menikah lagi. Tapi Ia hanya ingin melakukan sesuatu, seperti yang di lakukan oleh Puji, kakaknya.
Tok-tok-tok!
Suara pintu di ketuk seseorang dari luar.
Pasti itu Dia. Batin gadis itu.
Dia beranjak dari duduknya, dan menghampiri pintu, serta membukanya.
"Assalamu'alaikum" ucap laki-laki itu.
"Wa'alaikum salam. Eh, Kak, Masuk aja!" ucap gadis itu, seraya mempersilahkan masuk pemuda itu.
"Iya, terimakasih" ucap laki-laki itu, seraya mengikuti gadis itu masuk ke dalam rumah.
"Sebentar ya, Kak. Aku ambilkan" ucap gadis itu beranjak mengambilkan buku.
"Iya. Bibi dan paman kok, gak kelihatan, kemana mereka?" tanya pemuda itu.
"Mereka lagi Pengajian rutin" jawab gadis itu, sembari berlalu ke kamarnya.
"Hmmm" jawab pemuda tersebut, dengan menganggukkan kepala.
"Aduh!" teriak gadis itu dari dalam kamar.
Segera Dia beranjak dari duduk, dan masuk ke dalam kamar, tanpa memikirkan apa yang terjadi. Pikirnya, semoga gadis itu 'tak apa-apa.
"Ada apa?" tanya pemuda itu khawatir, melihat gadis itu mengucek matanya, yang hampir memerah.
"Mata Aku perih, kak" ucap gadis itu masih mengucek matanya.
Segera di hampirinya gadis itu, dengan hati-hati, Ia letakkan tangannya menangkup wajah gadis itu, perlahan-lahan di tiupnya mata gadis itu.
"Kenapa jadi begini, sih?" tanya Nazrul kepada gadis itu.
"Nggak tahu, tadi Aku mau ngambil buku itu. Tapi waktu aku menariknya, tiba-tiba ada sesuatu jatuh, dan mengenai mata Aku" ucap gadis itu, yang masih dalam posisi mata di tiupi.
"Makanya, Hati-hati!" potong pemuda itu.
"Iya-iya" ucap gadis itu mendengus sebal.
"Gimana? sudah agak enakkan?" tanya pemuda itu. Belum sempat gadis itu menjawab tiba-tiba...
Gubrak!
Seseorang telah membuka pintu dengan keras. Di lihatnya Ibunya, dengan kilatan marah di matanya.
Waduh bagaimana ini? , bisa-bisa Ibu salah paham. Batin Tri.
****
Dari tamparan itu, Ia bisa merasakan kemarahan Ibunya.
flasback off
****
"Begitulah ceritanya, Mis" ucap Satrio, mengakhiri ceritanya.
"Oalah, begitu toh" kata Misbah.
"Hmmm" jawab Satrio.
"Yang sabar, kang, mungkin Bude Diyah, emang sudah mengerti, tapi hanya saja, Dia 'tak mau, membuat tetangga, bertanya-tanya. Bude Diyah hanya diam saja ketika tetangga mencibir dan mencemooh keluarganya, tapi dalam relung hatinya, Dia merasakan sayatan yang luar biasa perihnya" tutur Misbah, agar 'tak menyalahkan Orang tuanya.
"Besok, Acaranya, Bagaimana dengan Tri? Apakah dia sanggup dengan ini semua?" tanya Satrio, memalingkan wajah ke Misbah.
"Tidak ada yang sanggup, menanggung beban itu, kang. Begitupun Mbak Tri. Kita hanya menjalani skenario dari-Nya. Yang penting berserah diri aja, kita jalani dengan ikhlas" tutur Misbah, menenangkan Kakak sepupunya.
"Terimakasih, Mis. Kamu telah mendengarkan keluh kesahku. Dan terimakasih perhatianmu" ucap Satrio dengan halus.
"Sama-sama, kang. Kita adalah Keluarga" jelas Misbah dengan menganggukkan kepala.
"Hmmm, ya sudah. Aku mau kedalam dulu" ucap Satrio berpamitan.
"Iya, kang" jawab Misbah, di pandanginya punggung Kakak sepupunya itu yang semakin lama menjauh, tertutup dengan pintu belakang. Ia juga merasakan betapa pilu dan rapuhnya hati kakak sepupunta itu. Tapi Dia tahu, bahwa Kakaknya itu hanya berusaha tegar.
****
Acara akan dimulai, Di dalam rumah itu sudah banyak tamu yang berdatangan, begitupun dengan pemuda yang bernama Nazrul.Pemuda yang akan menjadi pendamping Tri.
Hati pemuda itu berdebar, ada perasaan senang menggelayut di hatinya. Karena Ia akan menikahi gadis yang selama ini dekat dengannya, dan juga di cintainya, meskipun 'tak di ketahui sang gadis. Dan juga perasaan bersalah, karena di saat sang gadis belum lulus SMP, harus melakukan sesuatu, yang harus dilakukan oleh orang dewasa.
Di lihatnya gadis itu keluar dari dalam kamar, dengan mata sembap. Meskipun tertutup dengan make up. Ia tahu gadis itu baru menangis.
Setelah itu gadis itu duduk di sampingnya.
"Bagaimana? Sudah siap semua?" tanya Pak penghulu.
"Sudah" ucap Satrio.
"Siapa walinya?" tanya Penghulu itu lagi.
"Saya, Pak. yang akan jadi walinya" ucap Satrio.
"Sampean? Apa hubungan Mas dengan mbak ini?" tanya penghulu kembali.
"Saya kakaknya" ucap Satrio bergetar, menahan luapan air matanya.
"Baiklah! kalau begitu. Bisa kita mulai?" ucap Penghulu memastikan.
"Bisa, Pak" ucap Nazrul dengan mantap.
Suara Lantunan Khutbah Nikah menggetarkan siapa saja yang mendengarkan, begitupun Tri dan Nazrul.
Seketika luruh air mata Tri, melewati pipinya. Di genggam erat tangannya sendiri yang saling bertautan. Di rasakannya betapa sangat sakit hatinya terasa.
Menikah, dengan wali bukan Bapaknya. Membuat gadis itu semakin dalam membencinya. Dia 'tak akan menyangka, jika Bapak yang di tunggunya 'tak kunjung datang, hanya untuk sekedar menguatkan hatinya.
Dengan satu tarikan napas. Nazrul mengucapkan Ijab qobul.
Di salaminya, sang gadis itu, lalu berangsur mencium pucuk kepala gadis itu. Di usapnya buliran bening yang membasahi gadis yang sudah menjadi istrinya itu. lalu Ia bisikkan "Jangan menangis lagi, Aku akan selalu berada di sampingmu" . Seketika gadis itu mendongakkan kepalanya, di angguki oleh Nazrul, seakan mengerti apa yang di maksud Tri.
****
Acara sudah selesai, beberapa tamu juga sudah pulang, hanya ada beberapa keluarga yang masih ada di situ, membantu beres-beres.
Tri sudah berada di kamarnya.
ceklek!
Seseorang telah membuka kamarnya. Seketika dia menengok ke arah pintu yang sudah tertutup, di lihatnya disana ada sosok yang saat ini telah menjadi suaminya.
"Assalamu'alaikum" ucap Nazrul.
"Wa'alaikum salam" jawab gadis itu bergetar. Tidak pernah dia ada satu kamar dengan seorang pria, dalam keadaan intim. Kalaupun kemarin itu hanya suatu kebetulan.
Di hampirinya ranjang itu, lalu Ia ikut duduk di samping ranjang, membelakangi gadis itu.
"Maaf" hanya kata itu yang terlontar dari bibir sang pemuda itu.
Seketika di palingkannya wajah gadis itu menghadap ke arah pemuda itu, yang hanya punggung pemuda itu yang Ia lihat.
"Kenapa Kakak minta maaf?" tanya gadis itu masih pada posisi menatap punggung pemuda itu.
Di beranikannya Ia beranjak mendekati gadis itu, Di hampirinya, lalu Ia berjongkok, bertumpu pada lutut sebelah kirinya, mensejajarkan istrinya yang sudah menundukkan kepalanya.
Di sentuhnya dagu istrinya, di arahkan wajah itu untuk melihat matanya.
"Dek, izinkan Aku untuk menghapus lukamu. Aku berjanji akan selalu ada di sampingmu. Kita jalani semua ini bersama-sama. Kita hanya menjalankan seperti yang telah tertulis dalam skenarionya" ucap Nazril dengan lembut.
"Aku 'tak memaksamu untuk mencintaiku, tapi jujur Kakak sudah mencintaimu dari waktu kamu masuk sekolah SMP, maafkan Aku! Dan untuk kejadian kemarin juga 'tak seharusnya terjadi, tapi Aku 'tak tega saat mendengar teriakan Adek, ada rasa khawatir di hati ini, seketika terjadilah kejadian kemarin. Maafkan Aku!" ucap pemuda itu dengan tulus, dan beralih duduk di samping gadis itu.
"Tidak apa-apa Kak. Terimakasih sudah mengkhawatirkan Aku. Dan Insya Allah Aku akan berusaha menerimamu. Karena ini mungkin sudah takdirku" ucap gadis itu dengan suara bergetar menahan tangisnya.
"Terimakasih, sudah mau berusaha" sahut Nazrul dengan lembut.
Tidak tahan dia menahan, buliran bening itu merembes lagi melewati pipi mulusnya.
Di lihatnya lagi istrinya itu, lalu di angkat dagunya. dilihatnya ada yang keluar dari mata istrinya. Lalu di usapnya buliran bening itu dengan lembut.
"Jangan menangis lagi, Air mata Adek, membuat ruang luka di hati kakak" ucap Nazrul, seraya mengecup mata istrinya.
Tri pun hanya menurut apa yang di lakukan Nazrul, baginya di rasakannya ketenangan dalam hatinya. Kegundahan, kesedihan, kekecewaan, menghilang seiring perlakuan lembut Nazrul, kepada dirinya.
"Kita solat Isya' dulu ya!" ajak Nazrul mengakhiri pembicaraan nya dengan sang istri. Tri mengangguk tanda setuju.
****
"Ibu, besok puasa, Aku harus kembali ke Pesantren" ucap Satrio, menghampiri Ibunya, yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Kenapa, buru-buru sekali. Kamu baru 4 hari di rumah. Begitu tidak betahnya kamu di rumah, dari dulu hingga kini 'tak pernah berubah" ucap Diyah, kepada anak laki-laki satu-satunya.
"Bukan begitu bu, Tapi..." belum selesai Dia berbucara sudah di potong oleh Diyah.
"Baiklah, Tidak apa-apa, Ibu mengerti, Ibu mohon untuk tahun ini saja, ikutlah! lebaran di rumah. Kamu selalu di luar rumah saat lebaran" pinta Diyah kepada anaknya.
"Baiklah! Ibu. Tapi setelah lebaran Aku akan berangkat ke Pesantren lebih awal" ucap Satrio, kepada Ibunya.
"Iya, 'tak apa, asalkan kamu untuk lebaran tahun ini, kamu bisa ikut berkumpul" ucap Diyah.
****
Setelah selesai solat isya', dua orang yang baru menjadi suami istri tersebut keluar, dan makan bersama, dengan Keluarga.
Tidak ada lagi, kesedihan dan kekecewaan, karena semua tahu, pada dasarnya memang hanya kesalahan kecil saja.
Seperti kata bahasa jawa Nuruti cangkeme tonggo.
Mereka makan diiringi, canda, tawa, gurau Satrio, yang selalu menggoda adik nya.
Dan Nazrul pun hanya menanggapi dengan senyuman saja. Dan Tri selalu cemberut sebal kepada kakaknya. Hanya di sahuti dengan kekehan dari yang lain, begitupun Nazrul, yang menurutnya lucu sekali sang istri.
****
Setelah semua selesai dengan sebentar ngobrol bersama di ruang TV. Dua insan itu masuk ke dalam kamarnya, untuk melepas penat.
"Kakak sudah mau tidur?" tanya Tri, tanpa ada rasa canggung lagi.
"Belum" lalu Dia beranjak duduk, dan menghadap istrinya, sambil bersila.
"kenapa, hmmm?" tanya Nazrul.
"Eh, nggak" ucap Tri dengan malu-malu.
"Ada apa? hmmm" tanya Nazril, dengan mengamit dagu istrinya, dan menatap lekat wajah istrinya.
" Maaf, Apa Kakak tidak akan melakukan malam ini?" tanya tri dengan malu-malu, seraya memalingkan pandangannya ke arah lain.
Di ambilnya tangan istrinya, lalu di kecupnya dengan lembut, lalu Ia berkata "Aku 'tak akan melakukannya, jika engkau belum siap, aku tidak akan pernah memaksa" ucap Nazrul dengan hati-hati.
"Hmmm, Baiklah! Terimakasih Kak, sudah pengertian terhadapku, Adek bersyukur bisa menjadi istrimu" ucap Tri kepada suaminya seraya memeluknya.
"Aku sudah sangat bersyukur, kamu bisa menerimaku, meskipun awalnya dalam kekeliruan, tujuanku hanya ingin menjagamu dan membuatmu bahagia. dan 'tak merasa terbebani" ucap Nazril, seraya mengelus punggung istrinya.
"Sudah, ayok tidur" ajak Satrio, yang beringsut masuk ke dalam selimut, dan menarik Tri ke dalam pelukannya. Dan Tri pun 'tak menolaknya. Menurutnya posisi paling menenangkan adalah memeluk sang suami, hingga merasakan ketenangan di hatinya.
Dan merekapun tidur saling berpelukan tanpa melakukan apa pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Intan 🦄 (Hiatus)
hayoloh kang wkwk
2020-06-12
0
Shankara
lanjutkan semangat
2020-05-01
0
caramelatte
next semangat!😆👍🏽
2020-05-01
0