"Nonton yuk!" ajak Dinda ke kedua temanya.
"Ayuk" jawab Alya semangat untuk nonton
"Eh tapi aku pengen liat-liat baju dulu" jawab Anya yang ingin beli baju. Lalu mereka berjalan ke arah stand baju.
"Sreek.....bruk" Anya menabrak dan menjatuhkan belanjaan seseorang, membuat belanjaan itu jatuh berserakan.
Alya, Anya dan Dinda berhenti. Berusaha mengambil barang yang dijatuhkanya itu. Lalu menyerahkan ke pemiliknya dan meminta maaf.
"Maaf" ucap Anya lirih menyerahkan barang belanjaan.
Tapi orang itu hanya diam menatap sinis ke Alya dan kedua temanya. Seketika Alya kaget mengenali pemilik barang itu.
"Shiiit" perempuan cantik itu mengumpat kesal menatap Alya dan kedua temenya.
"Kak Sinta" ucap Alya lirih gemetar mendengar Sinta mengumpat.
Sinta menatap Alya penuh kebencian.
"Lo kenal Sin?" tanya teman Sinta.
"Nggak, dasar gadis udik!" ucap Sinta kasar yang membuat Alya terhenyak dan terbelalak.
"Eh dijaga ya kalau ngomong, kita di sini udah minta maaf baik-baik" jawab Dinda menantang, tapi tanganya ditarik Alya.
"Dinda sabar, ini tempat umum" bisik Alya menghentikan Dinda yang tampak ingin melawan Sinta.
Alya yang merasa kenal dekat dengan Sinta, berniat minta maaf secara pribadi. Alya maju meraih tangan Sinta berjalan menjauh dari temanya. Tapi belum jauh Alya melangkah tangan Alya langsung dihempaskan Sinta dengan kasar.
"Apa si loh pegang-pegang tangan gueh! Najis!" bentak Sinta sambil mengusap-usap tanganya yang dipegang Alya.
Alya memandang nanar ke arah Sinta. Sinta yang cantik, dewasa, berbakat, sopan dan ramah hilang seketika.
"Kak Sinta.." panggil Alya lirih tidak percaya, Alya tidak salah lihat dia Sinta yang dia kenal. Bahkan temanya sempat memanggil namanya.
Lalu Sinta pergi meninggalkan Alya.
"Kak Sinta tunggu!" panggil Alya mendekat memberanikan diri bertanya sesuatu.
"Jadi, ini sifat asli Kak Sinta? Pizza itu?" tanya Alya terbata menelan salivanya masih berusaha untuk tidak bersuudzon ke Sinta.
Sintapun memandang sinis ke arah Alya dan tersenyum.
"Benalu!" Sinta mengatai Alya dengan sinis.
Alya hanya diam menelan salivanya lagi dikatai benalu. Bisa-bisanya Sinta yang biasanya ramah mengatainya sekasar itu.
"Kenapa dengan pizza itu?" tanya Sinta menantang.
Alya masih menatap Sinta dengan nanar. "Apa Kak Sinta kasih obat ke pizza itu?"
"Iya gue kasih racun biar lo mampus. Gue pikir gue nggak tau, Lo itu anak jalanan yang menguntit nenek kaya itu kan? Lo bukan dari golongan kita. Gue ingetin ke Eloh jauhi Farid, atau gue akan lakuin hal yang lebih, dari pizza itu!" ancam Sinta berusaha pergi.
Bagai petir yang menggelegar menyengat kuping Alya. Kata- kata Sinta menusuk relung hati Alya dan mencabik-cabiknya. Rasanya ingin langsung menjambak rambut pirang perempuan gila di depanya. Ya perempuan gila yang membuat Alya pingsan dan dirawat di rumah sakit.
Tapi tangan seorang Alya yang baik, alim dan lembut terpaku diam seakan melumpuh. Tidak ada tenaga untuk bisa diangkat dan diayunkan dengan kuat. Alya hanya mampu mengepalkan tangan menarik dan meremas kain krem yang dipakainya sambil menahan sesak di dada.
Tidak pernah menyangka orang yang baik di depan, dibanggakan Bu Rita, bahkan yang Alya kagumi, secara terang- terangan menunjukan sifat aslinya. Dengan sengaja menyakitinya, berbuat jahat dan menghinanya. Tanpa disadari airmata Alya menetes. Mulut dan bibirnya tercekat tidak mampu mengucapkan kata-kata lagi.
Melihat dari kejauhan temanya menangis Dinda langsung datang menghampiri dan mendorong Sinta sampai jatuh. Seakan mewakili keinginan Alya.
"Eh kurang ajar ya Lo, kasar sama temen gue" ucap Dinda melihat Alya menangis.
Lalu teman Sinta menolong Sinta berdiri. Sinta hendak bangkit dan membalas Dinda. Tapi tangan Sinta ditarik temanya.
Teman Sinta sadar kalau orang- orang di Mall mengelilingi mereka dan menjadikan mereka tontonan. Sinta berhenti, diam sesaat mengendalikan emosinya, mengepalkan tanganya memilih berlalu meninggalkan Alya dan Dinda. Ya, Sinta memang pandai bersandiwara.
*****
"Siapa mereka sih Al?" tanya Anya memberikan tisu sambil duduk di depan bioskop.
Alya diam tidak menjawab.
"Cerita atuh Al" imbuh Dinda.
"Kita kan temen" sambung Anya berusaha meyakinkan Alya, kalau mereka berdua siap mendengar Alya cerita.
Mendengar kata teman, Alya menoleh ke arah Anya, dengan tatapan penuh arti. Kenyataan tentang Sinta memberikan pukulan telak ke Alya. Jakarta tidak seindah yang dia bayangkan. Dunia tidak selugu yang dia pikir.
Bahkan manusia bisa memerankan dua sisi berlawanan. Lalu apakah teman-temanya juga setulus itu? Bagaiman dengan Bu Rita? Apakah sebaik itu juga.
"Lo kenapa sih Al, bingung gua sama Elu?" tanya Dinda gemas Alya hanya diam.
"Iya. Mulai dari Dokter Gery dan Dokter Mira, sekarang nenek lampir tadi, banyak banget masalah Lo" ucap Anya menimpali.
Alya tidak menghiraukan temanya, dia menangis lebih keras, seakan ingin mengeluarkan segala sesak di dadanya. Alya pingin cerita tapi Alya takut dan ragu dia harus cerita ke siapa. Bahkan dua teman di dekatnya baru 1 minggu dia kenal.
Melihat temanya menangis, Anya dan Dinda yang memang aslinya baik berusaha mengerti. Lalu mereka berdua menggenggam tangan Alya, merangkul memberikan kekuatan dan semangat untuk temanya itu.
"Menangislah Al! Nggak apa-apa kalau lo belum percaya sama kita. Tapi lo harus tau, kita di sini sama-sama anak rantau. Kita temen dan gue selalu ada buat Lo" Anya menjelaskan memberitahu ke Alya kalau sesama anak rantau harus berbagi.
"Kita temen seperjuangan Al, gue temen Lo" ucap Dinda ikut meyakinkan, lalu mereka bertiga berpelukan.
Sejujurnya Alya merasakan ketulusan kedua temanya. Ada rasa hangat memasuki hatinya saat bersama mereka. Tapi luka Alya masih menganga mendapati kenyataan siapa sebenernya Sinta. Apalagi mengingat sampai kedua temanya mendapatkan imbasnya kena hukuman dr. Mira, semua karena ulah Sinta. Alya memilih diam belum mau cerita.
Alya masih menata hati untuk menerima kenyataan. Menata hati untuk lebih dewasa dan bersikap. Dia juga berjanji untuk tidak mudah percaya dengan orang dan berhati-hati. Alya mengepalkan tanganya mengumpulkan semangat. Mengingat ibunya di kampung sudah berjuang untuknya menjadi dokter.
"Aku harus kuat" Alya bertekad dalam hati. Lalu Alya kembali mengatur nafas dan menetralkan perasaanya. Ya itulah Alya, gadis cantik yang masih terlalu polos memandang sesuatu.
"Jadi nonton nggak nih?" tanya Alya memecahkan keharuan setelah menyeka airmatanya.
"Jadilah udah di sini" jawab Anya bersemangat.
"Ya udah pesen tiketnya" jawab Dinda.
"Oke! Aku yang traktir!" Alya bangkit sambil tersenyum.
Anya dan Dinda pun melongo melihat Alya dengan cepat berubah. Bahkan pertanyaan mereka belum dijawab, kenapa Alya menangis? Siapa nenek lampir tadi?
*****
4 Jam Alya, Anya dan Dinda menghabiskan waktu di mall untuk jalan-jalan, makan dan nonton. Mereka bertiga bergegas pulang.
"Aku naik taxi online aja ya" ucap Alya berpamitan.
"Gue anter aja Al" ucap Dinda menawarkan.
"Iya. Kita kan juga pengen tau dan maen ke tempat Elu" timpal Anya.
Alya yang tertutup menjawab senyum. Bagaimana Alya berani mengajak teman-temanya bertamu, bahkan tempat yang dia tinggali belum seijin empunya.
Alya tersenyum getir melihat teman-temanya.
"Lain kali yaa, aku mau pergi ke suatu tempat" jawab Alya menutup pintu mobil temanya.
"Oke" jawab Anya dan Dinda kecewa
"Daaah" pamit Anya dan Dinda.
Alya membalas lambaianya dengan tersenyum. "Dah makasih ya"m
Alya meraih ponselnya memesan taxi online menuju ke panti.
*****
Rona kebahagian menyelimuti istana tuan Aryo Gunawijaya. Bu Rita memerintahkan pelayan-pelayanya membersihkan kamar. Membuat daftar masakan kesukaan pangeran tampanya. Setelah 2 tahun dilewati, akhirnya pangeran tampanya pulang ke rumah dengan membawa gelar S2.
Bu Rita berharap kenangan pahit di masalalu anaknya sudah hilang setelah dua tahun meninggalkan Indonesia. Terbersit harapan pangeran tampanya seperti dia, akan jatuh cinta pada gadis desa anak sahabatnya itu.
Ahh tapi itu belakangan, yang penting sekarang Bu Rita bisa hidup satu rumah dengan anaknya. Melihatnya, memeluknya dan menghabiskan banyak waktu denganya.
Setelah berdandan, Bu Rita tampak cantik dan anggun menggunakan dress putih tulang berenda. Dia membuka pintu lalu duduk di depan teras. Sesekali melihat jam tangan, menagih janji suaminya tiba di waktu yang tepat.
Tidak lama mobil sport berwarna merah mendekat ke arah Bu Rita. Hati Bu Rita berdegub kencang menahan rindu yang membuncah dan ingin segera dia hamburkan dengan memeluk anaknya.
Pak Rudi dengan sigap membukakan pintu mobil. Lalu keluarlah laki-laki gagah berkulit bersih dengan body sixpacnya, menggunakan kaos oblong bermerek. Hidungnya yang menonjol ke depan membentuk segitiga sempurna menambah ketampananya.
"Sayang" panggil Bu Rita setengah berlari mendekati anaknya.
Bu Rita memeluk anaknya dengan sangat erat dan menciumi kening dan pipinya.
"Sesak Mom" jawab Ardi berusaha melepaskan pelukan ibunya karena risih.
"Mama, bukan Mom" jawab Bu Rita.
"Oke, Ma" jawab Ardi. Lalu Ardi yang menenteng jaket menggandeng mamahnya masuk ke dalam rumah dengan wajah dingin.
"Are you oke Sayang? You look so tired" tanya Bu Rita.
"Yes Mom. I'am ok" jawab Ardi dengan panggilan mom lagi.
"I am very very miss you" jawab Bu Rita sambil mencium dan memeluk putranya lagi dengan lebih posesif.
Ardi yang sudah dewasa diperlakukan seperti anak kecilpun merasa risih.
"Please Mom, stop kiss Ardi. Ardi sudah dewasa, Ardi tahun depan udah kepala 3" jawab Ardi menghentikan ibunya.
Tuan Aryo yang berjalan di belakang anak dan istrinya itu tersenyum. Lalu merangkul bahu istrinya.
"Sayang, Ardi sudah waktunya mendapatkan ciuman dari yang lain, bukan kamu lagi. Yang butuh ciumanmu bukan Ardi tapi.... Auu" godaan tuan Aryo terhenti oleh cubitan istrinya.
Bu Rita mencubit pinggang suaminya. Meskipun sudah tua Tuan Aryo memang selalu memperlakukan istri anggunya dengan mesra.
Ardi yang melihat kemesraan orang tuanya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ardi mau istirahat dan bersih-bersih Mom" pamit Ardi menuju ke kamar. Pak Rudi mengikutinya membawa koper ke dalam.
Bu Rita yang masih ingin memeluk anaknya manyun melihat Ardi berlalu. Dia merasa diacuhkan. Melihat hal itu Tuan Aryo pun dengan sigap mencium dan m**** bibir istrinya dengan lembut.
"Papah nii, sudah tua tapi masih saja" ucap Bu Rita melepaskan ciuman suaminya.
"Aku merindukanmu, Sayang" bisik Tuan Aryo mencium rambut istrinya lalu mengajaknya ke kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 285 Episodes
Comments
Hartin Marlin ahmad
lanjut....
2022-03-10
3
Aska
papa Aryo sama mama Rita romantis banget 😘
2022-03-07
3
Masiah Firman
kapan yah Ardi ketemu Alya
2021-08-04
0