Mahasiswa berhambur keluar kelas setelah menyelesaikan kelasnya. Sang Dosen merapihkan buku dan tas, melihat jam tanganya menunjukan jam 11.30. Dia tersenyum, berdiri dan berjalan keluar kelas menuju ke parkiran.
Dia berjalan sedikit tergesa-gesa, sesekali memelankan langkahnya, membalas sapaan mahasiswanya yang mengangguk tanda hormat. Setelah sampai di parkiran, dan mendapati mobilnya, dia segera menuju ke panti.
Ya dia adalah Farid, dosen psikologi yang mengajar di kampus orang tuanya sendiri. Setelah menyelesaikan pekerjaanya Farid menyibukan diri dengan kegiatan sosial di panti. Farid memang seorang laki- laki yang sholeh, mapan dan berhati baik. Sangat pas dijadikan sosok pria idaman. Apalagi dengan paras wajahnya yang tampan.
******
Panti Gunawijaya.
"Udah nggak ada kelas Kak?" tanya Sinta di halaman asrama mendekati Farid yang baru saja turun dari mobil.
"Hai Siin, gue cuma isi satu kelas, buat ganti jam ku kemarin karena nggak berangkat"
"Ooh" Sinta mengangguk. "Kak" panggil Sinta.
"Iya kenapa Siin?" tanya Farid hendak masuk ke asrama.
"Siang ini ada acara nggak?" tanya Sinta ingin mengajak Farid pergi.
"Mmm" Farid berdehem sambil berfikir. "Paling nemenin Alya ngaji bareng anak-anak" jawab Farid singkat.
Seketika wajah Sinta memerah menahan panas.
"Alya udah kesini kok" jawab Sinta berharap Farid meluangkan waktu untuknya.
"Oh ya? Tumben datang pagi. Sekarang dimana dia?" tanya Farid antusias.
Sinta menelan ludah menahan kesal. "Sial, kenapa selalu perempuan muna itu yang ditanyain" gumam Sinta dalam hati.
"Kata anak-anak dia udah pergi" jawab Sinta melebarkan mulut memaksa senyum.
"Ooh, sayang sekali ada banyak hal yang ingin aku diskusikan"
"Emang diskusi tentang apa Kak?" tanya Sinta kepo.
Farid tersenyum "Masalah pribadi!" jawab Farid membuat hati Sinta membara.
"Oh iya Siin. Kamu punya nomer handhphone Alya nggak?" tanya Farid lagi.
"Nggak" Sinta menggelengkan kepalanya, menahan kesal karena Farid selalu membahas Alya.
"Bodohnya aku kemarin nggak minta" jawab Farid membuat Sinta sedikit mendingin.
"Syukurlah Kak Farid tidak punya nomernya, berarti mereka tidak berhubungan dan hanya bertemu di sini. Pokoknya aku nggak akan biarkan dia betah di panti ini" guman Sinta bertekad memusuhi Alya.
"Apa aku minta ke Tante Rita ya?" tanya Farid membuat Sinta terhenyak.
"Ha? Ke Tante Rita, menurutku jangan deh. Besok kan Alya ke sini lagi. Mending besok aja tanyanya" usul sinta mencegah Farid mendapatkan nomer Handphone Alya.
"Bahaya kalau sekarang Kak Farid telpon Alya, dan Alya bilang lagi di kamar mandi" gumam Sinta dalam hati.
"Ya udah gue ke kamar dulu ya!" pamit Farid beranjak meninggalkan parkiran.
"Kak" panggil Sinta menghentikan langkah Farid.
"Iya, kenapa?" tanya Farid.
"Gimana ajakanku tadi? Bisa temenin aku jalan nggak?"
Farid menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Emang mau jalan kemana?"
"Ke mall aja. Nyari buku resep" jawab Sinta tegas.
"Hemm, aku masih ada laporan yang harus diselesaikan Siiin"
"Ya udah aku temani Kak Farid selesein laporan ya!" jawab Sinta seakan memaksa.
"Aku sholat dan makan dulu ya" Farid pun meninggalkan Sinta masuk ke asrama.
Yayasan Gunawijaya memang kepunyaan Bu Rita dan gagasan Bu Rita. Tapi hampir 80% dipikirkan dan dilaksanakan oleh Farid. Memilih pengurus, menyeleksi guru, mengamati perkembangan anak-anak asuh, mereka akan dibawa kemana?
Pengembangan usaha di Luar Asrama, mengurusi para donatur dan reporter. Hampir semua di bawah kendali Farid, tentunya dibantu pengurus kepercayaan Farid. Farid memang sehebat itu. Farid menuangkan ide gagasanya, lalu konsultasi ke Bu Rita. Jika Bu Rita setuju jalan, jika tidak, tidak.
Meskipun Bu Rita dan Farid tidak ada hubungan darah tapi mereka sangat kompak, seperti ibu dan anak. Begitulah Bu Rita seorang perempuan dengan sifat keibuanya dan penyayang. Siapapun menjadi nyaman dan merasa jadi anak jika didekatnya. Tapi sayangnya, dia diacuhkan anak kandung semata wayangnya.
Selesai makan dan sholat, Farid berkutat dengan laptopnya. Mengecek Laporan dari pengurus Yayasan. Sinta mengekor di belakang Farid dengan tidak tahu malu. Dia duduk di sofa di depan meja kerja Farid.
Sinta tidak memikirkan apa yang terjadi dengan Alya di kamar mandi. Di otaknya hanya berfikir bagaimana caranya agar Alya tidak lagi datang ke panti. Dia menyuruh salah satau anak panti yang usia SMA untuk membuka kamar mandi kalau Farid sudah pergi.
Dua jam berlalu, Farid menutup laptopnya. Sinta tersenyum lega. Rencananya berhasil. Sebentar lagi Sinta punya kesempatan kencan dengan Farid.
"Selesai Kak?" tanya Sinta bangun dari sofa dengan wajah bahagia.
"Aku mau minum dulu" jawab Farid menuju ke ruang pantry.
*****
Ruang Pantry
"Kak Alya jahat, sebbel sama Kak Alya" rengek Vivi, anak 7 tahun yang Farid temukan pingsan di pinggir jalan saat umur 3 tahun.
"Vivi" panggil Farid. Lalu Vivi bangun, Vivi menangis dan menghambur ke pelukan Farid. Seorang yang dianggap sebagai kakak bagi anak-anak panti.
"Kenapa menangis sayang?" tanya farid mengelus rambut Vivi.
"Vivi sebel sama Kak Alya. Dia udah ajari cuci tangan yang sama kaya cuci tanganya dokter-dokter hebat, Vivi udah bisa. Vivi mau tunjukin. Tapi Kak Alya malah pergi" gerutu Vivi sebbal.
"Emang pergi kemana?"
"Bilangnya ke kamar mandi sebentar, tapi nggak balik-balik" cerita Vivi.
"Oh iya? Apa itu artinya Kak Alya ingkar janji? Tidak benar itu" jawab Farid mencoba menanamkan nilai moral baik ke Vivi.
"Iya, dia tidak kembali. Padahal sepatunya saja masih ada di gazebo, jam tanganya juga, dia ceroboh sekali" lanjut Vivi sambil membayangkan Alya.
"Dhegg" Farid terhenyak mendengar cerita Vivi.
"Ada yang aneh, Alya pamit ke kamar mandi tapi tidak kembali, sementara sepatunya masih di sini, berarti dia tidak pergi jauh" Farid berfikir dalam hati.
"Besok kalau Kak Alya kesini lagi, kita hukum dia ya, karena sudah ingkar janji dan pergi tanpa pamit. Oke?"
Vivi mengangguk
"Nggak boleh kesal dan nangis lagi. Istirahatlah"
Vivi pun berlari menuju ke kamar. Farid yang merasa aneh langsung ke Kamar Alya.
"Pintunya belum dikunci" Farid membuka gagang pintu lalu masuk ke ruangan Alya. Tas Alya masih menggantung di bangku kerja.
"Alya memang belum pulang, lalu kemana dia?" tebak Farid panik lalu berjalan keluar. Saat keluar pintu dia bertemu dengan Sinta yang memang sedang mencari Farid karena menyusul ke pantri kosong.
"Kenapa terlihat panik Kak?" tanya Sinta mencoba membuat Farid menguraikan rasa panik.
"Cari Alya, sesuatu terjadi dengan dia. Aku yakin dia belum pulang"
"Maksud Kak Farid?" tanya Sinta gugup karena perbuatan jahatnya hampir ketahuan. Rencana jalan dengan Farid pun gagal.
"Nanti kuceritakan aku akan ke kolam ikan dan mushola, tolong kamu cari tempat lain. Kasih tau Bu Salma dan pengurus yang jaga, liat Alya atau nggak?" perintah Farid. Sinta mengangguk dan menjalankan perintah Farid dengan kesal.
"Sial! Kenapa jadi begini sih? Brengsek! Farid nggak boleh tau kalau gue yang ngunciin Alya. Bisa gue yang didepak dari sini. Gue harus tunjukin kalau gue yang temuin Alya" gumam Sinta mengepalkan tangan.
Sinta pun menghubungi pengurus panti dan satpam seperti permintaan Farid. Lalu dia menuju ke kantin agar dia jadi pahlawan untuk Alya.
"Kleek" Sinta membuka kunci kamar mandi, terlihat Alya tertidur dipojokan kamar mandi. Sinta berjalan perlahan mengambil air membasahi matanya untuk pura-pura menangis. Lalu menelpon Farid dan yang lain agar datang ke kamar mandi kantin.
"Astaghfirulloh Alya" teriak Farid melihat Alya meringkuk di kamar mandi dengan baju yang basah.
Sementara Sinta yang berdiri di dekat Alya pura-pura menangis. Bu Salma dan beberapa pengurus datang.
"Ya ampun, Us Alya kenapa?"
"Kita coba bangunin aja" ucap Sinta memberi usul.
"Jangan kasian, langsung gendong aja, sepertinya dia kedinginan" Bu Salma menyanggah usul Sinta.
Farid yang diam langsung menggendong Alya membawa ke kamar Alya. Diikuti Sinta dan pengurus lain.
"Buatkan teh hangat Bu!" pinta Farid ke Bu Salma.
"Iya Pak" jawab Bu Salma hendak pergi.
"Tunggu Bu Salma"Farid menghentikan Bu Salma. "Baju Alya basah badanya juga demam" tutur Farid setelah mengecek Alya.
"Ya Ampun. Kasian sekali" ucap Bu Salma prihatin.
Farid yang wajahnya membeku mengeluarkan uang dari dompetnya. Dia memberikan 5 lembar uang seratus ribuan.
"Di depan ada toko baju. Belikan pakaian ganti dan minyak angin. Panggilkan dokter juga!" perintah Farid ke Bu Salma dan Pak Anton.
Sinta diam terpaku, selain merutuki kegagalanya kencan dengan Farid. Kini nasibnya diujung tanduk kalau kelakuanya ketahuan.
Sementara Farid menatap Sinta dengan tatapan yang tidak bisa diungkapkan. "Sin tolong buatkan minum hangat ya!" pinta Farid ke Sinta.
Farid duduk memandangi Alya yang tampak pucat. Dia ingin menggenggam tangan Alya, mengelus keningnya yang basah, memeluknya memberikan kehangatan. Tapi dia sadar di depanya adalah gadis muslimah yang tidak akan mengijinkn dirinya di sentuh laki-laki bukan Mahramnya. Farid pun menghormati itu. Dia hanya bisa duduk memandangi wajah manis dan mungil yang terlihat pucat sesekali menggigil. Menunggu bantuan dari Bu Salma dan Sinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 285 Episodes
Comments
Hani P Hani
jahat sekali sinta
2023-01-22
0
Stevani febri
ckck.. sinta ternyata tak secantik org,y
hanya cantik nama,y.
2022-05-25
0
Mr Im
depak aja tuh Sinta sirik
2022-03-15
3