Adzan subuh berkumandang, ayam berkokok yang menjadi ciri khas desa bersaut-sautan. Sebagai gadis desa yang taat, Alya sudah memegang dan melipat mukenahnya. Selesai sholat subuh dia segera beranjak ke dapur, menyalakan kompor untuk memasak. Dimulai dari merebus air membuat minuman jahe hangat, lalu memasak sayuran untuk sarapan.
Bu Mirna pun begitu, meski usianya sudah kepala lima, dia masih tekun. Karena selain berjualan dia seorang pekebun. Bangun pagi- pagi sudah menjadi kebiasaanya.
"Nduk" panggil Bu Mirna.
"Iya Bu" jawab Alya sopan mendekat ke ibunya.
"Tadi teman ibu telepon, teman ibu mau mampir"
"Siapa Bu?" tanya Alya heran karena setau Alya ibunya tidak punya teman.
"Teman SMA ibu, ibu juga baru berhubungan lagi kemarin, dapet nomer telepon dari temen ibu yang kemarin kita kondangan" Bu Mirna menceritakan pertemuanya dengan temanya saat berjualan.
"Oh, ya sudah. Alya siapin makanan dulu ya?"
"Iya, katanya dia tinggal di Jakarta Nduk, siapa tahu bisa bantu kamu"
"Ah ibu, jangan terlalu berharap sama orang lain Bu! Ibu kan juga baru ketemu sama teman lama ibu itu"
"Ya siapa tahu Nak"
Alya dan Bu Mirna melanjutkan pekerjaanya. Bu Mirna hari ini libur jualan karena ada kabar temanya mau mampir. Anak semata wayangnya juga sebentar lagi akan berangkat magang, meninggalkan rumah untuk waktu yang lama.
Sekitar pukul 08.30 pagi, halaman kontrakan rumah sederhana Bu Mirna kedatangan tamu bermobil, sesuatu yang hampir tidak pernah terjadi selama Bu Mirna ngontrak. Ya dari mobil itu keluar perempuan anggun meski sudah berumur, memakai dress berwarna abu. Dengan rambut sebahu dan memakai kacamata.
"Subhanalloh Jeng Rita?" sapa Bu Mirna dari dalam rumah memastikan tamunya.
"Mirna" balas perempuan cantik itu.
Sejenak Bu Mirna tampak diam, ada rasa minder dan sedih menyelip di hatinya. Dirinya dan perempuan di depanya seumuran. Tapi penampilanya bagai bumi dan langit. Bu Rita tampak masih segar, bersih, wangi dan terawat.
Sementara Bu Mirna, meskipun sisa-sisa kecantikanya masih ada pada senyum di bibirnya. Wajah Bu Mirna sudah tampak mengkeriput, ada banyak flek hitam memenuhi pipinya.
"Ayo masuk Rit!" ajak Bu Mirna ke Bu Rita.
Bu Rita dan pengawalnya pun masuk ke rumah kontrakan semi permanen Bu Mirna. Sesaat Bu Rita tampak melihat keadaan rumah Bu Mirna dengan tatapan menyedihkan.
Ruang tamu Bu Mirna tampak sempit dan gelap. Tidak ada sofa mahal atau hiasan dinding. Hanya ada kursi kayu dan meja kayu. Kemudian pengawal Bu Rita memilih duduk di kursi teras depan.
"Mohon maaf ya Rit, kalau kontrakanku sempit, kotor lagi" ucap Bu Mirna menyadari raut ketidaknyamanan sahabatnya.
"Tidak apa-apa Mir, aku kesini karena merindukanmu, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?
"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat, Aku dikasih kesehatan yang baik, tapi memang hidupku tidak seperti yang dulu" ujar Bu Mirna sedih.
"Kalau boleh tau, sejak kapan kamu pindah ke sini dan menjual rumahmu?" tanya Bu Rita hati-hati.
"4 tahun terakhir ini, aku jual untuk biayai kuliah anakku"
"Maafkan aku, baru mengunjungimu" ucap Bu Rita merasa sedih temanya selama ini menderita tidak bisa membantu.
Lalu dari dalam keluar Alya membawa baki berisi teh hangat dan camilan.
"Silahkan diminum Tante, ini tehnya" Alya mempersilahkan tamunya meminum teh.
"Sama bapaknya di depan, Nduk!" Bu Mirna menimpali.
"Iya Bu" jawab Alya membawa satu teh lagi dan sepiring mendoan ke teras rumah.
"Anakmu Mir?" tanya Bu Rita.
"Iya, dia anakku satu satunya" jawab Bu Mirna lalu memanggil Alya. "Alya, kemari Nak!"
"Iya Bu" Alya mendekat ke ibunya lalu menyalami Bu Rita dan mencium tanganya.
"Cantik sekali putrimu Mir" ucap Bu Rita mengagumi kecantikan Alya. "Siapa namamu Nak?" tanya Bu Rita ke Alya.
"Alya, Tante" jawab Alya, lalu Alya duduk di bangku dekat dengan Bu Mirna.
"Sudah bekerja atau masih kuliah?" tanya Bu Rita ramah.
"Alhamdulillah sudah selesai kuliah, sebentar lagi magang Tante?"
"Magang? Ambil jurusan kuliah apa kamu?"
"Saya ambil kedokteran Tante" jawab Alya tersenyum.
"Wah hebat yaa? Sudah cantik, sopan, dokter lagi. Memang kamu magang dimana?"
"Di Jakarta Tante, di RSUD "******?"
"Benarkah? Kebetukan sekali, itu rumah sakit berseberangan dengan apartemen anak tante. Sudah lama tidak ditinggali. Anak tante lanjut kuliah di luar, kalau begitu kamu ikut tante aja" jawab Bu Rita antusias.
Bu Mirna dan Alya berpandangan. Alya tampak ragu-ragu, sementara Bu Mirna tampak tenang dan bahagia.
"Tapi Tante, apa tidak merepotkan? Saya bisa kos sendiri kok" jawab Alya ragu.
"Tante justru bahagia, kamu kan juga masih magang. Kamu belum tahu Jakarta Nak. Kos di Jakarta rawan untuk orang baru sepertimu, di apartemen lebih aman, ada satpam dan cctv juga"
"Iya Nduk, kamu di sana nggak ada saudara juga, biar ibu tenang ikut Rita aja" imbuh Bu Mirna menguatkan Alya.
"Iya, ikut Tante saja ya!" pinta Bu Rita kembali.
Alya kembali diam. Lalu melihat ibunya dengan ragu- ragu. Bu Mirna menatap Alya dan memberi anggukan meminta Alya setuju.
"Baiklah Bu, Alya ikut Tante Rita"
"Alhamdulillah syukurlah".
Bu Mirna dan Bu Rita tersenyum lega. Lalu Bu Mirna dan Bu Rita melanjutkan obrolannya. Sementara Alya bersiap- siap mengemasi barangnya.
*****
"Mir" panggil Bu Rita ke sahabatnya.
"Iya Rit"
"Sebenernya aku masih sangat betah di sini, tapi mau gimana lagi. Suamiku telfon, dia pulang malam ini jadi aku juga harus sudah di rumah".
"Iya Rit, aku mengerti, terima kasih sudah mau mampir, lain kali harus lama ya! Aku titip Alya ya Rit"
"Iya pasti. Kamu itu sudah seperti saudara buatku, dan Alya ku anggap anak sendiri, apalagi aku pengen anak perempuan" jawab Bu Rita meyakinkan.
"Sebenernya aku udah biasa ditinggal Alya praktek ataupun kuliah, tapi kok sekarang rasanya khawatir ya?" ujar Bu Mirna mengungkapkan perasaanya.
"Saya tau perasaanmu Jeng, apalagi anakmu perempuan. Selugu dia, secantik dan sebaik dia, jauh darinya pasti berat. Aku akan menjaganya seperti anak kandungku" jawab Bu Rita meyakinkan Bu Mirna lagi.
"Terima kasih sekali Rit. Kamu memang saudaraku"
"Aku juga bahagia kamu menjadi sahabatku" jawab Bu Rita
"Pokoknya kalau terjadi apapun dengan Alya di Jakarta. Aku yang paling pertama bertanggung jawab, nanti kamu sering main-main ke Jakarta, biar ketemu suami dan anakku" Bu Rita meyakinkan kembali ke Bu Mirna
Mereka masuk dan bersiap-siap. Bu Mirna memberikan bekal dan nasehat ke anak kesayanganya yang sudah siap dengan kopernya.
"Pokoknya Nduk, kamu harus jaga diri, nggak boleh gampang percaya sama orang. Nggak boleh ikut-ikutan pergaulan malam, ingat sholat, ingat ngaji. Dan ingat, tetep dipake kudungmu itu!"
"Iya Bu, seperti sebelum-sebelumnya Alya akan baik-baik saja" jawab Alya menenangkan ibunya.
"Tapi ini Jakarta, beda dengan tempat praktek kamu sebelumnya. Pokoknya kamu harus jaga diri terutama sama laki-laki" sambung Bu Mirna lagi.
Sementara Bu Rita yang duduk di dekatnya tersenyum haru dan kagum. Masih ada gadis sebaik dan setulus Alya. Cantik, pintar, sopan, alim dan karirnya bagus.
"Dheg" tiba- tiba terbersit pikiran di hati Bu Rita.
"Apa aku jodohkan saja dengan putraku? Ahhh tapi apa putraku mau dan apa suamiku setuju?" Bu Rita berpikir sendiri dalam hati.
"Baik. Kalau begitu ayo Nak berangkat!" ajak Bu Rita menggandeng Alya masuk ke mobil.
Bu Mirna dan Bu Rita berpelukan. Rencana Alya berangkat besok lusa dimajukan dengan tiba-tiba tanpa rencana. Semua karena kedatangan Bu Rita yang tidak diduga.
"Pokoknya kamu jaga diri baik-baik, nggak boleh pacaran, cari pengalaman yang bener biar kamu jadi dokter yang berguna!" pesan bu Mirna lagi. Pesan yang tidak bosan-bosan disampaikan. Bu Mirna memeluk Alya dengan menahan air mata.
"Iyah, siap Bu!" jawab Alya menenangkan ibunya. "Ibu sehat-sehat ya!" sambung Alya mencium pipi ibunya.
Bu Mirna mengangguk dan melambaikan tangan, melepaskan anak kesayangannya kepada sahabatnya. Ada rasa sesak karena akan ditinggal lama. Tapi kemudian dia sadar pekerjaan anaknya adalah sesuatu yang mulia. Dia tersenyum karena anaknya berhasil menamatkan kuliah. Tidak seperti dirinya, Bu Mirnapun semangat kembali.
*****
Malam itu Alya dan Bu Rita sampai di Istana Tuan Aryo Gunawijaya. Sesampainya di rumah, mata Alya terbelalak melihat rumah Bu Rita seperti istana di film-film. Bahkan halamanya sangat luas. Meski Alya dokter, tapi dia dokter karena beasiswa jadi kehidupanya tetap sederhana, jadi melihat rumah Bu Rita Alya terheran-heran.
"Ayo Nak masuk! Biar nanti Bi Siti yang tunjukin kamar kamu. Lusa tante antar kamu ke apartemen"
"Baik Tante" jawab Alya mengangguk.
Mereka masuk dan di dalam sudah disambut dengan dua pembantu. Satu menyambut dan mengambil tas Bu Rita untuk dibawanya. Satunya menawarkan bantuan ke Bu Rita.
"Bu Siti, perkenalkan dia anak perempuan saya dari Jogja. Meski bukan aku yang melahirkan, dia Nona di sini. Perlalukan dia sama seperti tuanmu" perintah Bu Rita yang membuat Alya tersipu dan sungkan.
"Baik Nyonya" jawab Bi Siti.
"Antar dia ke kamar di samping kamar Ardi".
"Baik Nyonya" jawab ART Bu Rita mengantar Alya.
Lalu Bu Rita menuju kamarnya ke lantai 3 dengan lift. Sementara Alya yang hanya ke lantai dua memilih lewat tangga diantar Bi Siti.
Sepanjang mata Alya memandang isi rumah Bu Rita, Alya selalu terheran- heran. "Sebenernya apa pekerjaan suami Bu Rita? Ini seperti sultan atau tokoh novel dan film seperti yang aku tonton".
"Ini kamarnya Nona" suara Bi Siti mengagetkan Alya yang sedang melamun. Lalu Alya masuk ke kamarnya.
"Subhanalloh, ini kamar apa rumah, gedhe banget. Sepertinya ini kamar kosong tapi bersih" batin Alya berkeliling kamar. Lalu Alya segera membersihkan diri sholat dan beristirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 285 Episodes
Comments
Hani P Hani
aku mulai suka dengan alur ceritanya
2023-01-22
0
Wartin Kusmawati
lanjut
2022-03-28
0
Edy Nurmala
lumayan bagus
2022-03-15
1