My Psychopaths CEO
Bagian 17 : Bicara
By Ika SR
Cleo memijat pelipisnya.
Ia merasa sedikit terganggu dengan Lana yang terus-menerus menatapnya lekat-lekat. “Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“Matamu indah?”
“Apa?”
Lana menggelengkan kepalanya, mencoba menghalau pikirannya yang menjelajah. “Mata Anda indah. Warnanya biru laut. Kenapa Anda memakai softlens?” tanya Lana dengan logat yang kembali formal.
“Tunggu? Bagaimana kau bisa tahu?”
Lana tersenyum. “Anda ingat saat pertama kali kita sekamar di hotel itu. Saya menanyakan mengapa warna mata Anda berubah. Saat itulah saya sadar bahwa Anda selama ini memakai softlens. Saya melepaskannya saat Anda pingsan agar tidak membahayakan mata Anda.”
Cleo mengangguk. “Aku tidak suka warna mataku.”
“Mengapa?” tanya Lana dengan lembut. Cleo tidak menjawabnya.
“Karena itu terlihat berbeda dari kebanyakan orang?” tebak Lana.
Cleo mengangguk. “Karena itu aneh.”
Lana tertawa. “Kenapa kau tertawa? Apa menurutmu ini lucu?” tanya Cleo yang merasa tersinggung.
“Tidak. Anda lebih menarik jika tampil apa adanya.”
Ada sebuah rasa senang yang menghampiri hati Cleo begitu mendengar Lana mengatakan hal demikian. Ia mencoba menahan senyumnya yang terkembang. Tapi, Lana yang terus mengamatinya mulai menyadarinya.
“Anda punya lesung pipi yang manis.”
Cleo memasang wajah datar lagi. “Tidak. Aku tidak punya.”
“Itu muncul saat Anda tersenyum tadi.”
“Diamlah.”
Lana tertawa.
“Jangan tertawa.”
“Maaf.”
“Kau tidak marah padaku karena menidurimu?” tanya Cleo yang merasa penasaran.
Lana menggeleng. “Semua itu salah saya dan sekarang saya berhutang nyawa pada Anda. Rasanya saya terlalu egois jika masih marah pada Anda.”
Lana akui, entah mengapa melihat Cleo terluka dan berlumuran darah membuatnya panik setengah mati. Rasanya sangat menyesakkan dada dan air matanya tak berhenti menetes seolah hal yang paling berharga dalam hidupnya direnggut secara paksa.
Lana tak ingin hal itu terulang lagi.
Cleo memalingkan wajahnya. “Aku tidak akan meminta maaf.”
“Saya juga tidak akan berterimakasih,” jawab Lana dengan santai.
Cleo menatapnya dengan jengkel.
“Pak, saya ingin menanyakan suatu hal?”
“Iya?”
“Apakah Anda akan memecat saya?” tanya Lana dengan hati-hati.
“Tidak akan. Aku tidak bisa melakukan itu,” batin Cleo.
Tapi, mulutnya mengatakan hal lain yang artinya mungkin sama. “Tergantung padamu. Apakah kau masih ingin bekerja bersamaku atau tidak. Aku tidak bisa memaksamu.”
Lana tersenyum. “Syukurlah, Anda tidak memecat saya. Saya akan menjaga Anda mulai dari sekarang.”
Cleo menyeringai. “Jangan bercanda! Kamu...”
Dengan cepat Lana meletakkan telunjuk tangannya di bibir Cleo. “Istirahatlah. Anda perlu memulihkan tenaga Anda.”
Anehnya, untuk pertama kali Cleo menurut pada seseorang.
***
Cleo terbangun pukul 14:00
Lana juga ikut tertidur di sampingnya. Cleo bangun dengan perlahan agar ia tidak mengganggu Lana. Nampaknya gadis itu masih tertidur lelap.
Cleo masuk ke dalam kamar mandi.
Dengan mata terpejam Lana berusaha meraih tangan Cleo. Tapi, tidak menemukannya.
Lana tersentak bangun, masih setengah sadar. Ia panic begitu mendapati Cleo tak ada di ranjangnya.
“Huft ... orang ini pergi ke mana lagi!”
Lana berlari dengan cepat keluar kamar. Untungnya, saat itulah Cleo keluar dari kamar mandi.
“Hei!” teriak Cleo yang melihat Lana terburu-buru keluar.
Sayangnya, gadis itu sudah terlanjur berlari menjauh. Cleo tidak bisa lagi menahan tawanya.
Dengan santai, ia memutuskan untuk kembali berbaring. Karena lapar, ia memutuskan memakan makanannya meskipun terasa hambar.
Lana berlari menuruni tangga karena lift sedang dipakai.
Ia begitu yakin kalau Cleo berusaha kabur darinya. Tepat di lantai bawah, lift itu terbuka lagi. Tapi, isinya bukan Cleo.
Dengan nafas yang tersengal-sengal, Lana berlari menyusuri setiap sudut ruangan rumah sakit.
Bahkan dengan tanpa malu, ia nekat memasuki kamar mandi pria. Sayangnya hasilnya nihil, Cleo tak ada di sana.
“Ke mana dia pergi?” tanya Lana dalam hati.
Ia menanyai seluruh security dan perawat yang ditemuinya. Tapi, tak ada yang melihat Cleo.
Setelah sekian lama, Lana akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar bermaksud mengambil ponsel dan menghubungi Roy.
Namun, alangkah terkejutnya ia begitu melihat Cleo sedang berbaring santai sambil menonton televisi.
Jika saja Lana tidak ingat Cleo adalah bosnya, ia pasti sudah mencubit pria itu dengan keras seperti yang selalu ia lakukan jika geram pada Reno.
Dengan susah payah Lana mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum bicara pada Cleo.
“Pak?” sapanya.
“Hemm?” jawab Cleo dengan acuh.
“Anda sedari tadi ada di sini?” tanya Lana. Sebisa mungkin ia menjaga agar nada suaranya tidak naik.
Cleo hanya mengangguk pelan.
Lana berjalan mendekat, duduk di kursi.
“Saya pikir Anda tadi mencoba kabur?”
Masih dengan nada dingin dan menjengkelkan serta tidak menoleh sama sekali, Cleo menggeleng.
“Saya mencari Anda ke seluruh penjuru rumah sakit.”
“Baguslah!”
“Maaf?”
Cleo menoleh. “Olahraga. Kau terlalu gendut.”
Lana mencoba menahan agar urat-urat emosinya tidak menonjol keluar.
“Aku tadi pergi ke kamar mandi sebentar. Begitu aku keluar, aku lihat kau lari tunggang-langgang keluar ruangan. Kukira ada kebakaran atau gempa dan kau meninggalkanku,” ejek Cleo.
Lana hanya bisa tersipu malu.
“Benar ini mungkin salahku. Bagaimana mungkin aku bisa seceroboh dan sepanik itu tadi. Seharusnya aku mengecek terlebih dahulu,” batin Lana.
Pundaknya merosot. Ia merasa sangat lesu.
“Kau hanya membuat dirimu sendiri lelah.”
Lana mendongak. Benar kata Cleo. Bertindak berlebihan hanya akan membuat dirinya sendiri lelah.
Sayangnya, Lana tidak bisa tidak melakukannya. Ia memiliki hutang yang besar pada Cleo dan itu membuatnya merasa sedikit terbebani sekaligus merasa tidak enak hati.
“Belikan aku jus jambu.”
“Iya, Pak?” tanya Lana.
“Jus Jambu tanpa es.”
“Baik, Pak.”
Dengan kecepatan seribu langkah kaki. Lana menuruti permintaan Cleo dan mencari penjual jus jambu terdekat.
Begitu mendapatkan pesanannya ia segera berlari lagi untuk memberikannya pada Cleo. Ia tak mau pria itu menunggu terlalu lama.
“Ini, Pak. Silakan....”
Cleo mengambil jus yang disodorkan Lana. Meminumnya seteguk.
“Aku tidak suka makanan rumah sakit. Aku ingin makan sesuatu yang lebih baik. Aku ingin sesuatu yang hangat seperti bak...”
“Baik, Pak.”
Sebelum Cleo menyelesaikan ucapannya. Lana sudah berlari keluar.
15 menit kemudian. Lana kembali sambil membawa sebuah karung plastik hitam. Bajunya basah karena keringat.
Ia menuang bakso yang dibelinya pada sebuah mangkuk lalu menyodorkannya pada Cleo yang masih menatapnya bingung.
“Ini Pak, makanan yang tadi Anda minta.”
Cleo menyeringai kecil. “Apa ini?”
“Bakso.”
Cleo memalingkan wajahnya dengan kesal. “Kenapa kau membeli bakso?”
“Tadi, bukankah Anda ingin membeli sesuatu yang hangat seperti bakso?”
Cleo memijat keningnya.
“Kau terlalu antusias, Lana. Lain kali ada orang bicara itu dengarkan dulu sampai selesai. Bukan langsung lari. Aku tadi mau bilang bakpao bukan bakso.”
Lana langsung mengkerut mendengar penjelasan Cleo. Ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk mencari tukang bakpao.
Tapi, ia akan merasa semakin bersalah jika Cleo tidak mendapatkan makanan yang diinginkannya.
“Saya...”
“Sudahlah. Lupakan saja bakpaonya. Aku akan memakan bakso itu.”
Lana langsung tersenyum riang melihat Cleo mau menghargai usahanya. Ia menyodorkan bakso itu. “Anda mau saya suapi, Pak?” tawar Lana.
“Aku bukan anak kecil.”
“Tapi, Anda tidak bisa makan menggunakan tangan kiri,” kata Lana dengan lembut.
Cleo menoleh pada tangan kanannya yang tak bisa bergerak bebas.
“Terserah.”
Dengan lembut Lana menyuapi Cleo.
Belum ada 5 suapan. Cleo sudah mengatakan bahwa ia kenyang.
“Tapi...”
“Aku sudah kenyang.”
Dengan terpaksa Lana meletakkan mangkok baksonya yang masih penuh di atas meja.
“Kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Cleo. Lana hanya bisa memandang pria itu bingung.
“Jangan merasa bersalah atau terbebani karena kondisiku sekarang. Aku terluka bukan karenamu tapi karena segerombolan pemuda itu. Dengan kamu membawaku kesini, merawatku dan membelikan apa yang aku mau. Kau sudah melunasi semua hutangmu. Rasa bersalahmu menghambat dirimu sendiri. Ada cara praktis ketimbang kau harus lari sana-sini. Kau kan bisa memesan gofood. Jangan merepotkan dirimu sendiri!”
Mata Lana berkaca kaca. Ia begitu terharu.
Ternyata Cleo yang dingin memikirkannya sampai sejauh ini. Dia tahu apa yang Lana rasakan dan ada alasan di setiap perintahnya yang menjengkelkan, untuk menggerus rasa bersalah Lana.
Lana tidak bisa lagi menahan air matanya. Ia sudah tidak kuat lagi menahannya.
“Kenapa kau menangis?” tanya Cleo dengan suara lembut yang baru pertama kali Lana dengar. Pria itu meraih Lana dan membawanya ke dalam dekapannya.
“Jangan menangis. Kau terlihat jelek.”
Lana balas memeluk Cleo, berusaha agar ia tidak memeluk pria itu terlalu erat karena takut akan membuatnya kesakitan.
“Terimakasih,” ujar Lana.
“Untuk apa?”
“Karena bertahan.”
Cleo mengelus rambut Lana dengan halus. Mencoba menenangkan hati gadis itu karena ia mulai menyayanginya.
Dari balik pintu, Roy mengintip Cleo dan Lana. Ia tersenyum. “Sudah saatnya Anda bahagia. Dia wanita yang sempurna untuk Anda.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Nia Sukmawati
kocak lucu
2020-04-08
2
Mamah Rafa
bper
2019-11-28
4
Kiar Dan Sasuke
akuuu BAVERRRRRR jdi pengennnn nangisssssss😭😭😭😭😭
2019-10-21
6