My Psychopaths CEO
Bagian 7 : Parfum
By Ika SR
Jam sudah menunjukkan pukul 15:29.
Tinggal sedikit lagi semua pekerjaannya beres. Lana yang belum makan siang, menahan rasa perih di perutnya.
Cleo, CEO-nya itu masih duduk di sampingnya. Membaca sebuah dokumen.
Meskipun Lana ingin sekali meminta ijin istirahat siang. Namun, bibirnya kelu. Ia sama sekali tak memiliki keberanian untuk mengucapkannya.
Ia merasa tidak enak hati. Apalagi Cleo, bosnya juga melewatkan jam istirahatnya dan fokus bekerja.
Bagaimana mungkin bawahan sepertinya mau meminta ijin istirahat. Meskipun itu memang haknya. Tapi, ia masih memiliki etika.
“Maaf, Pak. Saya sudah menyelesaikan semuanya.”
Cleo mengalihkan pandangannya pada beberapa tumpuk berkas yang kini sudah tertata rapi.
Ia hanya mengangguk pelan dan kembali membaca dokumen yang ada di tangannya. Sekarang Lana merasa lebih canggung. Tidak ada lagi hal yang bisa ia kerjakan.
“Pak, masih adakah hal yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan lembut.
Berusaha semaksimal mungkin agar tidak menyinggung bosnya. Bagaimanapun, ia harus berhati-hati. Dipecat adalah hal yang sama sekali tak diinginkannya.
Cleo terdiam, Lana menunggu jawabannya sambil menatap wajah Cleo tanpa berkedip.
“Parfum apa yang sedang kamu pakai?” tanya Cleo, lagi-lagi tanpa menoleh.
Lana sedikit merasa kebingungan. “Parfum?” ulangnya. Takut salah dengar.
Cleo mengangguk dengan jengah. Kali ini ia memutuskan untuk meletakkan dokumen yang tengah dibacanya. Memandang Lana, kedua kakinya yang jenjang tersilang.
“Ah, parfum saya.” Lana yang dipandang sedemikian rupa oleh pria setampan Cleo merasa sedikit canggung.
Dengan sekuat tenaga, ia berusaha menjaga agar nada suaranya tetap datar dan tidak bergetar. “Saya membuatnya sendiri, Pak.”
Cleo menautkan kedua alisnya. Selama ini, ia belum pernah mendengar ada orang yang membuat parfumnya sendiri.
“Saya membuat parfum dengan air sulingan bunga mawar.”
“Mawar?”
“Iya, Pak.”
Jadi, inikah alasan kenapa dulu ibunya menanam banyak sekali bunga mawar?
Mungkin, ini juga alasan Cleo tidak dapat menemukan parfum ibunya di toko parfum manapun. Mungkin, dulu ibunya membuat parfum itu sendiri.
Saat itu Cleo masih kecil, jadi ia tidak mengetahui hal itu sama sekali. Ia, juga bukan termasuk pria yang menyukai bunga.
“Bagaimana kau membuatnya?”
Lana yang tidak menyangka akan menjelaskan hal semacam itu pada bosnya. Ia menjelaskan semuanya dengan detail, karena ia menyukai parfum itu.
“Pertama kita siapkan dulu bahannya, Pak. 5 buah kelopak mawar dan air sulingan kira-kira sebanyak 2 gelas.”
“Itu saja,” tanya Cleo yang mulai menaruh perhatian. Mereka sekarang duduk saling berhadapan satu sama lain.
“Ya, Pak. Bahan-bahannya memang hanya itu.”
“Lalu?”
“Setelah itu. Kita siapkan botol parfum, mangkuk kaca dan panci aluminium. Cara buatnya juga terbilang cukup mudah, Pak. Pertama, kita harus mencuci kelopak bunga mawar itu sampai bersih. Kemudian dicincang-cincang sedikit. Kedua, masukkan cincangan bunga itu ke dalam mangkuk bersama air sulingan. Lalu diamkan satu malam dengan ditutupi selembar kain tipis. Ketiga, didihkan air mawar itu ke dalam panci kemudian saring dan masukkan ke dalam botol parfum. Sudah, Pak. Selesai.”
“Sesederhana itu?” tanya Cleo.
Ia tidak terima. Ternyata, sesuatu yang ia cari mati-matian bisa dibuat dengan cara semudah dan sesederhana itu.
Lalu, untuk apa dirinya dulu pergi ke luar negeri untuk mengunjungi berbagai gerai parfumebranded yang mahal.
“Iya, Pak,” kata Lana.
Cleo memijat keningnya. “Kamu aneh,” katanya kemudian.
“Maaf?” tanya Lana yang merasa heran.
“Untuk apa membuat parfum sendiri jika kamu bisa mendapatkannya dengan cara yang lebih mudah dengan membelinya.”
Lana yang merasa tidak terima dihina seperti itu. Menyahut tanpa berpikir lebih panjang terlebih dahulu.
“Maaf, Pak. Anda yang terlahir dari keluarga kaya mungkin tidak akan pernah bisa memahami pemikiran gadis miskin seperti saya. Saya melakukan ini untuk menghemat pengeluaran saya. Sesuatu yang mungkin tidak pernah Anda lakukan. Kalau tidak ada lagi hal yang bisa saya bantu. Saya akan pulang. Ini sudah melebihi jam kerja.”
Lana menengok jam dinding. Sudah pukul 16:30. Tepat, sudah waktunya pulang. Seharusnya ia sudah pulang 30 menit yang lalu.
“Permisi.” Lana beranjak pergi.
Cleo mengepalkan kedua tangannya. Wanita itu!
Ia menyeringai tajam. Selama ini belum pernah ada orang yang berani berbicara seperti itu padanya.
“Aku Cleo Fernandez! Beraninya wanita itu mengatakan hal seperti itu padaku! Lihat saja nanti. Lana, kau akan menyesal!” geramnya dalam hati.
Tok! Tok!
Seorang wanita cantik yang seksi mendekat, menghampiri Cleo. Wanita yang sama yang membawa Lana masuk ke dalam ruangan.
“Masukkan kembali dokumen itu ke dalam map besar dan simpan di ruang arsip seperti semula!” perintah Cleo.
“Baik, Pak.”
Tapi, karena rasa penasaran. Sekretaris wanita itu memberanikan diri bertanya.
“Maaf, Pak. Kalau saya boleh tahu. Mengapa Anda mengambil kembali berkas project yang sudah selesai dan tertata rapi di ruang arsip lalu mengacak kembali tata letaknya?”
Cleo melirik wanita itu dengan lirikan mata yang tajam. Wanita itu bergidik ngeri. Seolah tatapan mata Cleo sanggup menusuknya.
“Itu bukan urusanmu! Semenjak kapan kau mulai ikut campur dalam setiap hal yang aku lakukan.”
Dengan gemetaran wanita itu menunduk. “Maaf, Pak. Saya telah lancang.”
Cleo mendengus dengan geram.
***
Sepanjang perjalanan pulang. Lana tidak bisa tenang. Ia begitu menyesali perbuatannya barusan. Seharusnya ia bisa menahan diri. Seharusnya ia tidak mengatakan hal itu kepada Cleo yang notabene adalah CEO perusahaan tempatnya bekerja sekarang.
Baru saja ia ingin memutar gagang pintu. Seseorang mengagetkannya.
Dor!
“Argh! Reno!”
Lana mencubit pinggang temannya itu dengan gemas.
“Nih,” katanya sambil menyodorkan sebuah bungkusan.
Lana mengambil bungkusan itu. “Terimakasih.”
“Ren, menurutmu kalau kita menyinggung. Ah, lupakan!” kata Lana dengan cepat.
Ia bingung. Haruskan ia menceritakan semuanya pada Reno. Tapi, mengingat sifat Reno yang seperti itu. Pria itu pasti hanya akan menertawakannya.
Tapi, ia tidak bisa memendamnya sendiri.
“Menurutmu. Kalau kita membuat bos kita marah apa yang akan terjadi?” tanyanya dengan harap-harap cemas.
Reno nampak berpikir sejenak. Sebelum melakukan gerakan yang membuat Lana marah.
Ia menggerakkan tangannya seolah memotong leher.
“Reno!”
Pria itu tertawa, sebelum Lana mencubitnya lagi pria itu sudah terlebih dahulu pergi dan melambaikan tangan pada Lana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Yoake Ryo Kanbara
nah authornya ngasih tips bikin parfume.. tapi itu beneran?
2020-03-30
6
kanjeng ribet 💃💃
bikin sndiri y ?? yah gk jadi beli deh..
orang gk ada yg jual
2020-01-27
8
Dewi Rian
bukannya awal tadi sekretaris nya cowok ya? kalau nggak salah
2019-10-30
2