My Psychopaths CEO
Bagian 11 : Bahasa Wanita
By Ika SR
“Kau sudah menyiapkan semua berkasnya?” tanya Cleo yang sedang bercermin sembari memasang dasi.
Lana yang sedang fokus merapikan data hanya mengangguk. Anggukan yang tentu saja tidak terlihat oleh Cleo yang berdiri membelakanginya. Merasa tak diacuhkan, Cleo menoleh. “Kau mengabaikanku?”
Lana yang sedikit tersentak dengan nada dingin Cleo langsung berdiri dan membungkuk. “Maaf, Pak. Semua berkasnya sudah saya persiapkan.”
Cleo menggeleng pelan, menahan rasa dongkolnya. Lalu kembali memakai dasinya.
Lana masih berdiri di tempatnya semula. Meskipun ia sudah beberapa hari bersama dengan Cleo, namun ia masih saja belum terbiasa dengan sikap bosnya itu.
“Pastikan semuanya berjalan sempurna!”
“Baik, Pak.”
Tak lama kemudian, mereka berdua berangkat. Lana memesan sebuah taksi dan menuju ke sebuah tempat yang sebelumnya telah direservasi untuk pertemuan dengan klien.
Seorang pria yang seumuran dengan Cleo dan asistennya yang seksi telah menunggu kedatangan mereka. Begitu melihat Cleo, pria itu langsung berdiri dan menyambutnya.
“Selamat datang Pak Cleo.”
Cleo menyambut uluran tangan pria itu dengan enggan. Mereka berempat duduk. Berbasa-basi sejenak, memesan menu ringan dan mulai membicarakan proyeknya.
“L Construction adalah perusahaan konstruksi yang terhebat di kota ini, Pak. Saya rasa Anda tidak akan rugi jika bekerja sama dengan kami. Kami selalu menggunakan bahan yang berkualitas, design yang menarik, kokoh dan awet. Kami juga telah membuat rancangan bangunannya. Anda tinggal duduk manis dan kami akan memastikan semuanya berjalan sesuai dengan keinginan Anda.”
Cleo mengangguk, tangannya membuka lembar demi lembar proposal proyek yang diajukan pria itu.
“Ah, saya belum memperkenalkan diri saya. Nama saya Lyn. Wanita cantik yang sedang duduk di samping saya ini adalah Marina, asisten pribadi saya.”
Cleo mengalihkan pandangannya menuju wanita yang diperkenalkan Lyn. Wanita itu tersenyum padanya. Cleo mengangguk, mengalihkan lagi fokusnya ke dokumen yang tengah di pegangnya. Cleo menampilkan wajah datarnya yang tanpa emosi.
Sementara itu, Lana merasa tidak nyaman dengan tatapan sengit wanita yang duduk di hadapannya itu.
Marina memandang Lana dari ujung atas sampai ujung kaki, seolah mencari setiap titik kelemahan Lana. Lana yang merasa seolah ditelanjangi dengan tatapan Marina mulai merasa risih.
Wanita itu seolah sedang membandingkan tubuhnya dengan tubuh Lana. Tatapan mata Marina terkunci pada dada Lana yang sedikit menonjol karena blus ketat yang dikenakannya.
Wanita itu lalu menolah miliknya sendiri dan tersenyum puas mengetahui ia unggul soal ukuran.
Lyn terus saja mengoceh tentang perusahaan miliknya, menonjolkan setiap kelebihannya.
Cleo tampaknya tak terlalu menggubrisnya.
Lana menghela nafas pelan. Ia kira klien yang dimaksud Cleo adalah klien yang sangat penting jadi mereka harus berusaha semaksimal mungkin mendapatkan kepercayaan kliennya. Ternyata, yang terjadi adalah yang sebaliknya.
Lana memijat keningnya. Lyn pria itu terus saja berbicara. Tanpa jeda dan tanpa koma.
“Permisi, Pak. Saya ingin pergi ke belakang sebentar.”
Cleo mengangguk, seolah tak peduli.
Lana segera beranjak menuju kamar mandi. Marina, wanita itu juga mengikutinya.
Setelah buang air kecil, Lana mencuci tangannya di wastafel. Marina melakukan hal serupa.
Ia merogoh sesuatu dari dalam dompet kecilnya dan mengeluarkan sebuah lipstik.
Mengoleskannya setebal mungkin pada bibirnya yang sudah berwarna merah merona. “Kau tahu. Kecantikan adalah aset terbesar wanita,” ucapnya kemudian sambil melirik Lana.
Lana tersenyum. Ia tahu benar apa maksud Marina. Percakapan rumit yang hanya dimengerti oleh kaum wanita.
“Ya. Tapi, wanita cantik yang tidak memiliki otak sama seperti sebuah bunga dalam vas ruang tamu yang akan segera layu dan dengan mudahnya bisa digantikan oleh yang lain.”
Marina menatap Lana dengan tatapan benci yang kentara. “Apa maksudmu?”
Lana balik menghadap Marina, menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Memandang wanita itu dari atas sampai bawah. Persis seperti yang Marina lakukan kepadanya tadi.
Lana tahu benar. Ia akan diinjak-injak jika tidak melawan.
Menjadi sedikit kejam adalah sebuah tuntutan untuk bertahan. Ia tidak boleh goyah oleh hal sepele seperti ini.
“Kau lihat! Tidak ada wanita pintar yang akan memakai rok setinggi itu.”
Tangan Marina hampir saya melayang tepat di pipi Lana jika saja Lana tidak sigap menahan tangan wanita itu.
“Ada gunanya juga aku berlatih silat dengan Reno,” guman Lana dalam hati.
“Kau harusnya tahu kalau rokmu itu lebih pendek ketimbang celana dalammu!”
Tangan wanita itu bergetar dalam cengkeraman Lana menandakan wanita itu sedang menahan amarahnya sekuat tenaga.
“Kenapa? Kau marah. Kalau kau ingin dihargai. Belajarlah untuk menghargai orang lain.”
Lana menghempaskan tangan Marina lalu ia beranjak keluar. Tepat sebelum Lana keluar dari kamar mandi.
Wanita itu mengatakan hal lain yang membuat Lana semakin jengkel. “Apa kau merayu dan meniduri bosmu?”
Amarah Lana bangkit. Selama ini ia banyak mendapatkan hinaan dan cacian karena ia anak yatim piatu. Tapi, belum pernah ada yang sekurang ajar ini.
Lana membalikkan badannya, berhadapan dengan wanita itu lagi. Kali ini Marina menjadi lebih berani. Ia mendekati Lana, bersedekap. Memandang Lana dengan tatapan merendahkan. Seolah Lana adalah wanita murahan.
“Hentikan! Kita akan jadi rekan kerja. Jangan membuat semuanya menjadi lebih rumit!” perintah Lana yang berusaha menahan amarahnya yang hampir meledak.
Marina terkekeh. “Kau pikir siapa yang memulai semua ini?”
“Kau pikir aku tak tahu apa maksud perkataanmu tadi,” tantang Lana.
“Baguslah! Kalau kau tahu diri. Aku lebih pantas untuk duduk di samping Pak Cleo ketimbang dirimu!” ejek Marina.
Mata mereka berdua beradu tatap.
Lana tersenyum, Marina merasa semakin bingung dan marah karena perkataannya hanya dianggap angin lalu oleh Lana.
“Kau yakin? Maaf saja. Tapi kau salah paham. Hubunganku dengan Pak Cleo hanyalah sebatas atasan dan bawahan saja. Aku sama sekali tidak pernah menggoda atau merayu bosku seperti yang kamu lakukan dan maaf saja posisi Pak Cleo terlalu tinggi untuk wanita rendahan sepertimu!”
Marina semakin melotot pada Lana. “Kita lihat saja nanti!”
Ia beranjak keluar. Membanting pintu kamar mandi dengan kasar dan membuat Lana sedikit terhenyak. Air mata Lana hampir merembes keluar. Dengan segera Lana menghapusnya.
“Lana, kamu harus tenang. Jangan marah. Kamu harus kuat,” ucapnya pada diri sendiri.
Ia segera keluar menyusul. Duduk di tempatnya semula. Kejengkelan Lana bertambah ketika wanita itu berusaha mencuri perhatian Cleo dengan menyodorkan makanan padanya.
Tapi, usahanya sia-sia. Cleo tetap dingin, sedingin es batu yang membeku. Sikap dingin yang ditunjukkan Cleo membuat Lana ingin tertawa dengan keras.
“Wanita ini belum tahu saja bagaimana sifat CEO-nya yang satu ini,” batin Lana. Ia tersenyum penuh kemenangan pada Mariana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
@. mm03
boom..like buat Lana.👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍 kak author semangat 😊✌️
2021-11-27
0
santiezie
haha bguss Alana...
harus tegas klw ada yg merendahkan
2020-09-26
3
Thutich
haha benar itu, percuma cantik..klo ngk punya otak...🤭🤭 mantul ceritanya Thor
2019-08-18
18