My Psychopaths CEO
Bagian 10 : Sekamar
By Ika SR
Taksi yang ditumpangi mereka berdua berhenti di depan sebuah hotel mewah. Cleo langsung keluar begitu saja. Tanpa menunggu Lana.
Setelah membayar argo dan mengambil koper dalam bagasi. Lana segera menyusul Cleo yang tengah berdiri di depan meja receptionist.
Lana menundukkan pandangannya, tak berani menatap mata Cleo. Karena ia tahu, bosnya pasti merasa sangat kesal padanya.
“Kamu yakin? Tidak ada lagi?” tanya Cleo pada sang receptionist. Berusaha memastikan sesuatu.
“Maaf, Pak. Karena mendekati weekend. Seluruh kamar telah penuh. Hanya ada satu kamar kosong. Bagaimana, apakah Anda berkenan?” tanya wanita itu dengan ramah.
Cleo memandang Lana yang berdiri di belakangnya.
Tapi, Lana berpura-pura sedang melihat ke arah lain. Akhirnya dengan kesal ia mengangguk pada wanita itu. Begitu mendapatkan kunci kamar, Cleo segera beranjak dengan Lana yang terus mengekor di belakangnya.
125.
Nomor kamar itu. Cukup luas, dengan satu ranjang berukuran king size yang terletak di tengah ruangan. Tanpa basa-basi Cleo membuka kemejanya dan menampilkan tubuh atletisnya yang hanya terbungkus singlet.
Lana yang disuguhi pemandangan seperti itu tak bisa berkedip. Bagaimanapun juga, pemandangan di hadapannya itu dapat menggugah wanita manapun di dunia.
“Koper,” kata Cleo tanpa yang masih memunggungi Lana.
“Hah?” ulang Lana dengan kikuk.
Cleo berbalik, menatap Lana. Kemudian memijat pelipisnya. “Seharusnya aku tak mengajak gadis bodoh ini ikut hanya karena aku merindukan aroma parfum itu,” sesalnya dalam hati.
“Koperku! Kemarikan!”
Lana yang akhirnya bisa terbebas dari jerat pesona Cleo memberikan koper yang dipegangnya pada Cleo.
“Ini Pak.”
Cleo mengambilnya, menyeretnya menuju lemari dan menata seluruh barang bawaannya di sana.
Lana yang belum paham dengan situasi saat ini, memberanikan diri untuk bertanya. “Maaf, Pak. Apakah nanti kita akan tidur seranjang?” tanyanya dengan lugu.
Cleo berusaha menahan tawanya, baru kali ini ada seorang wanita yang bertanya seperti itu padanya dengan nada yang belum pernah didengar Cleo sebelumnya.
“Menurutmu?” tanya Cleo yang telah berhasil menjaga suaranya agar tetap datar.
Lana hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu tidur di lantai!”
Perkataan dingin Cleo barusan seperti tusukan es bagi Lana.
“Pria ini begitu kejam,” katanya dalam hati. Wajahnya sendiri tak dapat menyembunyikan raut cemberut di bibirnya.
Cleo menoleh, “Kamu mau protes?”
Lana dengan cepat menggeleng.
“Harusnya kau bersyukur. Aku mengijinkanmu masuk. Kau ingat! Salah siapa ini semua?”
Lana hanya bisa membungkuk dan meminta maaf. “Saya tidak akan mengulanginya lagi, Pak.”
“Sabar, Lana. Ingat! Kamu masih butuh makan,” ucap Lana dalam hati.
Cleo tak menyahut, ia mengambil sebuah bathrobe dan menuju kamar mandi.
Begitu pintu kamar mandi ditutup. Lana menarik nafas lega.
***
Mereka tidur saling memunggungi.
Cleo tidur di atas. Sementara Lana berbaring di bawah. Untung saja, lantainya dilapisi karpet bulu yang cukup tebal. Setidaknya dinginnya lantai dapat sedikit terhalang. Lana menggunakan salah satu tangannya sebagai bantal. Tanpa selimut. Sudah pukul 10 malam. Matanya bahkan sudah pegal terpejam, tapi ia sama sekali tak bisa tidur.
Setelah mencoba memejamkan mata cukup lama, akhirnya ia tertidur pulas.
Cleo merapatkan selimutnya. Ia tak dapat tidur. Udara cukup dingin malam ini. Meskipun ia sudah menaikkan suhu AC di kamar tapi, hawa dingin di kota Bandung pada malam hari masih cukup terasa.
Cleo mengubah posisi tidurnya menjadi telentang. Ia menoleh pada Lana. Ada sedikit rasa iba di hatinya.
Ia yang tidur memakai selimut saja masih merasakan dingin. Apalagi gadis itu, yang tidur di bawah.
Cleo akhirnya mengalah pada dorongan hati kecilnya. Ia menyingkap selimutnya. Mendekati Lana, mencoba membangunkan gadis itu. Menyuruhnya untuk tidur di ranjang. Tapi, gadis itu tertidur pulas.
“Kau tertidur seperti beruang,” ujar Cleo. Ia tersenyum kecil.
Dengan perlahan, ia menggendong Lana. Gadis ini terlampau ringan untuknya. Ia meletakkannya di ranjang dengan hati-hati. Menyelimuti tubuhnya. Cleo kemudian berbaring di sampingnya. Tidur menghadap Lana.
“Cantik,” katanya. Pandangannya menelusuri wajah Lana. Kemudian turun ke bawah. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menghalau pikirannya dan menahan tangannya untuk tidak meremas aset milik gadis itu.
Pria tetaplah pria. Apalagi dihadapkan pada tempat dan timing yang mengundang.
“Tidak Cleo! Bukan sekarang saatnya!” batinnya.
Cleo beringsut mendekat agar aroma gadis itu lebih tercium. Cleo mencium aromanya dalam-dalam. Meskipun dingin, tapi hatinya merasakan kehangatan yang menenangkan. Cleo memejamkan matanya.
Tak disangkanya, Lana. Gadis itu menggeliat dan memeluknya erat seolah dirinya adalah sebuah guling.
“Hei!” kata Cleo. Gadis itu tak bergeming malah semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam dada Cleo.
Tubuh mereka menempel erat. Dada Lana bahkan menekan perut Cleo. “Hei!”
Gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Akhirnya Cleo mengalah, ia mulai memejamkan matanya. Toh, ia tidak rugi dipeluk seperti ini. Belum sempat Cleo tertidur. Kaki Lana mulai ikut memeluk Cleo. Cleo yang mulai terasa terganggu mendorong tubuh Lana menjauh. Tapi, gadis itu memeluknya dengan kuat. Ia merasa sedikit kesulitan bernafas. Semua wanita yang pernah tertidur dengannya tidak ada yang sekuat Lana saat memeluknya.
“Hei! Lepaskan!”
Cleo mendorong kepala gadis itu. Sia-sia.
Sudahlah. Karena pasrah, akhirnya ia memilih untuk terlelap dalam tidurnya. Dalam kehangatan.
***
Lana mengusap-usapkan kepalanya dalam guling hangat yang tengah dipeluknya.
Pikirannya terus memikirkan sesuatu. Semalam ia bermimpi indah. Guling dan tempat tidur ini terasa sangat nyaman malam ini. Lebih hangat, empuk dan harum dari biasanya. Lana memeluk gulingnya lebih erat.
Ia harus berangkat lebih pagi hari ini. Tapi, kenapa sepertinya ada sesuatu yang ia lupakan.
“Bosnya? Meeting? Bandung?”
Ah, iya. Semalam ia sampai di Bandung dan ia sedang tidur di lantai. Tunggu!
Lana membuka matanya. Tak terlihat apa-apa. Karena ia mendekap “gulingnya” terlalu erat.
Ia sedikit memundurkan kepalanya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah seorang pria yang begitu tampan bak seorang dewa.
Lana mengelus wajah pria itu dengan jari jemarinya. Halus, bulu matanya lentik. Cantik, sangat cantik. Batin Lana.
Pria itu membuka matanya. Matanya biru, biru sebiru lautan. Mata yang belum pernah Lana lihat selama ini. Mata indah yang menambah keindahan wajahnya. Imajinasi Lana bertambah liar.
“Bagaimana rasanya terbangun setiap hari dan mendapatkan pemandangan seperti ini setiap kali ia terbangun?” tanyanya dalam hati.
Pria itu memandangnya. “Singkirkan tanganmu dari wajahku!” katanya ketus.
Batin Lana tersentak hebat. Cleo? Pria ini Cleo? Bosnya? Tapi, matanya?
Dengan cepat, ia menarik tangannya.
“Maaf, Pak.”
“Kakimu juga!”
“Ha?”
Cleo memandang bawah. “Kaki.” Ulangnya.
Setelah menyadari keberadaan kakinya yang memeluk erat pinggang Cleo. Dengan sangat malu, Lana menarik kakinya.
“Maaf, Pak,” katanya lagi.
Cleo memejamkan matanya dengan acuh. Berbeda dengan Lana, wajahnya sudah bersemu merah bak tomat yang sudah siap masak. Wajah Cleo sangat dekat dengannya. Ia hanya bisa memandangnya dengan tatapan kagum sekaligus malu.
“Kau bisa mundur?” tanya Cleo dengan mata terpejam.
“Ha?” tanya Lana yang masih belum mengerti.
Cleo membuka matanya. “Kau tidak lihat. Kau melanggar batas bagianmu. Aku hampir terjatuh,” kata Cleo sambil memberi kode.
Lana bangkit dan tambah malu ketika melihat ia menggusur tempat Cleo dan pria itu berada di pinggir ranjang. Benar-benar hampir terjatuh.
Lana beringsut menjauh.
Tunggu!
“Maaf, Pak. Bukankah kemarin malam saya tidur di lantai. Kenapa saya bisa ada di sini?”
“Menurutmu?”
Cleo menutup matanya lagi. “Kau merangkak naik ke sampingku tadi malam,” elaknya.
Mendengar hal itu. Wajah Lana semakin merona. Bagaimana mungkin ia melakukan hal itu pada bosnya. Kalau dipikir-pikir, itu mungkin benar. Mengingat ia sendiri salah mengira tubuh Cleo sebagai guling.
“Kau membuatku hampir kehabisan nafas tadi malam.”
“Argh! Kenapa pria ini mengatakan hal ini. Membuatku semakin malu,” erang Lana dalam hati.
“Maafkan saya, Pak.”
Lana segera beranjak bangkit menuju kamar mandi. Baru saja kakinya menapak lantai. Cleo sudah berbicara terlebih dahulu, “Berkacalah!”
Perkataan Cleo hampir saja menusuk hati Lana jika saja pria itu tidak melanjutkan ucapannya, “Rambutmu seperti ekor kucing yang ketakutan.”
Lana segera berlari menuju kamar mandi. Menutup pintu dengan cepat dan menatap kaca. Benar saja! Rambutnya naik ke sana ke mari. Argh! Bagaimana ini?
Selama 24 tahun hidupnya, ini adalah kali pertama ia tidur seranjang dengan pria. Ah, bagaimana ini. Bagaimana jika semalam ia melakukan hal yang aneh-aneh pada Cleo.
Sementara itu. Dari balik selimutnya, Cleo tersenyum kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Leni Ani
lana bodoh😅🤣🤣🤣
2021-03-28
0
Dunia haluu😍
hajhahahhahhah😂😂😂😂
2020-04-30
3
Thinkerbell-nya chanyeol😍
Gemassss akuuu nyaaa
2020-02-25
3