My Psychopaths CEO
Bagian 16 : Khawatir
By Ika SR
Seorang dokter wanita keluar dari ruangan UGD. Dengan cepat Lana menghampirinya, ia berusaha memastikan kondisi Cleo.
“Bagaimana dok?” tanya Lana.
Dokter itu melepaskan maskernya. “Kondisi suami Anda cukup parah. Luka tusukannya cukup dalam. Ia kehilangan banyak darah. Untungnya, tusukan itu tidak mengenai organ vitalnya. Sekarang, kami akan melakukan prosedur operasi.”
Lana sedikit merasa gugup. “Operasi Dok?”
“Iya, Ibu sebaiknya segera mengurus biaya administrasinya. Agar suami Ibu bisa cepat dioperasi.”
“Suami?” ulang Lana. Sedari tadi dokter itu menyebut Cleo sebagai suaminya.
“Iya, bukankah pria itu adalah suami Anda?”
Tak mau ambil pusing, Lana mengangguk.
“Saya permisi.”
“Iya, Dok. Terimakasih.”
01:00
Lana masih menunggu di depan ruang operasi. Sudah 2 jam lamanya, tapi mengapa belum ada yang keluar. Mengapa ini lama sekali?
Beberapa menit kemudian. Dokter yang mengoperasi Cleo keluar.
“Bagaimana, Dok?” tanya Lana dengan antusias. Ia bahkan hampir saja menabrak dokter itu jika saja ia tidak cepat mengerem kakinya.
Dokter itu terlihat agak terkejut. Tapi, ia memasang wajah sebiasa mungkin.
“Suami Anda baik-baik saja. Operasinya berjalan dengan lancar jadi Anda tidak perlu khawatir. Sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang perawatan.”
Lana menarik nafas lega. Ia begitu bersyukur karena kondisi Cleo sudah lebih baik.
Tik Tok! Tik Tok!
Lana menunggu Cleo siuman. Sudah 4 jam lamanya, ini sudah hampir subuh.
Pria itu bak pangeran salju yang terlelap dalam tidurnya dan menunggu sang putri datang untuk menyelamatkannya.
Lana tidak bosan-bosannya memandang wajah Cleo. Jika, mengesampingkan sikapnya yang agak menyebalkan dan dingin Cleo adalah pria yang sangat menawan.
Lana mengelus rambut Cleo dengan lembut.
Karena kehilangan cukup banyak darah, Cleo harus mendapatkan transfusi darah. Selang darah terpasang di tangan kanannya menggantikan selang infus yang tadinya terpasang.
Lana sengaja tidak tidur agar ia bisa berjaga dan memantau jikalau nanti isi darah di kantong itu habis.
Meskipun sekarang udaranya terasa cukup dingin. Tapi, kening Cleo berkeringat. Hal itu membuat Lana berkali-kali harus mengelap dahi Cleo yang basah dengan tisu yang ada atas meja kamar inap.
Mata Lana hampir saja terpejam tatkala ia mendengar suara Cleo.
“Pak?” tanya Lana yang terbangun, ia yakin tadi ia mendengar Cleo mengatakan sesuatu. Apa pria itu mengucapkan kata “Ibu”?
Mata Cleo masih terpejam, namun kata itu masih keluar dari mulutnya.
“Ya, Pak?”
“Ibu.”
“Ibu?”
Karena merasa simpati. Lana memegang tangan Cleo, menggenggamnya erat.
“Ya, Ibu di sini,” ucap Lana dengan mata berlinang. Ia mengelus rambut Cleo.
“Ibu ada di sini. Ibu tidak akan meninggalkanmu. Tidur yang nyenyak,” ujar Lana.
Seperti dirinya, Lana tahu betul pria itu pasti sangat merindukan ibunya.
Berkat asupan gosip dari Magrieta. Lana bisa mengetahui banyak hal tentang Cleo, termasuk fakta bahwa Cleo yatim piatu. Sama sepertinya, rasa rindunya pasti sangat menyesakkan dada.
Cleo terdiam, ia kembali tertidur. Menggenggam balik tangan Lana dengan erat.
Lana menghapus air matanya begitu melihat seseorang membuka pintu. Seorang pria tegap yang memakai setelan jas hitam. Pria itu, Lana mengenalinya. Pria yang selalu mengikuti Cleo.
Pria itu membungkuk. Lana ingin membalasnya. Tapi, ia tertahan karena Cleo memegang tangannya dengan erat. Seolah mencegah dirinya pergi, meninggalkannya.
“Pak Roy?”
Pria itu mengangguk. “Saya datang karena mendengar Pak Cleo terluka.”
Lana mengangguk. “Ya.”
“Dan ini salahku,” lanjut Lana dalam hati.
Roy mendekat. “Nona Lana. Bolehkah saya minta tolong pada Anda?”
Lana mendongak pada Roy yang berdiri di hadapannya. “Ya, tentu. Apa yang bisa saya bantu?”
“Tolong jaga Cleo dengan baik. Dia bukan orang yang jahat. Saya sudah menganggapnya seperti adik saya sendiri. Meskipun terkadang dia bersikap kejam dan dingin atau perkataannya menusuk hati tapi ia tidak akan menyakiti Anda. Jika Anda mengenalnya lebih jauh, Anda pasti akan tahu seberapa baik Cleo. Jangan meninggalkannya karena hal apa pun. Anda harus berjanji.”
Lana mengangguk. Cleo menyelamatkan nyawanya. Bagaimanapun juga, ia harus membalasnya.
“Saya janji, Pak. Saya berhutang nyawa padanya. Saya akan tetap berada di sisinya untuk menjaganya.”
“Saya pegang janji Anda, Nona Lana. Mungkin Cleo terlihat kuat dari luar. Tapi, sebenarnya ia rapuh. Hanya Anda yang bisa saya andalkan untuk menjaganya. Saya mohon,” ucap Roy sembari membungkuk lagi.
Lana merasa tidak enak hati, ia memandang wajah Cleo lagi. Pria itu terlihat lebih tenang.
“Saya permisi,” kata Roy.
“Anda tidak menunggu Pak Cleo di sini?” tanya Lana.
Roy hanya tersenyum. “Dia lebih membutuhkan Anda. Saya akan mengawasi dari kejauhan.”
08:00
Seorang perawat datang membawakan makanan. Lana menerimanya dan meletakkannya di meja.
Ia mencoba melepaskan genggaman tangan Cleo. Untung saja, genggamannya sedikit mengendur jadi Lana bisa pergi ke toilet sebentar. Toiletnya ada di dalam ruangan sehingga Lana tak perlu khawatir meninggalkan Cleo terlalu lama.
Begitu selesai dan membasuh tangan, Lana kembali. Tapi, alangkah terperanjatnya ia begitu mengetahui tempat tidur Cleo kosong. Cleo bahkan mencabut selangnya dengan paksa. Ke mana pria itu pergi?
Lana menelusuri setiap sudut ruangan dengan panik.
Cleo menghilang!
“Ah, ke mana dia? Aku baru meninggalkannya sebentar. Tapi, ia sudah menghilang!”
Dengan tergesa-gesa, Lana membuka pintu. Lorong lantai ini kosong.
Ia belum lama pergi ke kamar mandi. Seharusnya Cleo belum jauh. Benar saja, ia menemukannya mencoba turun menggunakan lift. Dengan sigap Lana menghentikan liftnya.
Ia menatap Cleo yang berusaha kabur dengan kesal.
Cleo menatapnya dengan bingung. Lana ingin memarahi pria itu. Tapi. Ia mengurungkan niatnya begitu melihat wajah Cleo yang masih pucat. “Anda ingin pergi ke mana?”
“Kupikir kau meninggalkanku sendiri.”
Suara Cleo terdengar lunak, tak seperti biasanya. Pria itu masih memegang perutnya yang tertutup baju.
“Saya tak mungkin meninggalkan Anda sendiri. Kemarilah.”
Lana mengulurkan tangannya.
“Tidak! Aku ingin pulang. Aku tidak suka berada di sini.”
Lana mendengus pelan. “Iya, kita akan pulang. Tapi, bukan hari ini. Luka Anda belum kering sepenuhnya. Anda baru saja di operasi. Jadi, saya mohon beristirahatlah sebentar di sini.”
Cleo menurut. Ia membiarkan Lana menuntunnya kembali ke kamar.
“Berbaringlah. Saya tidak akan meninggalkan Anda. Saya panggil perawat dulu sebentar.”
Tak berapa lama, perawat datang dan memasang kembali selang infus di tangan Cleo.
Lana menyelimuti tubuh Cleo.
“Apa kau merasa kepanasan?” tanya Lana dengan logat santai. Ini bukan jam kerja. Jadi, ia mungkin bisa berbicara informal pada Cleo. Cleo mengangguk lemah. Lana mengatur suhu AC di ruangan itu, meskipun ia sendiri sudah merasa kedinginan.
“Bukan karena hawanya. Tapi, tubuhku terasa panas.”
“Itu karena transfusi. Sebagian orang akan merasakan sensasi panas,” jawab Lana dengan sabar.
Dengan sigap ia menahan tangan Cleo yang berusaha mencabut selang infusnya. “Jangan nakal. Kau kehilangan banyak darah.”
Cleo mendengus kesal.
“Tidurlah.”
“Aku tidak mengantuk.”
“Kalau begitu kau mau makan?”
“Aku tidak lapar.”
“Em, kau mau menonton TV?” tanya Lana sembari menunjuk TV besar yang ada di hadapan mereka.
“Tidak ada acara yang bagus.”
“Kalau begitu, apa yang ingin kau lakukan?” tanya Lana dengan bingung.
“Diamlah. Aku pusing,”
Lana menggeleng perlahan. Saat ini ia benar-benar merasa seperti seorang ibu yang sedang menunggu anaknya yang sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
NouRa Sihombing
hahahaha diamlah aku pusing ngakak so hard 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aww sweeettt thorr.....😋😋
2019-10-22
11
Efer 🐨🐨
sweett❤️❤️
2019-09-18
6
Thutich
semoga dengan kehadiran Lana ,bisa membuat Cleo lebih baik.... semangat nulisnya Thor 💪💪
2019-08-19
18