My Psychopaths CEO
Bagian 6 : Bertemu
By Ika SR
Lana meletakkan tasnya di belakangnya.
Huft... jam 8 tepat.
Untung saja dia tidak terlambat. Jalanan Jakarta pagi ini begitu ruwet. Hampir semua ruas jalan macet. Tapi, untungnya ia berangkat lebih awal hari ini sehingga ia bisa sampai tepat waktu.
Belum genap 5 menit ia duduk, seorang wanita cantik menghampirinya.
“Nona Lana?” tanyanya begitu sampai di hadapan Lana.
Lana yang tak menyangka dirinyalah yang sedang dicari. Menoleh dengan terkejut. “Iya?”
“Pak Cleo memanggil Anda ke ruangannya sekarang?”
“Maaf?” tanya Lana balik. Siapa itu Cleo?
Magrieta yang duduk tepat di sampingnya menggeser kursinya mendekat pada Lana. “Lan? Cleo itu CEO Perusahaan ini. Tapi, buat apa dia memanggilmu?” bisiknya.
Lana hanya bisa diam termangu. CEO? Buat apa dia memanggil Lana? Apakah ia melakukan kesalahan fatal hingga pemimpin tertinggi perusahaan memanggilnya?
“Ah, iya. Saya akan menemuinya,” kata Lana kemudian.
“Baik, silahkan ikuti saya,” jawab wanita itu.
Dada Lana berdegup kencang. Ia mengikuti langkah wanita itu tepat di belakangnya. Ini adalah kali pertamanya bekerja dan sekarang ia akan bertemu dengan seseorang yang memiliki jabatan tinggi.
Ini juga merupakan kali pertama dalam hidupnya. Lana hanya bisa berharap semoga tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi.
Mereka berdua menaiki lift menuju lantai 10. Divisi dimana Lana ditempatkan sekarang berada di lantai 8. Jadi, ini tidak akan memakan waktu yang terlalu lama.
Menurut kabar, lantai 10 hanya boleh dimasuki oleh orang-orang penting saja. Karena itulah tempat pemimpin tertinggi perusahaan.
Mereka berhenti tepat di depan pintu ruangan pemimpin.
“Nona Lana, mohon tunggu sebentar ya.”
Lana mengangguk, tangannya gemetaran sekarang.
Tok! Tok!
Wanita itu mengetuk pintu terlebih dahulu. Kemudian melangkah masuk.
“Permisi, Pak.”
Cleo yang sedang disibukkan dengan beberapa berkas yang menumpuk di hadapannya menoleh.
“Saya sudah memanggil Nona Lana. Dia sekarang berada di luar, Pak.”
Cleo mengalihkan pandangannya lagi ke berkas yang sedang diperiksanya. “Suruh dia masuk!” perintahnya dengan nada dingin.
“Baik, Pak.”
Cleo menghentikan aktivitasnya begitu wanita itu membalikkan badan. Ia menyungingkan sebelah bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang terlihat cukup seksi sekaligus licik.
Semalam sebuah ide terbesit di benaknya. Ia merindukan aroma itu lagi. Oleh karena itu, ia memutuskan memanggil wanita itu agar ia bisa mencium aroma yang dulu selalu membuatnya merasakan kehangatan. Aroma ibunya.
Seorang wanita muda masuk. “Permisi, Pak. Anda memanggil saya?” tanya Lana dengan harap cemas.
Cleo mendongak, memandang wanita yang berdiri di hadapannya. Jarak yang terpaut di antara mereka hanya sekitar 2 meter. Jarak yang cukup bagi Cleo untuk mencium bau parfum itu lagi.
Cleo termenung sejenak. Membiarkan aroma ini menembus hatinya dan berubah menjadi kenangan-kenangan manis yang pernah ia lewati bersama ibunya dulu.
Hanya itulah satu-satunya hal yang masih membuat Cleo sadar bahwa ia pernah bahagia.
Dulu.
Ia merindukan kebahagiaan itu. Tanpa ia sadari, mata Cleo berkaca-kaca.
Lana yang melihatnya menjadi bimbang. “Pak? Anda baik-baik saja?” tanya Lana dengan cemas. Meskipun ia sendiri tak kalah merasa cemas.
Pria yang ia temui di eskalator dan yang salah mengiranya sebagai salah seorang kenalannya adalah seorang CEO.
Pria tampan itu? CEO perusahaan ini!
Dengan cepat Cleo mengalihkan wajahnya. Bagaimana mungkin ia bisa seperti ini. Ia hampir saja menangis di depan wanita ini.
Menangis bukanlah ciri khas Cleo Fernandez.
“Ah, Saya baik-baik saja,” jawab Cleo.
Suaranya terdengar begitu dingin. Begitu dinginnya hingga hampir membentuk kristal es yang menusuk Lana.
Cleo mengamati wanita yang ada di hadapannya dengan saksama. Dari atas hingga bawah. “Tubuh wanita ini lumayan menggoda.” Cleo mengelus dagunya.
Matanya mengamati tubuh Lana dengan jeli seolah ia seorang jagal yang sedang memilih hewan ternak.
“Lumayan? Dan ia memiliki aset yang besar.” Pandangan mata Cleo terhenti di dada Lana.
Lana yang mengetahui hal itu dengan refleks menutupi dadanya dengan tangan. “Maaf, Pak.”
Cleo mengalihkan pandangannya.
Lana bertanya dengan ragu, “apakah saya membuat kesalahan, Pak?”
Cleo menggeleng dengan perlahan. Ia menyandarkan punggungnya ke belakang kursinya, dengan gerakan santai melepas kancing jasnya lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Dengan sebuah isyarat yang diberikan Cleo. Lana menoleh pada sebuah meja besar di sebelah kanan ruangan. Terdapat beberapa tumpuk berkas yang menggunung di sana.
“Namamu Lana, bukan?” tanya Cleo.
Lana kembali menoleh pada pria itu. Ia terlambat mengangguk karena terpana dengan suara merdu Cleo yang seksi.
“Saya memanggilmu karena membutuhkan bantuanmu. Kau lihat beberapa tumpuk berkas di sana, kan?”
Lana merasakan sebuah kelegaan yang luar biasa. Ia kira ia membuat kesalahan besar hingga dipanggil. Ternyata, bukan.
Huft ... mungkin lain kali ia harus belajar berpikir lebih positif.
“Sayangnya, semua dokumen itu acak. Kamu bisa mengurutkannya berdasarkan halaman dan projectnya masing masing. Kamu tidak keberatan, bukan?” tanya Cleo dengan tatapan yang mengintimidasi.
“Tidak, Pak. Saya akan mengerjakannya sekarang.”
Cleo mengangguk dan tersenyum.
Lana duduk di sebuah sofa panjang. Tangannya sibuk merapikan dokumen-dokumen itu. Sesekali ia mengamati sekeliling ruangan. Ruangannya cukup luas, tertata rapi.
Tidak ada banyak perabotan di sini, simple tapi cukup rapi. Ruangan ini juga dikelilingi jendela kaca, yang membuatnya bisa memandangi kota dan jalanan di bawahnya dengan bebas.
Meskipun begitu, Lana tidak bisa menolak dorongan batinnya untuk mencuri-curi pandang pada Cleo.
Lelaki itu memang sangat tampan. Mulai dari wajahnya sampai badannya yang atletis. Tinggi kurus tapi berisi.
Tatapan mata pria itu tajam tapi juga sendu di saat yang bersamaan. Bulu matanya yang lentik dan panjang mengalahkan maskara yang dipakai Lana sehari-hari. Ah, pria itu.
Jenis orang yang memiliki segalanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Lana.
Cleo, pria itu sekarang sedang membaca sebuah dokumen dengan serius. Ia meletakkan jasnya di kursi. Sekarang ia hanya memakai kemeja putih yang digulung selengan.
“Kau tidak mengerjakannya?” tanya Cleo tanpa menoleh.
Lana tersentak kaget. Bagaimana mungkin dia dengan bodohnya memandangi bosnya sekian lama. Apalagi pria itu menyadarinya.
“Ah, iya Pak. Maaf,” jawabnya kemudian.
Ia berusaha memfokuskan dirinya sekuat tenaga, meskipun itu sulit. Hawa kehadiran pria itu membuatnya terus-terusan ingin menoleh.
Lana melanjutkan pekerjaannya.
Tanpa diketahuinya, Cleo menoleh.
“Sayang sekali ... aroma parfumnya tidak tercium jelas dari sini,” batin Cleo.
Pria itu membawa sebuah map dan mendekat pada Lana.
Cleo duduk di sofa sebelah Lana. Lana merasa lebih grogi Lagi.
Bagaimana mungkin, otaknya bisa bekerja jika bosnya ada di sebelahnya persis.
“Kau salah meletakkannya?”
“Ya?”
“Itu project yang berbeda,” kata Cleo tanpa menoleh.
Lana memandang kertas yang dipegangnya. “Ah, iya Pak. Maaf.”
Benar kata Cleo, Lana memang hampir saja salah menyortir dokumen.
“Bagaimana mungkin dia bisa mengetahuinya. Bahkan tanpa melihatnya,” heran Lana dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
santiezie
lanjut thor
2020-09-26
0
santiezie
wangi bener tuh fsrfum Alana... mw jg donk fsrfum nya hehe
2020-09-26
0
kanjeng ribet 💃💃
parfum nya mereknya apa sih.. pngen beli hhhhh
2020-01-27
20