NovelToon NovelToon
Antara Dia Dan Dirimu

Antara Dia Dan Dirimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Cahyaning fitri

Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......

😱😱😱😱

Penasaran????

Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....

Hanya disini.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Brukk…

Kia terpental jatuh ke lantai, tubuhnya menggigil menahan sakit setelah dorongan mamanya yang tiba-tiba dan keras itu. Tangannya segera menekuk lutut, mencoba meredakan nyeri yang menjalari. Matanya menatap tajam ke arah mamanya, tapi suaranya tercekat, tak berani membalas.

“Apaan sih, Mah?” kesalnya. Baru aja pulang, tapi sudah kena dorongan keras begitu.

PLAKKK….

Bukannya menjawab, Kia tiba-tiba merasakan tamparan keras di pipi. Matanya membelalak, belum hilang rasa sakit di lutut yang dulu dipukul. Sekarang bertambah lagi sakitnya.

“Sakit, Mah!” teriaknya, suaranya gemetar.

Tapi bukannya reda, Rosalin malah meraih rambut Kia dengan cengkeraman kasar. Kia masih duduk di lantai, tubuhnya tertekan ke belakang saat mamanya mencondongkan badan, menarik rambutnya dengan kuat sampai terasa panas di kulit kepala. Rasa takut dan sakit bercampur menjadi satu, membuat Kia ingin menangis tapi hanya bisa terdiam menahan deraian air mata.

Bugh …..

Mata Kia mengerjap pelan, dunia seolah berputar ketika Rosalin tiba-tiba mendorongnya sampai terhantam dinding. Pandangannya memburam, nyeri mengiris kening seperti terbakar api. Tubuhnya gemetar, tapi hati lebih terpukul daripada luka fisik yang baru saja ia rasakan.

Bugh….

Rosalin menghantamkan kepala Kia ke tembok berkali-kali tanpa ampun, setiap benturan seolah melumat habis harapan yang tersisa dalam diri gadis itu. Tubuh Kia terhempas lemah di lantai, napasnya tersengal dan matanya mulai mengabur oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Di ujung tangga, Ratu tersenyum dingin penuh kemenangan—senyum yang menusuk, merayakan kekalahan adiknya dengan kegembiraan mengerikan.

“Kamu memang anak pembawa sial!” suara Rosalin mengaum, nadanya mengiris sampai ke tulang. “Sejak dulu, kamu selalu saja menjadi kutukan di keluarga ini!” Kata-kata itu terlempar bak pisau beracun, menusuk hati Kia dalam-dalam. Dunia seakan runtuh, tertutup gelap oleh hinaan yang tak termaafkan.

Oh, Tuhan. Apa lagi ini?????

“Maksud mama apa?” Kia meringis, ia merasakan sakit yang teramat sakit pada tubuh, dan kepalanya. Terutama pada kening.

Tapi itu sudah biasa. Dia tidak menangis. Mungkin air matanya sudah mengering karena kebanyakan menangis. Ia hanya meringis, menahan rasa sakit itu sendiri. Ya, sendiri.

“Papa kamu, katanya dia kerja antar barang. Ternyata di luar sana—dia sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Dan semua—semua gara-gara kamu! Kamu pembawa sial di rumah ini!” ucapnya tanpa belas kasihan.

Kia sangat terkejut, bahkan ia masih belum percaya dengan apa yang mamanya katakan. Tapi melihat reaksi wanita itu yang meluap meluap—tidak mungkin wanita yang sudah melahirkannya itu berbohong.

Tapi antara rasa percaya dan tidak. Mana mungkin papa yang selalu ia kagumi, bisa berbuat seperti itu.

Lalu—semenit kemudian, mata Kia membulat sempurna. Ingatannya kembali melayang ke beberapa hari terakhir. Tepatnya di rumah sakit, dia melihat sosok yang mirip dengan ayahnya menggandeng seorang perempuan hamil yang hendak keluar dari sana.

“Nggak mungkin itu papa kan? Semoga itu bukan papa?” gumam Kia dalam hati, tubuhnya gelisah dan cemas.

“Pertama —kamu datang tanpa diinginkan. Kamu sudah buat rumah tanggaku hancur!” murka Rosalin. Kia menoleh dan mengerjap terkejut. Dia berusaha untuk mencerna setiap kalimat mamanya.

“Kedua —kamu merebut kasih sayang papanya Ratu. Harusnya bukan kamu yang mendapat kasih sayang itu. Tapi Ratu….!” teriaknya.

“Apa maksud mama?” gumam Kia, terperanjat kaget. Dia masih belum paham.

“Ketiga— gara-gara kamu, mama harus dikucilkan dari keluarga mama. Ya, semua gara-gara kamu! anak pembawa sial!” serunya, membuat tubuh Kia bergetar hebat. Dia bingung mencerna kalimat yang mamanya lontarkan. Tapi dadanya sesak sekali, mendapatkan cercaan-cercaan mamanya.

“Keempat — gara-gara kamu juga, suami saya kena PHK! Kamu memang anak pembawa sial!” serunya lagi. Membuat hati Kia sakit luar biasa.

“Dan sekarang, gara-gara Kamu, papa berselingkuh. Kamu pembawa sial dalam hidup saya! Pembawa sial!”

Bugh….. Bugh…..

Kia menjerit tersedu, "Ahhhhh, sakiiit, Mah!"

Tubuhnya bergetar, namun Roslin tak bergeming. Dengan kasar, tangan Roslin mencengkeram kepala Kia lalu membenturkannya ke tembok sekali lagi. Pandangan gadis itu mulai kabur, pelan-pelan dunia berputar di depan matanya. Tapi Roslin tetap menatap dengan dingin, tak ada setitik pun rasa iba, hanya permusuhan yang membara di mata.

Sementara Kia menatap sosok mamahnya dengan pandangan yang tertatih, penuh luka yang tak terucapkan. Perempuan yang telah melahirkannya itu menghilang begitu saja, tanpa sepatah kata penyesalan, menggandeng tangan Ratu dan lenyap entah ke mana, meninggalkan Kia terjebak dalam kesunyian dan kesakitan yang membara di dada.

Kia terhuyung, tubuhnya bertumpu pada tembok yang dingin, menahan setiap langkah yang terasa seberat beban dunia saat dia melangkah menuju kamar. Seolah rasa sakit itu telah menjadi bagian dari dirinya sejak lama—sebuah santapan pahit yang tiap hari harus ia telan tanpa jeda.

Setelah kepergian Roslin yang dingin dan tanpa ampun, luka itu dibiarkan menganga tanpa obat, tanpa pelukan hangat yang pernah dia nanti. Dengan tangan gemetar, Kia merogoh tasnya, berusaha menggenggam ponsel yang seakan menjadi jembatan terakhir untuk sebuah harapan. Nomor yang akrab baginya tersaji di layar, tapi tangannya lemah, seakan berat tak terduga mengikatnya, menahan setiap usaha untuk mencari pertolongan.

Tubuhnya terasa sakit sekali, kepala berat dan pusing hebat menderanya. Kia mencoba menghubungi nomor itu lagi. Pada panggilan ketiga, akhirnya suara di seberang menjawab dengan jelas.

“Hallo, Ki?”

“Hallo. Tolong gue, Ne….!” suara Kia serak dan parau. apakah si penelpon di seberang sana tahu kalau dirinya tengah menahan kesakitan yang luar biasa pada tubuhnya.

“Elo kenapa?”

“Gue…..!”

Brukk….

“Halo!”

“Halo!”

“Halo, Ki……?”

********

Dua hari kemudian.

Kia mengedip pelan ketika sinar matahari menyusup lewat celah tirai putih di jendela kamar itu. Matanya menyipit menahan silau yang menusuk, tapi sesuatu di sekelilingnya terasa aneh—seolah kamar ini bukan miliknya. Tirai putih itu bergerak pelan tertiup angin, dan di udara tersisa aroma antiseptik yang menusuk hidungnya, membuat ia terbatuk samar.

"Ini... di mana?" gumamnya sambil menoleh perlahan ke sudut ruangan yang asing baginya.

"Elo dah sadar?" tiba-tiba suara yang sangat familiar menyapanya lembut.

"Banyu.....? Elo.....!" mata Kia membelalak kaget, namun tiba-tiba Anne muncul dengan senyum khasnya.

"Ya Allah, akhirnya elu sadar juga," katanya, tersenyum riang mendekati tempat tidur.

"Ne, gue di mana?" tanyanya. Wajah Kia masih pusat seperti kapas.

"Elo ada di rumah sakit,"jawab gadis itu.

"Rumah sakit?"

"Elo kita temuin pingsan," katanya lagi. Lalu melirik ke arah Banyu.

"Pingsan," gumamnya. Ya, Kia ingat, dia menelpon nomor Anne---lalu tiba-tiba tubuhnya lemas, dan ia langsung ambruk tak sadarkan diri.

"Gue inget," katanya, meringis merasakan sakit di sekujur tubuh.

"Untung saat itu gue lagi di cafe -nya Banyu. Elo telepon, tiba-tiba suara elo hilang, gue panik. Dan kebetulan ada Banyu di sana. Ya gue panggil dia, minta bantuan Banyu," jelas Anne.

Kia mengangguk.

Mungkin yang Anne maksud--dia bertemu Banyu saat pemuda itu sedang bekerja di cafe yang tempo hari ia datangi. Ya begitu kira-kira yang Kia tangkap dari maksud sahabatnya itu.

"Terima kasih ya, Ne, Nyu. Terimakasih banyak!" ucap Kia dengan tulus. Wajahnya sendu. Tapi Banyu dan Anne tak berani bertanya lebih, karena kondisi Kia yang masih lemah. Mungkin setelah Kia sembuh, barulah keduanya akan bertanya.

"Gue panggil dokter dulu ya?" Banyu bangkit dari duduknya. Dia tak tega melihat Kia babak belur begitu.

Manusia seperti apa yang melahirkan darah dagingnya tapi untuk disakiti????

Bersambung......

1
Mintarti
lanjut thor
Aditya hp/ bunda Lia
semangat Kia ... 💪💪
Mintarti
woooee ternyata ratu ga punya aklak ank yg di banggakan jatuhlah dia
Mintarti
ibuk e edan kwi greget aku ,ibuk durhaka
Mintarti
sapa suruh tante ada udang dibalik rempeyek/Grin/
Mintarti
ntar lulus kedokteran ratu belum tentu laku
Mintarti
nasib baik tk ada yg tau sabar kia Alloh pd saatnya akan angkat derajat mu
Aditya hp/ bunda Lia
kayaknya Kia mau di suruh jadi pacar boongan lagi .... 🤭
Aditya hp/ bunda Lia
baca dari awal koq aku baru ngeh kalo ratu mantannya pak dosen itu kakak nya Kia .... faktor U dah makin lemot ajah nih otak ... 🙈
Aditya hp/ bunda Lia
harus super duper tegasnya pak dosen jahat juga gak apa-apa lah kalo Sama cewe ulet bulu modelan si ratu mah
Gustinur Arofah
klo bisa dilahirkan maunya di orang tua yg kaya raya, tak ada yg meminta untuk dilahirkan dr perbuatan apa pun, miris bgt klo sampe seperti itu. 😭😭😭
Aditya hp/ bunda Lia
ternyata benar .... yakinlah Ki kamu akan mendapatkan kebahagiaanmu
Oma Gavin
rumit banget hidup kia, tetap semangat dan tegar kia raih cita" mu tunjukkan pada mereka yg meremehkan mu
Gustinur Arofah
😭😭😭😭
Aditya hp/ bunda Lia
Oh tidak jadi Kia anak dari si perampok? 😱
benarkah???
Aditya hp/ bunda Lia
ternyata Banyu leukimia... 🥺🥺
Aditya hp/ bunda Lia
pasti di kasih kerjaan Sama om Guntur ...
Aditya hp/ bunda Lia
udah Kia Ama pak dosen ajah banyu sama Anne ... 🤭
Oma Gavin
ayo bayu gercep jgn sampai keduluan pak dosen
Aditya hp/ bunda Lia
cerita dosen muda selalu bikin nagih baca .... lanjut 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!