Meninggal dalam kekecewaan, keputusasaan dan penyesalan yang mendalam, ternyata membawa Cassie Night menjalani takdir kehidupannya yang kedua.
Tidak hanya pergi bersama kedua anaknya untuk meninggalkan suami yang tidak setia, Cassie juga bertekad membuat sahabatnya tidak bersinar lagi.
Dalam pelariannya, Cassie bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi roh jahat dan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Namun, yang tak terduga adalah pria itu sangat terobesesi padanya hingga dia dan kedua anaknya begitu dimanjakan ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sayang, Kenapa Kamu Menangis?
Dengan senyum manis yang menyembunyikan kelicikan, Cassie mengirim potret yang Felix ambil barusan ke lingkaran pertemanannya.
Cassie yakin, siapa pun yang melihat dirinya dicium mesra oleh Felix akan merasa iri dan mengira dia benar-benar wanita paling beruntung di muka bumi ini.
Namun, alih-alih mengharapkan pujian atau komentar dari dunia, Cassie lebih menantikan tanggapan Aleena.
Dengan karakter Aleena yang punya ambisi dan niat jahat ingin menguasai Felix bulat-bulat, Cassie yakin dia tidak akan diam saja begitu melihat statusnya.
'Dia pasti akan menggila, kan?'
Membayangkan betapa masamnya wajah Aleena, Cassie tidak bisa menahan senyuman di wajahnya. Itu membuat Felix salah paham, pria itu berpikir sang istri merasakan kebahagiaan yang sama sepertinya.
Benar saja, senyum bangga dan penuh kemenangan yang sempat menghiasi wajah Aleena langsung memudar hanya dalam hitungan detik.
Dia menmbuka kedua foto yang dikirimkan Cassie ke lingkaran pertemanan, lalu membanting bantalan sofa yang tak berdosa sambil meraung marah. "Ahhhh, jalan9 siyalan!"
Merasa belum cukup menyalurkan amarahnya, Aleena menepis semua benda yang ada di atas meja, bahkan menghancurkan semua barang yang ada di sekitarnya.
Dalam sekejap, ruangan yang semula rapi menjadi berantakan.
Beruntung, dia sudah mengakhiri siaran langsungnya. Jika tidak, maka seluruh dunia akan menyaksikan kegilaannya.
Setelah beberapa saat, Aleena berhenti mengamuk dan mulai mengatur nafasnya. Dia kembali meraih ponsel yang sempat tergeletak di lantai, lalu mencoba menghubungi Felix dengan perasaan cemas.
Saat ini, Felix sudah kembali bermain dengan anak-anak. Namun, lagi-lagi fokusnya terganggu oleh nada dering pada handphone-nya.
Felix mengabaikan panggilan telepon yang datang dari 'Tuan Lee', dia masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Austin dan Charlie.
Bagaimanapun, dia juga sadar bahwa selama ini perannya sebagai figur ayah untuk kedua putranya jauh dari kata cukup.
Jangankan ikut serta dalam pengurusan sehari-hari, Felix bahkan hampir tidak pernah memperhatikan mereka.
Baginya, sudah cukup dengan memenuhi kebutuhan kedua putranya dan membuat mereka tidak kekurangan dalam hal ekonomi.
Aleena tidak menyerah pada panggilan pertama, kedua hingga ketiga yang diabaikan Felix. Dia terus berusaha menelpon, lagi dan lagi.
Felix menghela nafas dengan kesal, kesabarannya hampir terkikis habis oleh gangguan Aleena.
Dia terpaksa meraih benda pilih yang terabaikan di atas meja, lalu melirik Cassie sambil berkata, "Ada sesuatu."
Kemudian, dia beranjak keluar dan Cassie memperlihatkan senyum memaklumi.
Dia sudah mulai terbiasa.
Saat di luar, Felix langsung menelpon Aleena.
"Felix ...." Aleena sangat cemas sehingga dia tidak bertele-tele menjawab panggilan telepon dari Felix.
"Sebaiknya kamu tahu tempatmu!" Felix tidak peduli pada kecemasan Aleena, dia justru memperingati wanita selingkuhannya itu dengan suara pelan yang berbalut ketegasan.
Bagi Felix, hanya ada hubungan intim tanpa komitmen asmara yang terjalin antara dirinya dan Aleena.
Dia membutuhkan Aleena sebagai tempat pelampiasan nqfsu, sedangkan wanita itu bisa menikmati hidup mewah tanpa harus bekerja keras.
Cukup puaskan dia dan jangan berharap lebih!
"Jangan menantang batas bawahku lagi!" Tidak hanya suara, tatapan Felix pun terlihat tegas dan serius.
"Tentu saja aku tahu identitasku, tapi aku sangat mencintaimu dan tidak bisa mengendalikan diriku." Aleena mulai terisak dengan sangat menyedihkan seolah-olah seluruh penghuni dunia telah menganiaya dirinya.
"Felix, bisakah kamu datang dan melihatku malam ini?"
Mendengar suara Aleena yang putus-putus, Felix mulai melembut. "Baiklah-baiklah, aku akan datang selama kamu tidak membuat masalah."
Dari kejauhan, Cassie hanya memperhatikan Felix dalam diam dengan sikap tak acuh.
Cassie tidak lagi merasakan dadanya berdenyut nyeri seperti sebelumnya, dia pikir hatinya pasti sudah mati rasa.
"Ibu, apa ayah akan pergi lagi?" Austin mendekati Cassie yang tengah melamun, membuat lamunan wanita itu buyar.
Charlie juga mendekat dan menimpali, "Ibu, apa ayah tidak menginginkan kita lagi?"
'Ternyata anak-anak tidak lebih bodoh dariku, mereka bahkan menemukan masalahnya lebih awal.' Cassie tersenyum miris, dia merasakan sakit hati untuk Austin dan Charlie.
Anak-anak sekecil itu saja sudah memahami gerak-gerik Felix, mereka tahu sang ayah tidak akan bisa lebih lama lagi berada di rumah.
"Sayang, dengarkan Ibu ...." Cassie menggenggam tangan kedua putranya. "Ayah hanya sibuk dengan pekerjaan, bukannya tidak menginginkan kalian lagi."
Sebiadap atau sebajin9n apa pun Felix, Cassie tidak ingin kedua putranya memiliki pemikiran dan penilaian buruk tentang ayah mereka.
Dia tidak ingin merusak mentalkedua putranya, atau menyakiti perasaan mereka.
"Ayah akan segera pergi, kalian jangan membuat masalah, oke?"
Meski berharap Felix tidak pergi demi menjaga perasaan Austin dan Charlie, Cassie tidak ingin keduanya menjadi penghalang kepergian pria itu.
Jika ingin pergi, biarkan dia pergi.
Namun, ingat ... jangan pernah kembali!
'Di tahun-tahun selanjutnya, anak-anakku tidak memiliki ayah lagi.' Tanpa bisa dikendalikan, sebaris air mata membasahi pipi mulus Cassie.
Dia tahu, yang paling tersakiti atas keputusannya untuk berpisah dari Felix adalah Austin dan Charlie.
Namun, dia tidak bisa memilih bertahan demi mereka.
Jika dipaksakan, maka tidak akan ada kebahagiaan untuknya dan itu akan berimbas pada kedua buah hatinya.
Mereka hanya akan saling menyakiti!
Lagipula, pria toxic seperti Felix tidak layak dipertahankan!
"Sayang, kenapa kamu menangis?" Setelah selesai berbicara dengan Aleena, Felix langsung mendekati Cassie dan dia agak terkejut saat melihat istrinya meneteskan airmata.
"Tidak masalah, mataku hanya kemasukan pasir." Cassie menepis cairan bening dari pipinya, dia pun memaksa kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.
Felix membantu membersihkan kelopak mata Cassie, sebelum akhirnya berkata, "Baiklah, aku akan pergi bermain dengan anak-anak."
Cassie hanya mengangguk, membiarkan Felix membawa Austin dan Charlie bermain di halaman.
Tepat pada saat itu, ponsel Cassie kedatangan notifikasi pesan.
[Lelakimu memanfaatkan anak kecil untuk tidak menemuiku. Mereka bisa menahan Felix sekali, apakah menurutmu mereka bisa menahannya selamanya?]
[Percayakah kamu? Dia hanya perlu ke perusahaan besok, dan aku bisa mencegahnya pulang dengan ribuan cara.]
'Tentu saja aku percaya.'