Blurb
Arjuna Syailendra dan Anggita Jelita, menerima perjodohan demi kepentingan masing-masing. Bersama bukan karena cinta, tetapi hanya sebatas azas manfaat.
Akankah rasa berdebar tak terencana tumbuh di hati mereka? Sementara Arjuna hanya menganggap Anggita sebagai pelampiasan dari cinta tak berbalas di masa lalu.
Ikuti kisah mereka yang akan menguras emosi. Selamat membaca🤗.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjahari_ID24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5b
BAB 5b
Sebelum ke rumah sakit. Anggi menyempatkan diri membeli pil kontrasepsi. Pil tersebut memang rutin dikonsumsi sejak Juna meleburkan diri dengannya pada saat malam pertama. Malam di mana seharusnya menjadi malam sakral penuh kenangan indah yang ternyata tidak berlaku untuknya. Hanya ada kenangan menyesakkan saat mahkota yang dijaganya selama ini dibiarkan terenggut oleh yang berhak.
Anggi berpikir logis kendati terbersit perih. Memiliki anak di tengah-tengah situasi hubungan mereka sama sekali bukan ide bagus. Belum tentu juga Juna mau menerima anak darinya.
Untuk itu dia meminum pil kontrasepsi selama ini dan membeli morning after pill tepat setelah malam pertama kala itu. Pergi di pagi buta mencari apotik dengan langkah tertatih sembari menahan perih di hati juga ngilu di bagian antara kedua kaki keluar dari kamar pengantin di hotel tempat dihelatnya resepsi mewahnya dengan Juna. Khawatir benih yang telah terlanjur menyembur bertumbuh di dalam sana.
Walaupun menikah tanpa cinta, tetapi Anggi amat paham, bagaimana pun juga statusnya adalah seorang istri yang mau tak mau harus menunaikan kewajiban karena Juna berhak atas dirinya sepenuhnya tatkala kata sah menggema di hadapan penghulu. Terlebih lagi pribadi Juna selama masa persiapan pernikahan hingga hari janji suci, menunjukan sikap hangat dan itikad baik membuat Anggi menaruh simpati.
Siapa yang tak tergerak, di saat patah hati datang seseorang menawarkan diri mengisi tempat yang kosong dan rusak di sanubari. Bahkan menawarkan hal yang selama ini didambakannya dari pria yang malah mengkhianatinya. Terlebih lagi yang datang bukanlah orang sembarangan, melainkan putra dari bosnya sendiri.
Anggi pernah mengira bahwa Juna adalah obat yang dikirimkan alam untuknya, tetapi ternyata yang dianggapnya obat malah menaburkan racun berbisa hingga membuatnya tak berdaya.
Image positif Juna di mata Anggi hancur luluh lantak setelah dirinya baru saja mempersembahkan kesucian dan diajak ke awang-awang mereguk manisnya surga dunia. Tepat saat Juna menyemburkan kehangatan ke dalam rahimnya, nama 'Viona' lah yang didesahkan penuh kepuasan.
Saat itulah sifat asli Juna muncul ketika Anggi melayangkan protes sembari berurai air mata. Dan Juna bukannya meminta maaf, malah membentak dan mengultimatum untuk tunduk padanya. Juga memberitahunya tentang fakta lain selain biaya pengobatan, yang membuat Anggi kehilangan daya upaya untuk melawan dan melepaskan diri dari cengkeraman kuat Juna.
Kamu pikir dari mana semua biaya penunjang kuliahmu hingga wisuda bahkan sampai mendapat pekerjaan? Semua itu berasal dari keluargaku. Toko kelontong kecil ibumu takkan sanggup memenuhi, sehingga ibumu mendatangi mamiku. Aku memberitahu ini supaya kamu berpikir, setidaknya kamu harus memiliki manfaat untuk inangmu, tahu diri dan tahu balas budi, bukan hanya menjadi benalu.
Mau apa dikata, nasi sudah menjadi bubur. Meratap hingga menangis darah pun takkan mengubah keadaan. Anggi memutuskan menerima nasib. Setidaknya dirinya masih memiliki kesempatan mengupayakan kesehatan ibunya walaupun terkesan menjual diri pada suami sendiri.
Walaupun begitu, bersama Juna dirinya memiliki kekuatan untuk mengangkat dagu di luaran terutama pada orang-orang munafik si sekelilingnya, kendati fakta sebenarnya, ia bagaikan tahanan tanpa rantai.
Selesai dengan urusan di apotek, Anggi bergegas ke rumah sakit. Hatinya riang bukan kepalang lantaran dirinya terbebas untuk beberapa hari ke depan tanpa direcoki Juna.
"Bu, aku bawa puding kesukaan ibu. Kubuat dengan gula rendah kalori, supaya tetap aman dikonsumsi."
Anggi duduk di kursi dekat ranjang setelah mencium punggung tangan Ningrum lalu membuka jinjingan kuning yang berisi puding buatannya.
"Apa kita sehati? Ibu lagi kangen banget puding buatanmu, Nak," sahut Ningrum dengan mata berbinar.
"Benarkah, mungkin kita memang memiliki telepati, Bu." Anggi terkekeh ceria dan mulai menyuapi ibunya.
"Mmm, selalu enak. Pasti Juna juga suka puding buatanmu. Iya kan?" Ningrum bertanya dengan decap sedap di mulut. Rasa lembut puding dan manisnya begitu pas berpesta pora.
"I-iya Bu. Tentu saja, Mas Juna juga suka," ujarnya berbohong, padahal selama ini mana pernah Juna mencicipi apapun makanan yang dibuatnya.
"Oh iya, Bu. Toko kelontong sudah lama ditutup. Kalau aku pergunakan untuk membuka usaha lain bagaimana? Supaya tidak terbengkalai dan memiliki manfaat juga."
Anggi membuka pembicaraan lain demi mengalihkan perhatian ibunya dari topik Juna. Serta ia juga sudah lama ingin mengungkapkan ide terpendamnya, ingin menyalurkan hobi juga minatnya dalam bidang kopi dengan menggunakan tempat toko kelontong yang mangkrak semenjak Ningrum sakit keras.
"Tentu saja, pakailah, daripada tak terurus. Barang dagangan yang tersisa juga sudah usang, yang lainnya kebanyakan titipan orang dan sudah diambil kembali pemilik barang. Tapi, memangnya mau buka usaha apa? Dan apakah suamimu mengizinkan, Nak?" Ningrum menghentikan kunyahan, dan beralih menatap Anggi serius.
"Aku ingin membuka kedai kopi. Terus-terusan di rumah tanpa bekerja membuat kebosanan kadang menghampiri. Mengenai Mas Juna, Ibu tenang saja, aku pasti bicara dulu dengannya dan aku yakin dia pasti mengizinkan. Terlebih lagi jika ibu yang meminta padanya," pungkas Anggi menenangkan dengan permohonan mutlak tersirat di ujung kalimat.
TBC
JUNA NYEBELIN TINGKAT TINGGI 😡