NovelToon NovelToon
Black Rose

Black Rose

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Hamil di luar nikah / Dark Romance / Cintapertama / Konflik etika
Popularitas:601
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.

Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.

Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.

Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Malam hari di apartemennya, Yujin duduk di sofa, punggungnya terasa kaku dan matanya terasa berat. Ia baru saja menyelesaikan sesi fitting larut malam di Butik Vanté dan kini harus segera kembali ke tugas kuliahnya. Namun, fokusnya terganggu oleh ponsel yang bergetar tanpa henti di meja kopi.

Itu adalah Lee Lino.

Setelah pertemuan di kafe kemarin, Lino menjadi semakin intens. Ia mengirim pesan berkali-kali, bukan lagi membahas tentang desain Ayahnya, melainkan tentang hal-hal sepele, yaitu menanyakan apakah Yujin sudah makan, apakah Yujin tidur nyenyak, atau bahkan mengirimkan tautan artikel tentang desain mode.

Yujin mengabaikan sebagian besar pesan tersebut, ia hanya menjawab seperlunya dan seformal mungkin. Namun, Lino baru saja mengirimkan pesan yang tidak bisa ia abaikan.

𝗟𝗶𝗻𝗼 𝗟𝗲𝗲 :

𝗬𝘂𝗷𝗶𝗻, 𝗸𝗮𝘂 𝗽𝗮𝘀𝘁𝗶 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗹𝗲𝗹𝗮𝗵 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗳𝗶𝘁𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗱𝗶 𝗩𝗮𝗻𝘁𝗲́. 𝗔𝗸𝘂 𝘁𝗮𝗵𝘂 𝘁𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝗿𝗮𝗺𝗲𝗻 𝗽𝗲𝗱𝗮𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗲𝗻𝗮𝗸 𝗱𝗶 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝗿𝘂𝗺𝗮𝗵𝗺𝘂. 𝗕𝗮𝗴𝗮𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗮𝘂 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗮𝗺𝗽𝗶𝗿 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿? 𝗛𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝗷𝗮𝗺 𝘀𝗮𝗷𝗮. 𝗞𝗶𝘁𝗮 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗶𝗰𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗿𝗼𝘆𝗲𝗸 𝗔𝘆𝗮𝗵𝗸𝘂 𝗹𝗮𝗴𝗶, 𝗮𝗸𝘂 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗺𝗯𝘂𝘁𝘂𝗵𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶𝗺𝘂.

Yujin menarik napas dalam, dan ia merasakan sakit kepala yang perlahan muncul. Ini adalah undangan terselubung, upaya yang jelas untuk mendekatinya di luar lingkungan formal.

Ia mengetik jawabannya dengan hati-hati.

𝗟𝗲𝗲 𝗬𝘂𝗷𝗶𝗻:

𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗯𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗮𝘁𝗮𝘀 𝘁𝗮𝘄𝗮𝗿𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮, 𝗢𝗽𝗽𝗮. 𝗧𝗮𝗽𝗶 𝗮𝗸𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗶𝘀𝗮. 𝗔𝗸𝘂 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗲𝗹𝗲𝘀𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 𝘁𝘂𝗴𝗮𝘀 𝗩𝗶𝘀𝘂𝗮𝗹 𝗠𝗲𝗿𝗰𝗵𝗮𝗻𝗱𝗶𝘀𝗶𝗻𝗴 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗣𝗿𝗼𝗳𝗲𝘀𝗼𝗿 𝗣𝗮𝗿𝗸 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗻𝗴𝗴𝗮𝘁 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗲𝘀𝗼𝗸 𝗽𝗮𝗴𝗶. 𝗗𝗮𝗻 𝗦𝘀𝗮𝗲𝗺 𝗧𝗮𝗲𝗵𝘆𝘂𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗿𝗮𝗽𝗸𝗮𝗻𝗸𝘂 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝘀𝗲𝗴𝗲𝗿𝗮 𝘁𝗶𝗱𝘂𝗿 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗻𝗶.

Yujin menekan tombol kirim. Jawabannya tegas, sopan, dan memiliki alasan kuat yang tidak bisa dibantah (dosen dan tugas kuliah).

Ponselnya segera bergetar lagi. Lino tidak akan menyerah.

𝗟𝗶𝗻𝗼 𝗟𝗲𝗲 :

𝗧𝘂𝗴𝗮𝘀𝗻𝘆𝗮 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗶𝘁𝘂𝗻𝗱𝗮 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿. 𝗞𝗲𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗮𝗻𝗺𝘂 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴, 𝗬𝘂𝗷𝗶𝗻. 𝗔𝗸𝘂 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂𝗺𝘂 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝘂𝗴𝗮𝘀 𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗮𝘂 𝗺𝗮𝗸𝗮𝗻. 𝗔𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗽𝗮𝗻𝗱𝗮𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗿𝗲𝗳𝗲𝗿𝗲𝗻𝘀𝗶 𝗷𝘂𝗿𝗻𝗮𝗹. 𝗜𝘁𝘂 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗰𝗲𝗽𝗮𝘁. 𝗟𝗮𝗴𝗶𝗽𝘂𝗹𝗮, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻𝗸𝗮𝗵 𝗸𝗮𝘂 𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘂 𝘁𝗲𝗿𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗹𝗲𝗹𝗮𝗵? 𝗔𝗸𝘂 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗮𝘀𝘁𝗶𝗸𝗮𝗻𝗺𝘂 𝗺𝗮𝗸𝗮𝗻.

𝘒𝘢𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪? batin Yujin tajam.

Lino sedang menggunakan kedok kepedulian. Ini adalah taktik manipulatif untuk membuat Yujin merasa bersalah dan menerima bantuannya. Ia tahu, di mata orang lain, ajakan ini akan terlihat sebagai upaya seorang kakak tingkat yang baik hati.

Yujin mengetik lagi, nadanya sedikit lebih dingin.

𝗟𝗲𝗲 𝗬𝘂𝗷𝗶𝗻:

𝗔𝗸𝘂 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗺𝗮𝗸𝗮𝗻, 𝗢𝗽𝗽𝗮. 𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗮𝘁𝗮𝘀 𝘁𝗮𝘄𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗿𝗲𝗳𝗲𝗿𝗲𝗻𝘀𝗶𝗻𝘆𝗮, 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗮𝗸𝘂 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝗷𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘁𝘂𝗴𝗮𝘀 𝗶𝗻𝗶 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗮𝗴𝗮𝗿 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝘀𝗲𝗴𝗲𝗿𝗮 𝘁𝗶𝗱𝘂𝗿. 𝗦𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗺𝗮𝗹𝗮𝗺.

Ponsel Yujin bergetar lagi, kali ini bukan pesan teks, melainkan panggilan masuk dari Lee Lino.

Yujin ragu sejenak. Jika ia tidak mengangkatnya, Lino akan mengirim pesan yang lebih intens. Jika ia mengangkatnya, Lino akan memaksanya.

Akhirnya, Yujin menekan tombol jawab.

"Halo, Oppa?" suara Yujin terdengar tegang.

"Yujin, kau tahu, aku tidak suka jika kau menutup diri seperti ini," suara Lino terdengar serius, tanpa basa-basi manis. Suara di telepon ini jauh lebih dingin dan menuntut daripada suara yang ia gunakan saat berbicara dengan Jiya.

"Aku tidak menutup diri, Oppa," balas Yujin, berusaha menahan emosinya. "Aku benar-benar sibuk. Kau tahu sendiri betapa ketatnya jurusan Desain Mode."

"Itu hanya alasanmu, Yujin," Lino mendesak dengan nada sedikit meninggi. "Kau bisa meluangkan waktu untuk Kim Taehyung di butik, tapi kau tidak bisa meluangkan sepuluh menit untukku yang ingin memastikanmu baik-baik saja?"

Pernyataan itu—membandingkannya dengan Taehyung—adalah taktik Lino untuk memicu rasa bersalah dan cemburunya.

"Pekerjaan butik adalah tanggung jawab profesionalku, Oppa," Yujin menjelaskan dengan sabar. "Kita tidak memiliki tanggung jawab bersama yang mendesak, kecuali jika kau punya pertanyaan tentang Jiya."

Lino terdiam di ujung telepon, keheningan yang penuh amarah yang tertahan.

Di sisi lain, Lino sedang duduk di kamarnya yang mewah, jauh dari Jiya. Wajahnya meradang. Ia mematikan mode pengeras suara ponselnya.

"𝘛𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘱𝘳𝘰𝘧𝘦𝘴𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭? 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢-𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘋𝘰𝘴𝘦𝘯 𝘒𝘪𝘮 𝘪𝘵𝘶! 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘩 𝘴𝘪 𝘣𝘦𝘥𝘦𝘣𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘬𝘶! 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘢𝘬𝘬𝘶, 𝘭𝘢𝘨𝘪. 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘵𝘢𝘴𝘢𝘯, 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘭𝘰𝘭𝘰𝘴 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢."

Kemarahan Lino bukan hanya karena ditolak oleh Yujin. Kemarahannya berasal dari kenyataan bahwa Yujin tidak bereaksi seperti yang ia harapkan. Yujin tidak tersentuh oleh perhatiannya, dan dia tidak merasa takut akan ancaman halusnya.

"𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘮𝘶, 𝘠𝘶𝘫𝘪𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘥𝘪𝘳𝘢𝘯𝘬𝘶. 𝘈𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘱𝘦𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘪 𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘪 𝘛𝘢𝘦𝘩𝘺𝘶𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘴𝘢𝘪𝘯𝘦𝘳 𝘮𝘶𝘳𝘢𝘩𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢."

Lino kembali ke telepon, nadanya diubah menjadi lebih lembut, lebih memelas.

"Baiklah, Yujin, aku mengerti. Aku minta maaf jika aku terlalu mendesakmu," kata Lino. "Tapi, aku sungguh membutuhkan bantuanmu. Ayahku melihat mood board-nya dan dia ingin kau yang memilihnya."

Lino menghela napas yang dalam dan dramatis. "Aku akan memintamu tolong lagi besok, jam makan siang. Aku akan datang ke kantinmu. Kau hanya perlu memilih satu gambar, dan aku akan membiarkanmu sendirian setelah itu. Tolong, Yujin. Ini penting untuk Ayahku."

Yujin menutup mata. Ini adalah pemaksaan yang diselubungi tanggung jawab keluarga. Jika ia menolak, Lino akan menggunakannya sebagai alasan untuk mengeluh pada Jiya tentang betapa 'tidak sopannya' Yujin, dan itu akan menciptakan celah di persahabatan mereka.

"Baiklah, Oppa," Yujin menyerah. "Besok, jam makan siang. Hanya lima menit."

"Terima kasih banyak, Yujin! Kau memang yang terbaik," Lino kembali bersorak gembira. "Sampai jumpa besok!" Lino menutup teleponnya.

Yujin menatap ponselnya dengan tangan gemetar. Ia telah jatuh ke dalam jebakan Lino, lagi.

Ia tahu, Lino hanya ingin memamerkan dirinya di depan teman-teman Yujin. Ia ingin Yujin terlihat bergantung padanya, bahkan di tempat umum.

Perasaan Yujin kini bercampur aduk, rasa frustrasi, ketakutan, dan yang paling menyakitkan adalah rasa bersalah pada Jiya.

𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘑𝘪𝘺𝘢. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯𝘺𝘢, 𝘓𝘪𝘯𝘰 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘪𝘱𝘶𝘭𝘢𝘴𝘪 𝘴𝘪𝘵𝘶𝘢𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘑𝘪𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪. 𝘑𝘪𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘥𝘶𝘩𝘬𝘶 𝘤𝘦𝘮𝘣𝘶𝘳𝘶, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘥𝘶𝘩𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘴𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢.

Yujin merasa terisolasi. Ia harus menanggung kebusukan Lino sendirian, demi menjaga kebahagiaan Jiya yang rapuh.

Ia meraih laptopnya, mencoba kembali fokus pada tugasnya. Di sana, di meja kerjanya, terletak flash drive perak dari Lino. Yujin mengambilnya dan melemparkannya ke sudut laci yang gelap. Ia tidak akan pernah menggunakannya, tetapi ia juga tidak bisa membuangnya.

.

.

.

.

.

.

.

— Bersambung —

1
Dian Fitriana
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!