Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Apa ini? Naura terdiam di tempatnya, menatap Zayad dengan bingung dan tentu ia merasa syok. Zayad menatapnya dengan lekat, menunggu jawaban wanita itu. Ia takut Naura tidak paham maksudnya, pria itu pun mengulang permintaannya kembali.
"Jadi istriku, Naura. Jadilah istriku."
Kedua tangan Naura menutup mulutnya sendiri, wanita itu melirik ke arah Maryam yang masih tertidur nyenyak dan Naura berjalan menjauh menuju sofa tamu di ruang rawat VVIP tersebut. Tentu Zayad langsung mengikuti langkah Naura.
"Jawab aku, Naura! Aku serius dengan pernyataanku padamu."
Naura duduk di sofa, ia memegang dadanya yang berdebar hebat. "Astagfirullah..Astagfirullah. Ya Allah.." lirih gadis itu terlihat gelisah.
Zayad kini berlutut di hadapan Naura, tentu wanita itu kembali tersentak. "K-Kak?"
Mata Zayad berkaca-kaca, dan itu tatapan yang begitu penuh harap, "Naura, aku bingung harus bagaimana. Maryam puteriku, kasihan dia. Dia membutuhkanmu, Naura. Aku sudah salah menjaganya selama ini, anak itu butuh sosok ibu seperti dirimu. Yang mencintai dan menyayanginya. Aku salah memilih istri, Naura. Seharusnya aku tegas saat itu, saat perjodohan itu akan dilakukan. Seharusnya aku bisa mencurahkan apa kemauanku yang sebenarnya saat itu. Seharusnya aku bilang pada ayah dan ibu, jika yang kusukai itu adalah kamu, Naura. Bukan Salma!"
Deg,
Mata Naura membulat, air mata wanita itu pun mengalir. "A-Apa maksud kamu, kak?"
Zayad mengangguk, "Aku suka kamu, sudah dari dulu. Tapi aku benar-benar pria pecundang, tidak mengatakannya padamu saat itu. Tidak jujur pada orang tuaku, dan malah menerima perjodohan dengan Salma. Aku sebodoh itu, Naura. Sungguh aku sebodoh itu."
Dada Naura terasa menyesakkan, gadis itu merasa ini sulit di percaya, "Nggak, kak Zayad pasti lagi panik karena kondisi Maryam saat ini. Itu nggak mungkin, kan? Naura akan tidur di luar, tidak baik Naura tidur di dalam. Dan, mana kak Salma? Kalau gitu biar Naura hubungi kak Salma, Maryam butuh kak Salma sebagai ibunya. Apa kak Salma belum pulang kerja?"
Naura seperti mengalihkan percakapan mereka, wanita itu tidak mau serius menanggapi ucapan Zayad yang ia yakini karena pria itu sedang panik saat ini. Namun, penuturan Zayad kemudian membuat Naura kembali terhenyak.
"Salma di rumah, dan dia melihat apa yang terjadi pada Maryam. Lihatkan, Naura? Sudah sejam kita disini, datang pun dia tidak ada. Bahkan meneleponku untuk menanyakan kondisi puterinya juga tidak ada."
Bibir Naura bergetar menahan tangisnya, "Astagfirullah. Kalian, kalian ini bagaimana sih, kak?"
"Kami sudah hancur, Naura. Aku merasa, tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi."
"Kak, perceraian itu dosa! Jangan melakukan hal itu."
"Tapi aku tidak mencintai istriku."
"Lantas kenapa menikahinya? Dan itu, Maryam adalah bukti cinta kalian."
Zayad tertegun, pria itu masih berlutut dan kini menunduk. "Aku tahu, sudah sejauh ini yang kujalani. Tapi apa tidak bisa, kali ini saja..aku mengambil keputusan atas keinginanku sendiri. Naura, kamu yang ingin aku nikahi."
Naura menelan ludah kasar, hatinya seketika gelisah, "Naura tidak tahu, kak. Naura tidak tahu harus mengatakan apa."
"Kenapa, bagaimana perasaan kamu padaku?"
Naura menggeleng pelan, gadis itu berdiri. "Naura mau ke Musholla sebentar. Kita terlalu lama bicara disini, tidak baik. Pembahasan ini tidak baik, kak. Kita salah, Naura tidak mau memunculkan fitnah."
Naura beranjak pergi, Zayad menghentikan langkahnya dengan pertanyaan pria itu kembali, "Kamu menolakku?"
Naura memegang dadanya dengan perasaan gelisah, ia menoleh menatap Zayad, "Selesaikan dulu semuanya, dengan kepala dingin. Pikirkan baik-baik, kak. Shalat, coba kak Zayad shalat untuk mencari ketenangan hati. Kali saja, ini karena kakak terlalu panik. Dan satu hal, Naura nggak mau..menerima yang menjadi milik orang lain. Naura sayang Maryam, sangat sayang. Tapi untuk permintaan kak Zayad barusan, ingat..kak Zayad masih milik kak Salma."
Naura menahan tangis mengucapkan kalimat itu, wanita itu pun beranjak pergi. Zayad menatap punggung Naura, dengan dada yang berdebar hebat.
"Artinya kamu juga suka aku kan, Naura? Jika memang tidak, kenapa tidak langsung menolakku saja? Baiklah, akan ku selesaikan dulu urusanku jika begitu." lirih Zayad dengan rasa yakin di hatinya.
* * *
Seperti shalat bersama di Musholla rumah sakit tersebut. Zayad melirik Naura berada, wanita itu juga shalat dengan khusyuk disana. Pria itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam Mushalla setelah setelah mengambil wudhu. Musholla tersebut tidak ada pembatas antara saf pria dan wanita karena memang hanya Musholla kecil. Dan yang shalat disana bukan hanya mereka saja. Ada beberapa orang lain juga.
Dua insan itu shalat disana, mencari ketenangan atas deeptalk yang baru saja terjadi antara keduanya. Sungguh ini malam yang mengejutkan buat Naura. Dada wanita itu berdebar hebat atas semua penuturan Zayad tadi. Benarkah demikian? Zayad menyukai dirinya sudah sejak lama?
Naura menatap punggung Zayad, yang tampak khusyuk menunaikan shalat malamnya. Mata wanita itu berkaca-kaca, ada rasa tidak tega namun juga ada rasa asing yang Naura alami saat ini. Naura memegang dadanya, menatap lekat punggung pria itu.
'Dia, menyukaiku sejak lama? Sudah selama itu? Kenapa selama ini diam, kak. Jika begitu kenapa diam saja?'
Naura tidak mengerti, ada rasa kecewa di hatinya saat ini. Wanita itu duduk bergeser dan menyandarkan punggungnya di dinding Musholla. Terus menatap punggung Zayad dengan sendu. Ia juga merasa kasihan dengan kakak iparnya tersebut.
Memang, Naura tentu sangat mengenal bagaimana watak Salma. Ia besar bersama Salma selama ini. Namun ia tak menyangka, jika hubungan Zayad dan Salma sudah begitu parah hingga efek buruknya mengenai Maryam. Jadi, dibalik senyum dan tawa Maryam selama ini juga ada luka disana. Gadis kecil itu di ambang rasa bingung akan hubungan orang tuanya. Naura yakin, Maryam pasti sering melihat orang tuanya bertengkar. Dulu Maryam pernah cerita padanya, namun Naura mengira anak itu tidak akan terlalu mengingatnya.
Zayad terlihat selesai shalat, dan ia pun berdoa. Usai berdoa, pria itu juga duduk bersandar di dinding dan tatapannya menuju ke arah Naura berada. Dua insan itu jadi saling menatap dengan lekat. Apalagi, Naura rasanya tidak kuat melihat tatapan penuh harap pria itu pada dirinya.
Begitu pun Zayad, hatinya terasa lega setelah mengutarakan semua pada Naura. Setidaknya ia mengatakannya, dan tinggal menunggu bagaimana perjuangan pria itu membujuk Naura kembali. Tentu, rencana Zayad juga ingin melepaskan Salma. Zayad tahu, Naura pasti tidak mau di madu.
"Aku akan bersabar, sabar untuk mengejarmu, Naura. Aku akan minta bantuan Allah, agar semua berjalan lancar. Tunggu lamaranku, Naura. Aku akan melamarmu, untuk menjadi ibu Maryam kelak. Aku janji, Naura. Aku janji." lirih Zayad, dengan terus menatap Naura.
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂