NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Mengubah Takdir / Dark Romance
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Novia na1806

Aruna pernah memiliki segalanya — cinta, sahabat, dan kehidupan yang ia kira sempurna.
Namun segalanya hancur pada malam ketika Andrian, pria yang ia cintai sepenuh hati, menusukkan pisau ke dadanya… sementara Naya, sahabat yang ia percaya, hanya tersenyum puas di balik pengkhianatan itu.

Kematian seharusnya menjadi akhir. Tapi ketika Aruna membuka mata, ia justru terbangun tiga tahun sebelum kematiannya — di saat semuanya belum terjadi. Dunia yang sama, orang-orang yang sama, tapi kali ini hatinya berbeda.

Ia bersumpah: tidak akan jatuh cinta lagi. Tidak akan mempercayai siapa pun lagi.
Namun takdir mempermainkannya ketika ia diminta menjadi istri seorang pria yang sedang koma — Leo Adikara, pewaris keluarga ternama yang hidupnya menggantung di antara hidup dan mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novia na1806, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 8 -- selesai?

Udara malam semakin dingin ketika mobil keluarga Surya keluar dari area pesta yang mulai sepi. Lampu-lampu kristal di gedung megah itu perlahan menghilang dari pandangan, berganti dengan jalan kota yang sunyi dan lengang.

Di dalam mobil, sang ayah tampak lelah, sementara ibunya bersandar diam memandangi Aruna dari kaca depan.

“Pesta malam ini berjalan lancar, ya, Sayang?” suara ibunya lembut, seolah ingin memecah keheningan.

Aruna menoleh sedikit, bibirnya tersenyum samar. “Iya, Bu. Semua berjalan seperti yang seharusnya.”

Senyumnya begitu hangat, namun di balik mata tenangnya tersimpan sesuatu yang sulit dijelaskan — seolah di balik wajah lembut itu ada badai yang sedang menunggu waktunya untuk berputar.

Tak lama kemudian, mobil mereka berhenti di pertigaan besar yang diterangi lampu jalan kekuningan. Di depan, sudah tampak mobil lain yang menunggu dengan lampu sen terpasang. Aruna menunduk sedikit, memandang jam tangan di pergelangan tangannya.

“Pa, Ma,” ucapnya pelan, nada suaranya tenang namun tegas. “Kalian pulang dulu saja. Aku ada urusan penting sebentar.”

Ayahnya menatap lewat kaca spion, sedikit mengerutkan dahi. “Sekarang? Sudah larut, Aruna. Urusan apa yang lebih penting dari—”

“Ayah,” potong Aruna lembut, kali ini dengan senyum yang membuat nada tegurannya seolah lenyap begitu saja. “Percayalah, ini hanya sebentar. Aku akan segera pulang.”

Sang ayah terdiam beberapa detik, lalu mengangguk perlahan. “Baiklah. Tapi hati-hati di jalan.”

“Iya, Pa,” jawabnya, senyumnya kembali mengembang, hangat namun entah kenapa terasa begitu asing.

Begitu mobil orang tuanya melaju menjauh, senyum di wajah Aruna perlahan memudar. Ia menarik napas panjang, membuka pintu, dan langkah kecilnya bergema di antara kesunyian jalan malam.

Mobil sport merah miliknya menunggu di sisi jalan yang sepi. Ia masuk ke dalam, menyalakan mesin dengan satu putaran kunci. Suara mesin itu seperti gema dari pikirannya sendiri — tenang di luar, tapi menyimpan kekuatan yang nyaris meledak di dalam.

“Waktunya melihat hasil dari sandiwara kecil malam ini,” gumamnya pelan, sambil memutar balik mobilnya.

Cahaya lampu jalan menari di wajahnya ketika ia melewati jalur yang sama dengan mobil Andrian dan Naya sebelumnya. Jalan menuju rumah Naya memang sepi di jam segini. Hanya suara angin dan langkah waktu yang menemani.

Dari kejauhan, ia bisa melihat mobil hitam milik Andrian melaju dengan kecepatan sedang. Ia menjaga jarak, cukup aman agar tidak ketahuan, namun cukup dekat untuk mengawasi.

Di dalam mobilnya, tawa Andrian dan Naya terdengar samar ketika jendela mobil Aruna sedikit terbuka. Tawa yang dulu pernah membuat dadanya terasa sesak — kini hanya menjadi suara kosong tanpa makna.

“Mereka terlihat bahagia sekali,” ucapnya lirih, matanya menatap lurus ke depan. “Padahal mereka tak tahu, kebahagiaan itu hanya bertahan beberapa menit lagi.”

Aruna menatap mereka dari jauh, matanya tenang, bahkan terlalu tenang untuk seseorang yang sedang mengamati musuhnya. Tangannya memainkan cincin di jari manisnya — simbol masa lalu yang kini hanya tinggal beban di hatinya.

Di depan sana, tiba-tiba mobil Andrian sedikit oleng. Ia menatap tajam, matanya menyipit. Sesaat kemudian, tawa mereka berhenti. Lampu rem menyala berkali-kali, panik.

Aruna bisa melihat dari kaca depan mobilnya — Andrian tampak menekan pedal rem berkali-kali, sementara Naya menjerit kecil dan memegangi dashboard. Mobil itu semakin tak terkendali, rodanya berputar cepat, menabrak pembatas jalan dengan suara menggelegar.

Benturan itu keras. Suara logam menghantam beton menggema ke seluruh jalan.

Aruna menghentikan mobilnya perlahan, tepat beberapa meter dari tempat kejadian. Cahaya lampu jalan memantul di kaca matanya, menampilkan sosok dengan ekspresi datar — tanpa kaget, tanpa panik, tanpa senyum.

Ia hanya menatap.

Beberapa detik berlalu tanpa gerakan, tanpa suara. Hanya napas pelan yang keluar dari bibirnya yang pucat.

“Beginilah akhirnya,” bisiknya lirih. “Senjata makan tuan, Naya.”

Sudut bibirnya bergerak sedikit, membentuk senyum yang nyaris tak terlihat. Lalu, dengan satu tarikan napas panjang, Aruna memutar arah mobilnya kembali, meninggalkan tempat itu dengan langkah tenang.

Cahaya lampu mobilnya perlahan menghilang dalam kabut malam, meninggalkan dua bayangan hancur di belakang — sisa dari rencana yang berbalik arah.

...----------------...

flashback~>

Angin malam berembus lembut, meniup helaian rambut Aruna yang terurai di bahunya. Dari balkon kamar yang menghadap ke taman belakang rumah keluarga Surya, lampu-lampu kota tampak berkelap-kelip, seolah meniru bintang di langit.

Aruna berdiri di sana, satu tangan memegang gelas anggur, tangan lainnya menggenggam ponsel yang menempel di telinganya. Suaranya terdengar lembut, namun mengandung nada tegas yang tak memberi ruang untuk bantahan.

“Awasi orang itu. Gerak-geriknya mencurigakan,” ucap Aruna pelan. “Dia sering terlihat di sekitar garasi akhir-akhir ini. Aku tidak mau ada yang menyentuh mobil-mobil ayah dan ibu tanpa izin.”

Suara dari seberang menjawab singkat, terdengar hormat.

“Baik, Nona Aruna. Kami akan terus memantau.”

Aruna menatap jauh ke arah taman yang mulai tertutup kabut malam. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya — bukan senyum ramah seperti biasanya, tapi senyum yang mengandung makna tersembunyi.

“Pastikan kau tidak salah langkah,” lanjutnya, nada suaranya turun setengah oktaf, lembut tapi tajam. “Jika memang benar dia berniat buruk… lakukan yang perlu dilakukan.”

“Perintah diterima.”

Sambungan terputus.

Aruna menurunkan ponsel perlahan, menatap pantulan dirinya di kaca jendela balkon. Di sana, ia melihat sosok perempuan dengan mata teduh tapi berbahaya — bayangan dirinya yang kini tak lagi sama seperti dulu.

(Beberapa hari kemudian—malam pesta.)

Musik lembut mengalun di aula megah yang dipenuhi cahaya lampu kristal. Aruna berdiri di antara keramaian, gelas wine di tangannya bergetar ringan saat ia menatap layar ponsel yang baru saja bergetar di dalam tas kecilnya.

Sebuah pesan singkat masuk:

> “Nona, orang itu benar. Mobil keluarga Surya sudah disabotase. Kami menemukan jejak cairan rem yang diganti.”

Aruna menarik napas pelan. Sorot matanya tak berubah sedikit pun, tetap teduh. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menatap ke arah kerumunan tempat Andrian dan Naya sedang berbincang santai dengan beberapa rekan bisnis penting.

Di bawah cahaya lampu gantung, wajah Aruna terlihat begitu anggun — senyumnya lembut, gerak-geriknya kalem. Namun di balik senyum itu, pikirannya berputar cepat.

Ibu jari dan telunjuknya dengan tenang mengetik sesuatu di layar ponsel.

 “Tukar mobil itu. Gunakan mobil yang sudah kusiapkan sejak kemarin. Pastikan orang tuaku pulang dengan selamat,dan juga jangan buat kesalahan sedikit pun.”

Pesan terkirim.

Aruna menyimpan ponselnya, menyesap sedikit wine, lalu melirik ke arah Andrian dan Naya. Sudut bibirnya perlahan terangkat, membentuk senyum sinis yang sangat tipis—hampir tak terlihat jika seseorang tidak memperhatikannya dengan seksama.

“Jadi ini permainanmu, Naya?” gumamnya pelan. “Kau benar-benar yakin aku akan terperangkap seperti aku di kehidupan lalu?” aruna terkekeh sinis

Tepat saat ia menatap mereka, ponselnya kembali bergetar. Nama seseorang muncul di layar — orang kepercayaannya. Aruna menjawab tanpa ekspresi, menempelkan ponsel di telinganya.

“Semuanya sudah siap, Nona,” suara di seberang terdengar hati-hati. “Kami sudah tahu siapa yang mengutak-atik mobil itu. Apa kami lanjutkan sesuai rencana?”

Aruna menatap ke arah Andrian yang tengah tertawa kecil di samping Naya. Cahaya lampu memantul di mata hitamnya yang dingin.

“Tidak perlu terburu-buru,” ucapnya datar. “Tapi pastikan sesuatu… malam ini, bukan aku yang akan kehilangan kendali.”

Ia berhenti sejenak, menatap wajah Andrian yang tampak puas, lalu suaranya berubah sedikit rendah, nyaris berbisik.

“Sabotase mobil Andrian. Pastikan rem-nya tidak berfungsi begitu mereka keluar dari pesta.”

Suara dari seberang terdengar menelan ludah. “Baik, Nona.”

Telepon terputus. Aruna meletakkan ponselnya di atas meja kaca kecil di samping tempat duduknya. Ia menatap kembali ke arah pasangan yang sedang bercengkerama di tengah pesta.

Senyum itu muncul lagi di wajahnya—tenang, anggun, namun kali ini terasa lebih menusuk dari sebelumnya.

Senyum yang lahir dari luka kehidupan masa lalu, dan kini berbalik menjadi balas dendam yang diselimuti keanggunan.

1
ZodiacKiller
Wow! 😲
Dr DarkShimo
Jalan cerita hebat.
Novia Na1806: wah terima kasih sudah membaca,jadi senang banget nih ada yang suka karya ku🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!