NovelToon NovelToon
JANGAN KE SANA!

JANGAN KE SANA!

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Kutukan / Tumbal
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: DENI TINT

DILARANG KERAS PLAGIARISME!

Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8 - FIRASAT

Satu bulan berlalu, sejak Aruni anakku itu, menyampaikan rencananya untuk berlibur akhir semester ke desa tempat tinggal kakek dan neneknya. Aku tak banyak bicara dengannya. Entah ada perasaan apa, namun setiap kali aku mencoba membuatnya merubah rencana liburan itu, selalu kaku lidahku untuk bicara. Seperti ada sesuatu yang sangat kuat dalam diri anakku, Aruni. Aku merasa aura dalam diri Aruni berbeda sejak saat obrolan waktu itu.

Aruni memang sudah menginjak usia dewasa awal. Dia memang bukan anak kecil lagi. Dan dia juga sudah banyak belajar bagaimana hidup mandiri semenjak almarhum suamiku tiada. Namun aku khawatir, aku takut, jika sejarah masa lalu itu terulang karena hadirnya Aruni di desa itu.

Aku hanya bisa tetap tegar dan kuat. Aku hanya bisa terus berdo'a untuk Aruni, anak kesayanganku satu-satunya. Dan semoga semua kekhawatiranku itu tidak akan pernah terjadi, semoga anakku dan dua sahabatnya bisa pulang kembali dalam keadaan baik-baik saja.

"Bu... Ibu..." aku tersadar dari lamunan ketika Aruni mengetuk pintu kamarku. Bergegas aku menuju pintu.

"Bu, baju-bajuku udah kering belom? Aku mau rapikan ke koper." ucapnya.

"Udah kering kok, malah semalam Ibu udah setrika semua. Udah Ibu kasih pewangi juga malah..." jawabku sambil menunjuk ke lemari di sudut kamar.

"Aku ambil ya Bu." Aruni masuk dan mengambil baju-baju itu. Aku menatapnya penuh kasih dan sayang, namun setiap detik aku menatapnya, aku merasakan kekhawatiran yang tak kunjung reda.

"Awas jangan ada yang ketinggalan. Nanti Ibu gak mau anterin ke sana kalo ada yang ketinggalan loh..." tambahku sambil nada bercanda, mencoba mengusir sedikit kekhawatiran itu.

"Iya Bu, tenang aja, gak akan ada yang ketinggalan kok." jawabnya.

"Halah... Kamu itu anak Ibu, Ibu tau kamu kadang suka teledor kalo gak diingetin." nadaku sambil bercanda lagi. Aruni menaruh semua baju itu di keranjang, dan berjalan melewatiku ke luar kamar. Namun, aku sedikit terkejut saat ia melewatiku. Ada aroma harum yang tak biasa ku cium dari anakku. Dan itu juga bukan aroma harum dari pewangi pakaian yang aku berikan ke baju-bajunya.

"Ar, kamu, pake parfum apa?" tanyaku spontan, dan ia berbalik badan. "Hah? Parfum? Gak ah... Aku gak pake parfum." jawabnya. Sebuah jawaban yang justru membuatku bertanya-tanya dalam hati. Kalau dia tak pakai parfum, lalu... aroma harum apa yang barusan aku cium?

"Bener kamu gak pake parfum apa-apa?" tanyaku menegaskan. "Iya, aku belom pake sama sekali kok. Mungkin harum pewangi baju kali Bu. Emang kenapa Bu?" tanyanya padaku.

"Gak kok, gak apa-apa Ar..." jawabku sambil tersenyum namun berat.

Sedetik sebelum Aruni berbalik badan meninggalkanku yang masih berdiri di depan kamar, ia tersenyum. Tapi... tiba-tiba dari wajah dan senyumnya itu, dalam pandanganku seperti melihat sosok wajah dan senyuman yang berbeda. Tampak samar dan halus, namun terlihat jelas di mataku. Dan seperti sosok wajah dan senyum yang sangat ku kenal. Seperti wajah dan senyum yang pernah menatapku bertahun-tahun lalu.

"Ah? Siapa... yang barusan kulihat? Apakah..." tanyaku membatin.

Aku masih berdiri di depan pintu saat tersadar anakku sudah naik ke lantai dua menuju kamarnya. Aku menyusulnya naik ke lantai dua, dan masuk ke kamarnya yang tidak ditutup.

"Besok kamu mau berangkat jam berapa?" Tanyaku.

"Awalnya aku mau berangkat jam 8 pagi sih Bu, tapi kata Bella, jangan kepagian. Dia takut belom bangun katanya Bu." Jawabnya sambil mulai menata seluruh baju ke dalam koper.

"Hm... emang si Bella, paling males buat bangun pagi. Padahal udah gede, bilangin sama kamu, kalo dia tetap bangunnya kesiangan terus nanti suaminya brewokan!" Jelasku. Aruni tertawa mendengarnya, membuatku tersenyum.

"Emang iya Bu? Itu mah mitos aja kali." sambungnya sambil menggelengkan kepalanya.

"Eh, beneran loh..." kataku.

"Masaaa? Buktinya, almarhum Ayah ganteng, gak brewokan, padahal kata Ayah pas pacaran sama Ibu, Ibu sering juga kesiangan..." celoteh anakku itu dengan gayanya yang khas.

"Eh... Itu kan dulu... Sekarang kan udah beda zaman, berubah aturannya dong." aku coba membela diri karena malu disinggung masa laluku yang juga suka kesiangan.

"Diiih... Mana ada peraturan kayak gitu Bu? Ibu tuh kebanyakan percaya mitos sih..." jawab anakku. "Hm... Iya deh..." aku menimpali sambil tertawa halus.

Aku mendekat ke Aruni, duduk di kasurnya, dan sambil menatapnya yang masih sibuk menata baju dan perlengkapan, aku ingin mencoba sekali lagi.

"Ar... Kamu... Beneran yakin mau ke desa?" Tanyaku membuka obrolan serius.

"Iya Bu... Aku yakin kok, lagian udah sebulan belakangan ini juga gak ada yang berubah dari rencananya." Jawabnya.

Aruni duduk di sampingku, memegang tanganku, dan berkata dengan suara lembutnya, "Bu, aku tuh mau ke desa rumah kakek dan nenek, bukan mau ke luar negeri. Atau emang aku mau ke tempat apa gitu yang gak jelas, gak kan? Lagian Ibu tuh ya, dari dulu sampe sekarang, selalu aja gak ngizinin aku buat ke sana. Emang kenapa sih Bu? Ada apa emang di desa? Terus, emangnya aku bakalan kenapa kalo ke sana?"

Semua pertanyaan dari Aruni, bagaikan mata tombak tajam yang menusuk jantungku. Bukan karena sudah tak sopan, tapi, aku seperti ingin bercerita namun dibungkam oleh semua pertanyaan itu. Padahal setiap kalimat tanya itu adalah peluangku untuk terbuka padanya, jalan lebar untukku mengisahkan yang sebenarnya, namun... lagi dan lagi, mulutku seperti dibungkam, dikunci, tak mampu keluar sepatah kata pun. Hatiku khawatir, semakin khawatir, namun energiku untuk bicara seperti semakin dikuras habis oleh Aruni.

"Bu...? Ibu...?"

Aku masih saja melamun, diam, sambil menatap ke dua tangan anakku yang menggenggam tanganku.

"Ibu?!" aku terkejut kecil saat suaranya meninggi sambil menggoyangkan tanganku. Namun, aku hanya membalasnya dengan senyuman. Tak terasa pula mataku berkaca-kaca.

"Loh... Ibu? Kok malah sedih sih? Aku tuh cuma nanya Bu..." jelasnya.

"Iya Ar, Ibu... cuma... khawatir kalo kamu sampe kenapa-kenapa." hanya itu yang mampu ku ucap padanya.

Aruni menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Aduh Ibu... Masih aja itu terus yang dibahas... Bu, aku pasti baik-baik aja kok, selama di jalan mau ke desa, selama di desa, bahkan sampai aku pulang ke sini, aku akan baik-baik aja Bu..." tegasnya padaku dengan suara yang mencoba meyakinkanku.

Sambil aku genggam dua tangan anakku itu, ku tatap wajahnya, "Iya Aruni, iya... Kamu akan baik-baik aja..."

"Hm... Maafin aku ya Bu, barusan aku udah agak sedikit bentak Ibu... Habisnya Ibu diem aja sih pas aku nanya..." Kepalanya mulai bersandar di bahuku. Dan aku pun membelai rambutnya yang lurus dan halus itu.

"Gak apa-apa kok Ar..." jawabku.

Aku merasakan rambutnya yang halus ketika kubelai penuh kasih sayang. Sambil tanganku yang satu lagi digenggam penuh kehangatan oleh Aruni. Aku menatap ke arah jendela kamar Aruni. Menatap ke luar dengan sinar matahari senja yang menguning. Sinar matahari senja ini melengkapi perasaan yang begitu dalam ke hatiku untuk anakku. Namun pikiranku menerawang jauh ke memori masa lalu.

Dan saat ku tatap wajah Aruni yang tersenyum dengan disentuh cahaya menguning senja dari luar jendela kamar, seketika itu juga aku seperti melihat diriku sendiri di masa lalu.

Sebuah masa di mana aku masih remaja. Masa-masa bersama ke dua orang tuaku yang penuh cinta, kasih, dan sayang untukku. Sama seperti rasa cinta, kasih, dan sayangku untuk Aruni.

Namun semuanya perlahan berubah, sampai pada sebuah masa, di mana aku pernah mendengar Ayahku berteriak dengan suara lantang pada Ibuku sendiri...

"JANGAN PERNAH KAU TUMBALKAN ASIH, ANJANI!"

1
Marta Quispe
Suka banget!
Deni Komarullah: Wah... Terima kasih Kak... Dukung terus ya... ☺️☺️☺️
total 1 replies
Gusti Raihan
Ditunggu kelanjutannya!
Deni Komarullah: Wah... Terima kasih sudah kasih komentar ya Kak... Oh iya, BAB 3 sudah rilis Kak... Selamat membaca ya...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!