NovelToon NovelToon
Gadis Di Rumah Itu

Gadis Di Rumah Itu

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Hantu
Popularitas:62k
Nilai: 5
Nama Author: Dela Tan

Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.

Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.

Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.

Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.

Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Lelaki Misterius

Oom Bernard tidak pernah menyebut tentang ular. Sejak awal pembicaraan ketika akan mengajaknya bekerja, Dara hanya diberitahu bahwa Oom Bernard mengekspor belut ke Taiwan dan Cina. Satu kali pun tidak ada kata ular disebut.

Dara menyusutkan tubuh, tanpa sadar kakinya melangkah mundur dengan tegang. Matanya terpaku pada beberapa karung goni yang baru saja diturunkan dari truk. Ular-ular itu ditaruh di dalamnya. Karung itu hanya diikat tali rafia. Lalu diletakkan begitu saja di pojok.

Dara benar-benar tak bisa melepaskan pandang dari karung-karung itu. Bagaimana jika ular-ular itu lepas? Buat apa sebenarnya ular-ular itu? Diekspor juga? Pada siapa ia harus bertanya? Semua orang tidak ramah padanya, jika ular itu menggigitnya, siapa yang akan menolongnya?

Dara berusaha berdiri sejauh mungkin. Tapi bagaimana kalau belut-belut itu mulai ditimbang? Ia tetap harus mendekat bukan? Napasnya mulai semakin cepat, tanda panik mulai menyerang. Tangannya mengepal, telapaknya terasa basah oleh keringat.

Benar saja, Siti meneriakinya agar mendekat, untuk mencatat belut-belut yang mulai ditimbang, seperti biasa.

Rupanya, ular-ular itu belum akan dikeluarkan dari karungnya.

Dara beringsut sedikit, hanya agar ia tidak salah mendengar angka yang diteriakkan Pak Wira, supaya catatannya tidak keliru. Namun, matanya tak lepas dari karung-karung ular yang teronggok di sudut. Penuh antisipasi, kalau-kalau ada ular yang menyelinap ke luar.

Untungnya, sampai seluruh belut itu selesai ditimbang, ular-ular itu tetap anteng di dalam karung. Tidak ada yang berusaha melongok ke luar untuk menyapa para manusia yang entah akan melakukan apa pada mereka.

Fajar mulai datang, dan semburat cahaya mulai mewarnai langit. Beberapa lelaki lagi datang. Sebagian mengasah golok, yang lain mulai membuka pengikat karung goni ular itu satu per satu.

Satu orang dari rombongan yang baru datang itu menarik seekor ular, mengeluarkannya dari karung. Lalu, dengan sigap dia menekan bagian samping mulut ular, membukanya paksa. Ular itu memuntahkan bisa. Lelaki itu memotong kepala ular tersebut, mengucurkan darahnya ke dalam gelas.

Setelah itu, dia menguliti ular itu, meloloskan kulit dari tubuh ular, mulai dari kepala hingga ekor. Kini, yang tampak adalah dagingnya yang kemerahan dan berdarah. Lelaki itu membelah bagian perut ular dan merogohkan tangannya ke dalam perut ular, mengaduknya sebentar, sepertinya mencari sesuatu.

Kemudian, tangan itu keluar lagi dengan memegang sesuatu. Empedu ular itu.

Kaki Dara seketika lemas, tubuhnya hampir merosot. Kepalanya serasa berputar. Matanya berkunang-kunang. Ia merasa sedang berada dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh lendir dan darah. Ia tak betah. Ia ingin pulang. Ia mengusap matanya yang berair. Tanpa disadarinya, ia telah menangis.

Dara kian menyusutkan tubuh, tidak berani mendekat. Ia beringsut perlahan-lahan, masuk ke kamar dan menguncinya.

Ia menatap bayangan wajahnya di cermin kecil yang tergantung di samping pintu. Rautnya pias, hampir seputih kapas.

Dara mengatur oksigen yang masuk agar napasnya tidak tersengal. Pikirannya kusut. Ia ingin pulang. Ia tak betah. Bukan pekerjaan seperti ini yang ia inginkan. Bukan hidup seperti ini yang ia bayangkan.

Tanpa melihat waktu, Dara memijit ponsel, langsung terisak-isak ketika mendengar suara Mama di ujung sana.

“Ma, aku ingin pulang. Pulang Ma, aku tidak betah!”

“Lho kenapa? Oom Bernard baik kan? Sebentar, bicara sama Papa ya.” Suara Mama masih serak, pasti tadi masih tidur, dan terbangun karena suara dering ponsel.

“Ya halo, kenapa Dara?” suara Papa membuat tangis Dara meledak. Suara yang teduh dan menenangkan, membuatnya rindu rumah.

Berusaha memelankan suara di tengah sedan, membuat kalimat Dara terpatah-patah.

“Pa… Dara… tidak… betah, semua orang… memusuhi… Dara. Bukan pekerjaan… seperti… ini yang Dara mau, Pa…”

“Ini kan baru dua minggu. Kemarin Oom Bernard menelepon dari Taiwan, memuji-muji Dara, katanya Dara pintar, pekerjaannya terpakai. Kasihan Oom Bernard kalau Dara pulang. Juga, nanti Mama merasa gak enak karena Mama yang minta Dara dipekerjakan.”

“Papa bohong, Oom Bernard sudah pergi di hari ketiga Dara di sini. Dia belum lihat hasil kerja Dara. Bagaimana dia bisa bilang perkerjaan Dara terpakai?” Dara terisak-isak.

 “Ya… kemarin Oom Bernard bilang begitu. Katanya dia sudah akan kembali juga ke Jakarta. Dara bisa sabar sampai tiga bulan? Tunggu sampai Oom Bernard kembali, siapa tahu nanti kondisi membaik setelah Dara lebih terbiasa?” Papa membujuk.

Pembicaraan telepon itu berakhir dengan sebuah putusan, Dara harus tetap berusaha menyesuaikan diri sampai tiga bulan ke depan.

Dara duduk di tempat tidurnya, menunggu air bening yang mengalir dari matanya berhenti. Ia tidak mau orang-orang melihatnya menangis. Ia mengintip sedikit dari jendela yang mengarah ke area kerja.

Lalu… dari balik matanya yang kabur karena air mata, ia melihat sosok seorang lelaki.

Tadi ia tak melihatnya datang, padahal lelaki itu tampak menonjol, karena dia berbeda dari para lelaki yang lain.

‘Mungkin perhatianku terlalu terpaku pada ular-ular itu.’ Pikir Dara.

Lelaki itu mengenakan celana jeans selutut berpinggang rendah, hampir di garis duyung. Dia tidak mengenakan atasan, bertelanjang dada. Keringat terlihat mengaliri dadanya yang kencang, membuatnya terlihat mengilap.

Kulitnya gelap terbakar matahari, perutnya tampak keras tanpa lemak, dengan garis-garis otot. Rambutnya ikal panjang, hampir sepunggung, diikat dengan karet. Dia tampak seperti para pemain selancar di Bali.

Karena dia berdiri di bawah atap dimana lampu bohlam masih menyala, Dara dapat melihat matanya coklat kekuningan, bahkan dari kejauhan.

Lelaki itu sedang menatapnya, lekat. Seolah matanya hanya tertarik pada objek yang sedang dilihatnya saat ini, yaitu Dara. Ada senyum tipis tersungging samar di bibirnya.

Lelaki itu tampak liar, sekaligus… seksi. Ya, itulah kata yang melintas di otak Dara melihat penampilannya. Seksi. Dan matanya yang lekat menatapnya itu, seolah juga menarik mata Dara agar balas hanya menatapnya.

Tiba-tiba Dara merasa panas dingin.

Jantungnya memompa darah lebih rajin, membuat pipinya terasa panas. Dara menunduk dan memejamkan mata.

Setelah agak tenang, ia mengangkat kepala, dan kembali memandang ke luar jendela.

Namun, lelaki itu sudah hilang.

1
Watiyah Watiyah
Luar biasa
Watiyah Watiyah
penasaran
Watiyah Watiyah
akk suka ceritanya...bagus.
Rehaan Aamir
Gilaaaaaaaa Kerreeeeennn Paraaaaahhh Nhe Novel....Bnr2 DARK Bngtttt Jalan Crt Nya Sampe Ending Nya D Buat Seperti Itu...Asliiiii Ngeneeeeesssss Bngtttt....👍👍👍👍👍👍
Dela Tan: terima kasih cyiinnn...
total 1 replies
Imaz Ajjah
apakah damar siluman ular...???
Imaz Ajjah
ko liar bgt ya fikiran nya dara...??
Imaz Ajjah
seru,banyak misteri,JD bikin penasaran..
Rina Indriani
bilang aja keguguran deh
Rina Indriani
owalah. Damar hantu rupanya
Rina Indriani
damar apa makhluk gaib
Rina Indriani
kok jd gitu???
kuaci
aku mampir thor
Rina Indriani
kenapa ya? penasaran deh...
Rehaan Aamir
Gilaaaa Bab Awal Aja Udah Se Misterius Ini Jln Crt Nya....Gmn Gk Bikin Penasaraaann Buat Ngikuti Alur Selanjutnya....
Kustri
g bs dipersingkat apa,
byk yg qu skip krn byk yg g penting
Kustri
tak skip, maaf yo
estycatwoman
nice
Astuti Puspitasari
Alur maju mundur di cerita ini dikemas dengan sangat apik, keren banget novelnya. Semangat terus berkarya thor 🥰
Dela Tan: terima kasih 🙏
total 1 replies
Kustri
Luar biasa
Ridho Widodo
pp Dara go blok
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!