Pernikahan Namira dan kekasihnya akan berlangsung tak lama lagi. semua persiapan juga sudah hampir sempurna. Tapi kebahagiaan Namira harus kandas seketika di saat ia melihat foto calon suaminya yang tidur dengan wanita lain.
Namira pun akhirnya harus membatalkan pernikahannya dan menerima perjodohan dengan laki-laki yang sama sekali tak ia cintai.
Di saat Namira hampir bisa melupakan rasa sakit hatinya, mantan tunangannya dulu datang dan menawarkan cinta kembali untuknya. Akankah Namira menerima cinta itu kembali dan menjalin hubungan terlarang dengannya? atau Namira lebih memilih menjadi istri setia meskipun tak ada cinta di dalam hatinya untuk sang suami?!
Ikuti cerita selengkapnya di sini ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyva Firsyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Berusaha Move on
Namira menghela nafas panjang setelah kepergian Alvan. Mungkin hari ini adalah hari terakhir pertemuan mereka. Setelah ini dia akan menajalani hidupnya sendiri tanpa Alvan yang biasanya selalu mengisi hari-harinya.
Mungkin akan terasa berbeda,dan tidak mudah untuk melaluinya. Tapi dia akan berusaha untuk membiasakan diri menjalani hidupnya seorang diri.
Meskipun demikian dia tak pernah menyesal dengan keputusan yang di ambilnya. karena menurutnya lebih baik merasakan kenyataan yang pahit dari pada hidup bahagia dalam bayangan kebohongan.
Dering ponsel terdengar nyaring di telinga Namira. Dia meraih ponsel di atas meja lalu memeriksa siapa yang menghubunginya. Tertera nama mamanya di sana.
Namira menimbang-nimbang apakah dia harus mengangkat telpon itu atau tidak. Dia bingung harus mengatakan apa pada wanita yang di sayanginya itu. Belum lagi jika mamanya menginterogasi dengan banyak pertanyaan yang sulit untuk di hindari, sungguh dia belum siap untuk menghadapi itu.
Ponselnya masih terus berdering menandakan kalau pihak penelpon masih belum menyerah untuk terus menghubunginya.
Belum pernah Namira merasa sefrustasi ini hanya dengan mendengar suara nada dering handphone saja. Bahkan ia merasa suara itu lebih seram dari suara lolongan serigala di malam hari.
Setelah berpikir ulang, akhirnya Namira mengangkat panggilan itu juga. Karena kalau tidak,dia takut mamanya akan jadi lebih khawatir dan bisa-bisa malah akan mendatanginya kemari. Itu malah akan lebih berbahaya baginya karena dia masih belum siap untuk menjelaskan semua masalahnya.
Namira berencana akan tinggal di butiknya ini dulu untuk sementara waktu. Menghindari mamanya yang pasti akan tau kalau dia sedang dalam masalah hanya dengan melihat nya sekelebat saja.
Ya, dari dulu itu adalah kelemahannya. Dia tak pernah bisa menyembunyikan masalah apapun dari sang mama. Kadang ia bertanya -tanya dalam hati apakah mamanya itu titisan para normal karena bisa membaca pikiran seseorang hanya dengan melihat wajahnya saja.
"iya halo ma. ada apa?" Namira berusaha mengeluarkan nada bicara senormal mungkin agar mamanya tidak merasa curiga.
"kemana aja sih? kok lama banget angkat telponnya?" baru membuka suara mama Namira sudah menyuguhinya dengan pertanyaan.
"maaf ma,tadi Namira masih sibuk meriksa data penjualan. ada apa mama nelpon?"
"oh.. iya mama sampe lupa. tumben jam segini kamu belum pulang Na? semuanya baik-baik saja kan?"
tuh.. kan,dalam keadaan gini aja mama seperti bisa merasakan kalo anaknya sedang ada masalah. apalagi kalo ketemu langsung. Bisa-bisa aku langsung ketauan kalo lagi nyembunyiin sesuatu.
Aku belum siap menceritakan semuanya pada mama sekarang. maaf ma,kali ini Namira terpaksa harus berbohong..
"Namira lagi banyak kerjaan yang harus di selesaikan hari ini juga ma, jadi nggak bisa pulang, terpaksa harus nginep di butik"
"kok nginep di butik sih Na? kenapa nggak di bawa pulang aja kerjaannya? mama udah masak banyak loh hari ini"
"Ribet ma kalo bawa-bawa berkas banyak kayak gini, biar Namira nginep di sini aja dulu ya ma"
"sehari aja ya, besok harus pulang. Mama nggak mau ada alasan apapun lagi pokoknya"
"iya ma. ya udah kalo gitu Namira lanjutin kerjaan dulu ya ma"
"oke Na, jangan terlalu di forsir loh ya. terus jangan sampe lupa makan"
"iya mamaku sayang. ya udah Namira tutup telponnya ya ma! bye .."
"bye sayang.."
Namira buru-buru mematikan sambungan teleponnya. Dia takut akan keceplosan jika ngobrol terlalu lama. karena tidak sekali dua kali hal itu terjadi padanya.
Kali ini dia bisa bernafas lega karena bisa menghindari mamanya,tapi tidak untuk besok. Dia berjanji besok akan pulang,itu artinya mau tidak mau ia harus menghadapi mamanya secara langsung dan siap-siap untuk di wawancara dengan berbagai macam pertanyaan.
Untuk urusan besok bisa di pikirkan lagi,yang penting sekarang dia bisa selamat,itu saja sudah cukup baginya.
Di dalam ruang kerja Namira ini di lengkapi dengan sebuah kamar pribadi yang biasa di gunakannya beristirahat jika merasa lelah atau hanya sekedar untuk ganti baju jika ada acara mendadak, karena ia sengaja menyimpan beberapa baju di sana untuk berjaga-jaga.
Ukurannya memang tidak seluas kamar di rumahnya,tapi cukup untuk melepas lelah karena di dukung dengan fasilitas yang lumayan lengkap di dalamnya. seperti televisi LED, AC,kulkas ukuran mini untuk menyimpan berbagai jenis minuman,dan juga kamar mandi.
Namira merebahkan tubuhnya di tempat tidur berukuran queen size yang ada di dalam ruangan itu. Entah mengapa dia selalu merasa lemah jika dalam situasi hening seperti ini.
Air matanya kembali tumpah tak tau kenapa. Dia bisa berpura pura tegar di depan orang lain,tapi tidak jika sedang sendirian seperti ini. Rapuh.. itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Namira membiarkan dirinya menangis sejenak untuk melepaskan rasa sesak yang serasa menghimpit dadanya. Tak bisa di bantah kalau ia hanya lah manusia biasa yang tak bisa menahan luka yang terlalu dalam menggores hati.
Memang dia berjanji untuk tidak menangis lagi, tapi janji itu tinggal lah isapan jempol belaka karena ia tak bisa menepati janji yang diucapkannya itu.
Namira mengusap sisa air mata kesedihannya lalu menarik dan menghembuskan nafas berkali-kali berusaha tegar untuk kewarasan dirinya.
Aku harus bisa lebih kuat karena laki-laki seperti itu tak pantas untuk di tangisi. Alvan hanya lah masa laluku, dan aku nggak boleh terus terpaku pada masa lalu itu. aku harus bisa move on dan bahagia tanpanya. Ya,aku pasti bisa..
Namira menyugesti dirinya sendiri agar bisa lebih kuat menjalani hidup dan melewati hari-hari tanpa kesedihan lagi.
Perempuan itu mengambil telepon genggam dengan logo apel tergigit kemudian menggeser-geser layar menggunakan jari mencari nama seseorang di kontak ponselnya,dan menekan tombol hijau setelah menemukan nama yang di cari.
"Halo.. kak Rista" sapa Namira pada orang yang di hubunginya.
"Halo..Namira, rasanya seneng banget bisa dengerin suara kamu. kamu baik-baik saja kan?" suara itu terdengar penuh kekhawatiran.
"aku baik-baik aja kok kak"
"syukurlah kalo gitu. ada yang bisa aku bantu Na?"
"aku mau bicara tentang gaun pernikahan yang aku pesan kak"
"iya Na, apa ada masalah dengan gaun itu?"
"maaf kak,aku udah nggak membutuhkan gaun itu lagi"
"kenapa Na? apa kamu kurang suka dengan gaunnya? ada yang kurang apa gimana? kalo ada yang kurang kamu bilang aja,masih bisa di perbaiki kok"
"pernikahanku batal kak"
"apa?? kenapa Na? apa gara-gara foto itu? apa kamu udah ngecek keaslian foto itu?"
"udah kak. dan hasilnya itu emang foto asli" Namira sedikit terbata mengucapkan kalimat itu.
"jadi Alvan beneran.." Perempuan bernama Rista itu ragu untuk meneruskan ucapannya.
"iya kak, Alvan beneran selingkuh" sambung Namira.
"ya ampun.. kamu yang sabar ya Na" Rista ikut prihatin mendengar berita mengejutkan itu.