Lari Dari Jerat Presdir

Kath menggeliat dari tidurnya, saat merasa tubuhnya tertahan sesuatu Kath membuka matanya.

"Sudah bangun?" Kath menatap bingung Ethan yang memeluknya, dan dirinya yang bersandar di dada telan jang pria itu.

"Kau disini?" Kath bangun mengedarkan pandangan. Sebuah kamar hotel mewah dengan view kolam renang yang terpampang di luar jendela. "Kenapa aku disini?"

Kath merasakan tubuhnya di dekap dari belakang. "Harusnya kamu juga bertanya ini kenapa?" Ethan menunjuk lehernya dimana ada luka gigitan di sana.

Tatapan Kath turun ka bawah ada banyak bekas merah disana, yang membuatnya seketika memerah.

Dia yang melakukannya?

Kath memalingkan wajahnya. "Aku terlalu mabuk semalam." Kath berniat untuk bangun, namun Ethan tetap menahan tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan, Tuan. Aku harus bangun." Ethan mengerutkan keningnya.

"Apa ada Tuan yang tidur tanpa sehelai benang pun dengan bawahannya?"

Kath memejamkan matanya. "Ethan, lepaskan aku." Kesepakatan diantara mereka memang demikian, jika di luar pekerjaan maka tidak ada kata Tuan yang terucap. Ethan bahkan kerap memanggil sayang padanya ketika mereka bercinta. Dan itulah yang membuat Kath semakin lama semakin jatuh cinta. Rasa seperti seseorang yang tengah di cintai, namun nyatanya pria ini justru tak pernah merasakan apapun padanya selain hanya sebuah nafsu saja.

Bukan melepaskannya Ethan justru membalik tubuh Kath hingga kini berada di bawahnya.

"Kamu belum mendapatkan hukuman untuk apa yang kamu lakukan semalam." Ethan melebarkan kakinya di bawah selimut. Tangannya merambat dan menelusuri kulit lembutnya, dan mulai bergerak.

"Tunggu!" Kath belum siap saat benda tumpul itu memasukinya hingga dia memekik dan merasa perih dan terbelah di intinya.

"Bagaimana rasanya?"

"Ini sa- kit."

"Jadi, akan melakukannya lagi?" Kath memejamkan matanya lalu menggeleng. "Good." Ethan meraih bibir Kath dan melumatnya lembut dia masih membiarkan dirinya tenggelam tanpa bergerak. Tugasnya saat ini adalah membuat Kath meninggalkan rasa sakitnya dan menggantinya dengan kenikmatan.

Ethan mulai bergerak pelan namun tegas saat terdengar desahan halus dari bibir Kath.

"Aku pernah bilang jangan pernah mabuk di depan orang lain?" Ethan menatap Kath, sementara Kath memilih memalingkan wajahnya. Bibirnya dia gigit kuat demi menahan desahan karena rasa nikmat yang muncul dari tindakan yang Ethan lakukan.

Ethan meraih dagu Kath membuat gadis itu kembali menoleh padanya. "Kenapa tidak menurut?" matanya sayu suaranya memberat ketika merasa dirinya semakin terjepit dan terhisap kelembutan Kath.

"Kenapa aku harus menurut, ah!" desahan keras tercipta saat Kath membuka mulutnya untuk bicara.

"Karena kamu milikku." Tatapan Ethan jatuh pada dahi Kath dimana ada bekas luka. Luka apa itu. Semalam dia tidak terlalu memperhatikan, namun saat akan menyentuhnya suara Kath kembali terdengar.

"Kamu pikir aku barang?!" ucap Kath dengan tajam.

Bukannya marah karena tatapan Kath, Ethan justru menekan Kath semakin dalam dan mempercepat gerakannya mambuat Kath terengah saking cepatnya.

"Apa yang kamu ... lakukan, Ethan. Berhenti, ah!"

"Siapa yang bilang kamu barang, Sayang? Aku bilang kamu milikku." Nafas Ethan terengah, keringat yang mengalir di tubuhnya menandakan semakin panasnya kegiatan mereka. Padahal ini masih pagi udara yang dingin di musim hujan tak membuat kegiatan mereka ikut dingin. Hentakan cepat dan keras membuat rasa lengket di tubuh mereka semakin terasa.

"Hanya barang yang tak memiliki ikatan dalam sebuah hubungan."

"Berhenti mengatakan yang tidak- tidak, Kath!" Ethan meraih bibir Kath menghisapnya keras membuat lipatan tipis itu sedikit membengkak.

...

Kath menghela nafasnya saat keluar dari kamar hotel. Pakaiannya berganti dengan yang baru. Tentu saja itu tidak asing saat Davin selalu siap membawakan pakaian ganti jika mereka mampir di sebuah hotel.

Kath melihat punggung tegap di depannya. Melangkah tegap dengan dagu yang angkuh. Di belakangnya Davin mengikuti menyusul dirinya yang berjalan menyelaraskan agar tidak terlalu cepat atau lambat.

Saat memasuki lift Kath memilih berdiri di pojok dengan menyandarkan punggungnya, tangannya yang gemetar halus menyentuh pegangan besi di sisi dinding besi yang kini mulai merambat turun. Dia kelaparan.

Dentingan terdengar menandakan lift berhenti di tempat yang mereka tuju. Luasnya lobi menyambut mereka membuat Davin melangkah cepat melipir untuk menyiapkan mobil ke arah parkiran. Sementara Kath dan Ethan berjalan ke arah pintu besar dimana mereka akan keluar dari sana.

Baru akan mencapai pintu seseorang muncul dan nampak terkejut saat menemukan mereka disana. "Kau disini?" tanya Serena dengan senyum manis menatap Ethan, lalu memiringkan wajahnya. "Oh, kau juga?" Gadis itu tersenyum pada Kath.

"Hallo, Nona." Kath mengangguk sopan.

"Kebetulan sekali kau disini. Kalian akan pergi? Bagaimana kalau sarapan bersama dulu." Serena menyelipkan tanganya di lengan Ethan, lalu kembali menatap Kath. "Kau juga bisa ikut?"

Kath menatap Ethan lalu pada Serena. "Saya menyesal tidak bisa ikut, Nona." Tentu saja Kath menolak. Lebih baik kelaparan dari pada makan bersama pasangan di depannya ini.

"Kamu juga belum makan, Ayo!" Jelas itu perintah yang tak bisa di tolak, hingga Kath akhirnya mengikuti Ethan dan Serena.

"Kau menginap disini? Kalau aku tahu aku akan mencarimu semalam."

Saat ini Davin muncul dengan mobil yang siap mengantar mereka ke kantor, namun melihat Kath dan Ethan kembali masuk pria itu melangkah cepat mengikuti. "Ada apa?" bisiknya pada Kath, namun Kath hanya mengedikkan bahunya menatap Ethan dan Serena di depannya.

Saat tiba di restoran hotel Kath memilih tempat lain dari meja yang Ethan dan Serena duduki. Di susul Davin yang juga duduk di meja yang sama dengannya.

Pelayan muncul dan Kath mulai memesan mengabaikan adegan di depannya dimana Serena menyandarkan kepalanya di pundak Ethan. Posisinya yang ada di belakang mereka hanya bisa menyaksikan punggung keduanya, namun itu cukup menyiksa hatinya. Jadi Kath memilih mengalihkan pikirannya pada hal lain, yaitu makanan.

Tubuh Kath lelah, semalam minum memberikan efek pusing saat bangun. Dan saat bangun dia justru di gempur dengan gila oleh Ethan hanya dengan alasan menghukumnya. Kath kelaparan, perutnya kosong. Meski dia harus melihat pemandangan menyakitkan di depannya, tapi Kath tetap harus mengisi perutnya.

"Bisa aku meminta painkiller?" tanya Kath setelah mengatakan pesanannya.

Pelayan mengangguk lalu mengambil buku menu di tangan Kath.

"Kau baik- baik saja?" tanya Davin setelah dia juga memesan dan memberikan buku menu kepada pelayan.

"Hanya sedikit pusing." Kath berkata acuh. Pribadi yang dingin membuat Davin mengangguk maklum. Kath memang jarang bicara kecuali semalam saat gadis ini mabuk.

"Bagaimana dengan itu?" Tatapan Davin jatuh pada dahi Kath yang tertutup poni.

Kath yang mengerti langsung merapikan poninya. "Hanya luka kecil."

Davin menghela nafasnya. "Kau tahu Tuan Ethan memintaku menjagamu. Apa jadinya kalau dia tahu kau terluka kemarin."

Kath menolehkan wajahnya pada Ethan yang mulai makan sebab pesanan mereka lebih dulu datang. Tatapan tak percaya muncul di matanya. Ethan mengkhawatirkannya?

Namun saat menyadari apa yang dia pikirkan Kath mendengus malas.

"Tidak akan berpengaruh untuknya."