"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Sebenarnya Daichi sudah selesai dengan misinya, tapi kemarin dia dipanggil oleh De Luca untuk membantunya ke Bali menangkap mata-mata.
Siapa sangka, saat dia melakukan aksinya justru ketahuan oleh Liora. Dia sendiri juga kaget karena gadis itu bisa di sini.
"Bunuh dia, kalau tidak kita bisa kacau jika tertangkap kepolisian Indonesia!" titah De Luca.
"Kau bawa dulu target pergi, biar aku yang mengurus gadis kecil itu," jawab Daichi.
"Tapi dia sangat cantik, aku cukup tertarik padanya," sergah De Luca.
"Jangan macam-macan di sini, ini bukan negara kamu. Pergilah, dan setelah ini aku bebas tugas selama sebulan!" balas Daichi.
"Oke-oke, selamat bersenang-senang. Terima kasih sudah mau membantuku!"
"Iya."
Daichi menarik napas, tentunya jika De Luca yang bertindak bisa habis Liora.
Saat dia ikut masuk ke mobil gadis itu, Liora langsung ketakutan. Daichi pun tersenyum dalam hati. Gadis penakut.
"Jangan bunuh aku, bagaimanapun juga aku adalah sahabat Elvara. Kalau dia tahu aku mati di tangan kamu, dia pasti akan membencimu," rengek Liora.
"Tapi tadi yang melihat kamu bukan cuma aku, kalau teman aku bertemu denganmu kamu pasti akan dibunuhnya juga," balas Daichi sengaja menakuti.
"Kau sungguh tega?" sela Liora tak habis pikir.
"Mau bagaimana lagi, kamu sudah melihat kejadian tadi."
Liora langsung mengangkat dua jarinya, " Aku janji, aku tidak akan membocorkan rahasia kalian. Aku akan menganggap tidak pernah bertemu denganmu hari ini!"
"Sebenarnya aku bisa memaafkan kamu demi Elvara, yah tapi masalahnya teman aku tidak mungkin melepaskan kamu begitu saja," bisik Daichi tepat di telinganya Liora.
"Aku harus bagaimana?" rengek Liora ketakutan.
"Bagaimana kalau kamu pura-pura jadi pacar aku saja, dengan begitu dia tidak akan menyakitimu. Cuma sebulan, karena setelah ini kami akan pergi lagi," tawar Daichi sembari meraih rokok di kantong celananya dan mulai menyalakan korek.
Liora terdiam sejenak, lalu beberapa saat kemudian menganggukkan kepala. Saat ini yang penting adalah nyawanya selamat.
"Bagus, malam ini ikut aku!" pinta Daichi terkekeh senang.
"Aku nggak bisa, mama aku pasti khawatir!" tolak Liora.
"Kalau gitu kapan kamu kembali ke Jakarta? Kita harus pulang bareng!" titah Daichi.
"Lu—lusa."
"Oke, biar aku yang pesankan tiket pesawat untukmu. Kamu harus bertindak sebagai kekasih aku, biar temanku tidak curiga. Dan satu lagi, kamu tidak boleh berkata apa-apa pada orang lain termasuk adikku!"
"I—iya."
"Pinternya, kamu harus jadi gadis yang patuh."
Usai berkata seperti itu, Daichi memajukan wajahnya. Mengecup pipi kiri Liora dengan lembut.
"Ini sebagai cap tanda kepemilikan, Pacarku!" Lirih Daichi, lalu mengusap pelan puncak kepala Liora dan keluar dari mobil.
Daichi pun ke toilet terlebih dahulu, membersihkan tangannya dari darah milik korban tadi. Dia tidak bisa berhenti tersenyum, mengingat bagaimana lucunya Liora tadi.
"Sialan, padahal aku sudah berusaha tidak main-main dengannya. Tapi dia malah melihat aku melakukan tindakan kriminal, kalau sampai dia cerita pada Elvara aku takut adikku itu akan kecewa padaku."
Dan soal De Luca—Daichi tidak main-main. Kalau Liora tidak dijadikan pacarnya maka De Luca bisa membunuhnya. Karena Kelompok mereka bekerja secara bengis.
Di sisi lain Liora masih meringkuk ketakutan, teringat jelas bagaimana brutalnya Daichi menghajar orang. Juga bagaimana aroma darah yang menusuk hidungnya dari tangan Daichi.
Menakutkan sekali, sebenarnya pekerjaan Kak Daichi itu apa? Apakah dia pembunuh bayaran?
Lamunannya tersentak saat jendela mobilnya diketuk, Liora segera membukanya.
"Kak Raka?"
"Eh, kenapa wajah kamu pucat?"
Raka panik, menyentuh kening Liora perlahan. "Tidak demam, tapi kenapa kamu nampak pucat dan ketakutan? Kamu melihat apa?" sela Raka heran.
Tangis yang sejak tadi Liora tahan akhirnya pecah. " Kak, aku takut!" rengek Liora.
Raka pun segera masuk ke mobil, berusaha menenangkan. Tapi tangisan Liora semakin keras, bahkan Liora memeluk Raka dengan erat.
Raka kaget—sekaligus senang.
Tapi pelukan itu tidak berlangsung lama, karena Liora segera melepaskan diri.
"Maaf, sudah membuat kamu khawatir," cicit Liora salah tingkah.
"Tidak apa-apa, kamu ceritalah padaku kenapa kamu ketakutan seperti ini? apakah ada yang menganggu kamu?" sela Raka.
"Tadi—"
Liora ingin mengarang cerita dengan pura-pura digoda cowok mabuk. Tapi dengan sifat Raka dia yakin kalau kakak tirinya akan mencoba mencari tahu. Jika sampai kejadian Daichi tadi ketahuan bisa-bisa nyawa Liora terancam.
"Tadi kenapa?" tanya Raka semakin penasaran.
"Aku nggak takut, cuma sedih aja. Papa memberi kabar kalau istri barunya hamil, selama ini aku jadi anak tunggal. Aku takut kalau kasih sayang papa terbagi," dusta Liora memilih zona aman.
"Oh begitu, kamu nggak perlu takut. Di sini juga ada Papa Haris, ada aku. Kalau kamu di Jakarta tidak merasa disayangi kamu bisa datang kemari," bujuk Raka berusaha menghibur.
"Iya, Kak. Terima kasih."
"Kalau gitu kamu pengen masuk, atau pulang?" tawar Raka yang paham kondisi Liora nampak tidak baik-baik saja.
"Aku pengen pulang, Kak. Aku bisa pulang sendiri."
"Eh nggak boleh begitu. Nanti aku bisa digampar sama papa karena nggak jagain adik sendiri. Ayo aku antar dulu, nanti aku bisa balik ke sini lagi," sergah Raka.
"Terima kasih, Kak," ucap Liora. " Maaf aku merepotkan dan bikin susah."
"Siapa yang bilang, hm? Lagian aku juga agak nyesel ngajakin kamu kemari. Teman-teman aku pada genit-genit mau minta nomor kamu," ujar Raka terkekeh.
Liora pun ikutan tertawa lirih.
Sesampainya di rumah, orang tuanya tengah nonton film di ruang keluarga.
"Loh, kok sudah pulang? Apakah tidak seru?" tanya Haris keheranan. Karena biasanya anak muda suka bersenang-senang ke club malam.
"Nyaman rebahan di kamar sambil nonton drama china," jawab Liora mencoba bersikap tenang.
"Benar itu, mending Liora di rumah aja, Pa. Tadi di club teman-teman aku pada menggatal. Dih amit-amit punya adik ipar kaya mereka," canda Raka mencairkan suasana.
Anita dan Harus pun tertawa.
"Liora memang introvert, dia tidak merasa nyaman di keramaian," tutur Anita.
"Ma, Pa, aku masuk kamar dulu ya? Dan Kak Raka, terima kasih sudah mengantarkan aku pulang," sela Liora.
"Sama-sama, kalau gitu aku berangkat lagi," pamit Raka.
Baru juga Liora masuk ke kamar, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada panggilan dari nomornya Daichi. Liora kembali panik. Memang baru kali ini, Liora merasa begitu takut terhadap lelaki. Aurora Daichi sangat dominan, dan menyeramkan. Pada mata Daichi memantulkan jika lelaki itu tidak takut pada apapun.
Tiga panggilan tidak terjawab, Daichi pun mengirimkan pesan.
'Angkat, Sayang. Kalau tidak aku akan ke sana.'
Liora masih tidak mau mengangkat, dia yakin itu hanya gertakan sebab mana mungkin Daichi berani ke sana. Dia berada di kamar lantai tiga. sementara keamanan di rumah papa tirinya sangat ketat.
semoga sehat selalu
gemes deh bacanya